26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Harga Karet pun Turun

MEDAN- Krisis ekonomi di Eropa kembali memberikan dampak pada perdagangan di Sumut. Setelah sawit, harga ekspor karet pun ikut mengalami penurunan. Saat ini, harga ekspor karet Indonesia jenis SIR 20 anjlok di bawah USD 3 per kilogram.
Walaupun begitu Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) belum mengambil sikap. Padahal, kalau harga ekspor karet terus menurun, akan ada penghentian ekspor sementara.

“Untuk pengapalan Juli, harga karet SIR 20 sebesar USD2,849 perkilogram,” ujar Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah. Padahal, pada Maret yang lalu, harga karet mencapai USD4 perkilogram.

Edy menjelaskan, pada penutupan di bursa saham pada 27 Mei kemarin, harga pada Juli masih USD3,653 perkilo, tetapi karena trend harga karet memang sedang turun, sehingga tidak ada yang bisa dilakukan. “Kita sudah perkirakan penurunan harga ekspor ini, jadi walau tidak sesuai, tetap kita ikuti,” ungkapnya. Kondisi pasar Internasional saat ini masih sulit, dimana keuangan di Eropa belum stabil. Dan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk penyelesainnya. “Perkiraan kita, hingga Juli trend penurunan harga ini,” tambah Edy.

Pasar dimana keuangan di Eropa juga masih sangat sulit dengan penyelesaian yang membutuhkan waktu cukup panjang, ada prakiraan harga yang di bawah 3 dolar AS per kg itu masih berkepanjangan atau minimal hingga Juli.

Maret kemarin, harga ekspor karet mencapai USD4 perkilo gram, dikarenakan pembelian yang meningkat dari Cina. Tetapi, saat ini perekonomian cina juga sedang lesu, sebagai dampak krisis Eropa dan Amerika. “Kalau kemarin sempat tinggi, karena permintaan dari Cina meningkat. Tapi kalau sekarang memang sangat menurun,” lanjut Edy.

Harga anjlok ini langsung berpengaruh pada harga dipabrikan lokal, yang saat ini harganya berkisar Rp21.700 hingga Rp23.700 perkilgram. Dari harga sebelumnya Rp28.300-Rp30.300 per kg. “Dan ini pasti berpengaruh pada harga tingkat petani,”  ungkapnya.

Walaupun harga sudah di bawah USD3, tetapi hingga saat ini Gapkindo maupun pemerintah belum mengambil sikap, seperti mengurangi atau menahan ekspor seperti lazim dilakukan bila harga karet terus turun. “Kita belum mengambil sikap, saat ini masih melihat pasar. Karena kurangnya permintaan bukan karena spekulan, tetapi karena krisis,” lanjutnya. Bukan hanya Indonesia, Malaysia dan Thailand, juga belum mengambil sikap terhadap penurunan ekspor ini. (ram)

MEDAN- Krisis ekonomi di Eropa kembali memberikan dampak pada perdagangan di Sumut. Setelah sawit, harga ekspor karet pun ikut mengalami penurunan. Saat ini, harga ekspor karet Indonesia jenis SIR 20 anjlok di bawah USD 3 per kilogram.
Walaupun begitu Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) belum mengambil sikap. Padahal, kalau harga ekspor karet terus menurun, akan ada penghentian ekspor sementara.

“Untuk pengapalan Juli, harga karet SIR 20 sebesar USD2,849 perkilogram,” ujar Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah. Padahal, pada Maret yang lalu, harga karet mencapai USD4 perkilogram.

Edy menjelaskan, pada penutupan di bursa saham pada 27 Mei kemarin, harga pada Juli masih USD3,653 perkilo, tetapi karena trend harga karet memang sedang turun, sehingga tidak ada yang bisa dilakukan. “Kita sudah perkirakan penurunan harga ekspor ini, jadi walau tidak sesuai, tetap kita ikuti,” ungkapnya. Kondisi pasar Internasional saat ini masih sulit, dimana keuangan di Eropa belum stabil. Dan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk penyelesainnya. “Perkiraan kita, hingga Juli trend penurunan harga ini,” tambah Edy.

Pasar dimana keuangan di Eropa juga masih sangat sulit dengan penyelesaian yang membutuhkan waktu cukup panjang, ada prakiraan harga yang di bawah 3 dolar AS per kg itu masih berkepanjangan atau minimal hingga Juli.

Maret kemarin, harga ekspor karet mencapai USD4 perkilo gram, dikarenakan pembelian yang meningkat dari Cina. Tetapi, saat ini perekonomian cina juga sedang lesu, sebagai dampak krisis Eropa dan Amerika. “Kalau kemarin sempat tinggi, karena permintaan dari Cina meningkat. Tapi kalau sekarang memang sangat menurun,” lanjut Edy.

Harga anjlok ini langsung berpengaruh pada harga dipabrikan lokal, yang saat ini harganya berkisar Rp21.700 hingga Rp23.700 perkilgram. Dari harga sebelumnya Rp28.300-Rp30.300 per kg. “Dan ini pasti berpengaruh pada harga tingkat petani,”  ungkapnya.

Walaupun harga sudah di bawah USD3, tetapi hingga saat ini Gapkindo maupun pemerintah belum mengambil sikap, seperti mengurangi atau menahan ekspor seperti lazim dilakukan bila harga karet terus turun. “Kita belum mengambil sikap, saat ini masih melihat pasar. Karena kurangnya permintaan bukan karena spekulan, tetapi karena krisis,” lanjutnya. Bukan hanya Indonesia, Malaysia dan Thailand, juga belum mengambil sikap terhadap penurunan ekspor ini. (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/