29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

CT Dorong Merger Perbankan

Chairul Tanjung
Chairul Tanjung

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pasar bebas sektor keuangan dalam skema Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan berlaku mulai 2020. Perbankan nasional pun harus mulai pasang kuda-kuda untuk menghadapi serbuan raksasa-raksasa perbankan Asean.

Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengakui, dengan peta perbankan Asean saat ini, bank-bank asal Indonesia bakal menghadapi tantangan berat di era MEA. Karena itu, dia mendorong perbankan untuk melakukan konsolidasi guna memperkuat daya saing. ‘Salah satunya (dengan) merger, supaya bank-bank Indonesia kuat bersaing dengan bank-bank (asal) luar (negeri),’ ujarnya kemarin (15/7).

Menurut CT, dalam situasi persaingan bebas, maka yang dibutuhkan bukan jumlah bank yang banyak, melainkan bank yang besar atau kuat. Apalagi, saat ini, postur aset bank-bank di Indonesia masih kalah jauh dibanding bank-bank asal Singapura dan Malaysia. Padahal, dari ukuran produk domestik bruto (PDB), Indonesia adalah yang terbesar di Asean. ‘Karena itu, bank terbesar itu mestinya dari Indonesia, bukan Singapura,’ katanya.

CT menilai, jumlah bank di Indonesia yang mencapai 120 dengan mayoritas ukuran kecil sudah “terlalu banyak. Karena itu, konsolidasi melalui merger sangat diperlukan untuk membentuk bank yang kuat. ‘Misalnya kita punya bank yang cukup besar, yakni Bank Mandiri, itu harus lebih besar lagi supaya bisa bicara banyak di Asean Economic Community,’ ucapnya. Sebagai perbandingan, Singapura hanya memiliki 3 bank dan Malaysia hanya 8 bank.

Sementara Indonesia masih berkutat dengan skema merger perbankan, tiga bank Malaysia sudah menjalankan aksi merger, yakni CIMB Group, RHB Capital, dan Malaysia Building Society yang berpotensi membentuk entitas bank raksasa dengan nilai aset sekitar Rp 2.300 triliun.

Kegelisahan senada juga sering diungkapkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Menurut dia, era Masyarakat Ekonomi Asean pada 2020 menuntut keberadaan bank nasional yang kuat untuk bersaing dengan raksasa-raksasa perbankan asal Singapura dan Malaysia. ‘Itulah yang membuat saya ngotot untuk me-merger BTN (Bank Tabungan Negara) dan Bank Mandiri meski banyak penolakan,’ ujarnya.

Dahlan menyebut, waktu 5 tahun merupakan periode singkat untuk mempersiapkan bank-bank nasional agar benar-benar siap. Karena itu, pemerintah dan pelaku usaha tidak bisa hanya sekedar mengadakan berbagai seminar untuk membahas pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). ‘MEA ini sudah pasti terjadi, sehingga tidak perlu ditakuti. Yang lebih penting adalah bagaimana mempersiapkan daya saing yang kuat,’ katanya.

Ekonom yang juga Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, dalam MEA, ada poin penting terkait liberalisasi sektor keuangan yang disebut Asean Banking Integrated Framework (ABIF). Dalam kondisi tersebut, ukuran perbankan memang akan sangat menentukan daya saing. ‘Sayangnya, dari sisi peringkat aset, bank-bank asal Indonesia masih ketinggalan. Karena itu, konsolidasi menjadi kunci,’ ucapnya. (owi)

 

PERINGKAT BANK ASEAN BERDASAR ASET

Bank                            Negara                        Aset (Rp Triliun)

 

DBS Bank                   Singapura                    2.628

OCBOC Bank             Singapura                    2.142

UOB Bank                  Singapura                    1.827

Maybank                     Malaysia                     1.419

CIMB Group               Malaysia                     947

Public Bank                Malaysia                     787

Bangkok BankThailand                      668

Bank Mandiri             Indonesia                     561,1

BRI                              Indonesia                     547,5

BCA                            Indonesia                     436,7

BNI                             Indonesia                    386

Sumber: INDEF 2014, Berbagai Sumber

 

Chairul Tanjung
Chairul Tanjung

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pasar bebas sektor keuangan dalam skema Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan berlaku mulai 2020. Perbankan nasional pun harus mulai pasang kuda-kuda untuk menghadapi serbuan raksasa-raksasa perbankan Asean.

Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengakui, dengan peta perbankan Asean saat ini, bank-bank asal Indonesia bakal menghadapi tantangan berat di era MEA. Karena itu, dia mendorong perbankan untuk melakukan konsolidasi guna memperkuat daya saing. ‘Salah satunya (dengan) merger, supaya bank-bank Indonesia kuat bersaing dengan bank-bank (asal) luar (negeri),’ ujarnya kemarin (15/7).

Menurut CT, dalam situasi persaingan bebas, maka yang dibutuhkan bukan jumlah bank yang banyak, melainkan bank yang besar atau kuat. Apalagi, saat ini, postur aset bank-bank di Indonesia masih kalah jauh dibanding bank-bank asal Singapura dan Malaysia. Padahal, dari ukuran produk domestik bruto (PDB), Indonesia adalah yang terbesar di Asean. ‘Karena itu, bank terbesar itu mestinya dari Indonesia, bukan Singapura,’ katanya.

CT menilai, jumlah bank di Indonesia yang mencapai 120 dengan mayoritas ukuran kecil sudah “terlalu banyak. Karena itu, konsolidasi melalui merger sangat diperlukan untuk membentuk bank yang kuat. ‘Misalnya kita punya bank yang cukup besar, yakni Bank Mandiri, itu harus lebih besar lagi supaya bisa bicara banyak di Asean Economic Community,’ ucapnya. Sebagai perbandingan, Singapura hanya memiliki 3 bank dan Malaysia hanya 8 bank.

Sementara Indonesia masih berkutat dengan skema merger perbankan, tiga bank Malaysia sudah menjalankan aksi merger, yakni CIMB Group, RHB Capital, dan Malaysia Building Society yang berpotensi membentuk entitas bank raksasa dengan nilai aset sekitar Rp 2.300 triliun.

Kegelisahan senada juga sering diungkapkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Menurut dia, era Masyarakat Ekonomi Asean pada 2020 menuntut keberadaan bank nasional yang kuat untuk bersaing dengan raksasa-raksasa perbankan asal Singapura dan Malaysia. ‘Itulah yang membuat saya ngotot untuk me-merger BTN (Bank Tabungan Negara) dan Bank Mandiri meski banyak penolakan,’ ujarnya.

Dahlan menyebut, waktu 5 tahun merupakan periode singkat untuk mempersiapkan bank-bank nasional agar benar-benar siap. Karena itu, pemerintah dan pelaku usaha tidak bisa hanya sekedar mengadakan berbagai seminar untuk membahas pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). ‘MEA ini sudah pasti terjadi, sehingga tidak perlu ditakuti. Yang lebih penting adalah bagaimana mempersiapkan daya saing yang kuat,’ katanya.

Ekonom yang juga Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, dalam MEA, ada poin penting terkait liberalisasi sektor keuangan yang disebut Asean Banking Integrated Framework (ABIF). Dalam kondisi tersebut, ukuran perbankan memang akan sangat menentukan daya saing. ‘Sayangnya, dari sisi peringkat aset, bank-bank asal Indonesia masih ketinggalan. Karena itu, konsolidasi menjadi kunci,’ ucapnya. (owi)

 

PERINGKAT BANK ASEAN BERDASAR ASET

Bank                            Negara                        Aset (Rp Triliun)

 

DBS Bank                   Singapura                    2.628

OCBOC Bank             Singapura                    2.142

UOB Bank                  Singapura                    1.827

Maybank                     Malaysia                     1.419

CIMB Group               Malaysia                     947

Public Bank                Malaysia                     787

Bangkok BankThailand                      668

Bank Mandiri             Indonesia                     561,1

BRI                              Indonesia                     547,5

BCA                            Indonesia                     436,7

BNI                             Indonesia                    386

Sumber: INDEF 2014, Berbagai Sumber

 

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/