25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Keaslian Rupiah Wewenang BI, Izin Pemusnahan Uang Palsu Diproses 2 Tahun

Uang palsu-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bank Indonesia dan Polda Sumut baru saja memusnahkan uang palsu sebanyak 21.632 lembar. Meski uang palsu itu hasil temuan mulai tahun 2013 hingga 2018 lalu, proses pemusnahannya tidak bisa asal-asalan. Perlu izin dari lembaga berwenang.

“Kenapa proses pemusnahan uang palsu itu lama? Karena proses hukumnya cukup lama di Pengadilan Negeri. Mencapai waktu 2 tahun,” kata Kepala Kantor Perwakilan BI Sumut, Wiwiek Sisto Widayat kepada wartawan di Medan, Kamis (15/8).

Ia menyebutkan, pihaknya harus mendapatkan putusan inkrah dari Pengadilan Negeri, yang mengizinkan barang bukti uang palsu untuk dimusnahkan. “Proses hukumnya dimulai tahun 2017 dan putusan keluar Maret 2019,” jelas Wiwiek.

Sementara eksekusi pemusnahan yang relatif lama dari putusan bulan Maret yang dieksekusi Agustus 2019, menurutnya hanya soal koordinasi waktu pejabat berwenang .”Kita harus menyesuaikan waktu dari bapak Kapolda, waktu dari pejabat BI, dan stakeholder lainnya,” ungkapnya.

Keaslian Rupiah Wewenang BI

Wiwiek kemudian mengimbau pihak perbankan agar lebih teliti dan selektif menerima setoran uang dari masyarakat. Hal ini untuk mencegah kerugian pihak bank sendiri jika ternyata ada setoran uang palsu. Bila ditemukan indikasi uang palsu, ia meminta perbankan untuk segera melapor ke polisi dan pihak BI.

Pihak perbankan, kata dia, umumnya menerima setoran uang kertas hanya menggunakan sinar ultraviolet. Sehingga kemungkinan menerima uang palsu, masih ada.

“Jika ada indikasi uang palsu, perbankan tidak bisa langsung menyatakan itu uang palsu. Karena yang berwenang memutuskan uang itu palsu atau tidak hanya Bank Indonesia, setelah melalui pengecekan di labotorium,” ungkap Wiwiek.

Menurutnya, selama ini uang palsu yang diterima BI hanya dari satu sumber saja, yakni dari setoran perbankan kepada BI. “Setelah diolah BI, baru ketahuan,” kata Wiwiek.

Terkait uang palsu ini, pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengaku miris melihat tren peredaran uang palsu yang didapati dari hasil setoran perbankan ke Bank Indonesia, mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Menurutnya, hal itu menunjukkan ada kegagalan dalam mengedukasi masyarakat mengenal uang Rupiah.

Meski demikian, Gunawan melihat, ada oknum masyarakat yang sengaja mengedarkan uang diduga palsu karena tidak mau mengalami kerugian. “Misalkan ada masyarakat yang mendapatkan uang diduga palsu. Namun ia tetap saja mengedarkan uang tersebut, agar tidak mengalami kerugian. Ini menjadi lingkaran,” ujar ekonom dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) ini kepada Sumut Pos, Kamis (15/8).

Yang membuat Gunawan tidak habis pikir adalah temuan uang diduga palsu setoran bank umum ke BI. Karena sepengetahuannya, pegawai perbankan sudah mendapat edukasi yang baik terkait keaslian uang. Ditambah lagi peralatan pendeteksi keaslian uang yang dimiliki setiap bank.

“Aneh juga kalau uang diduga tak asli lolos dari pantauan pegawai bank. Berarti ada semacam human error di situ,” ucapnya.

Oleh sebab itu, ia mengimbau BI memberi sanksi kepada bank umum yang menyetorkan uang palsu. Pasalnya, bank umum itulah yang menjadi benteng terakhir masyarakat dalam mendeteksi uang beredar.

“Jangan sampai ada persepsi ditengah masyarakat bahwa uang palsu aja bisa lolos masuk ke perbankan. Ini ‘kan memalukan. Seharusnya ada sanksi yang diterima bank jika menyetorkan uang palsu ke Bank Indonesia. Sehingga ke depan pihak bank semakin jeli dalam menerima setoran uang dari nasabah,” tukas dia.

Sebelumnya, sebanyak 21.632 lembar uang rupiah palsu berbagai pecahan atau senilai Rp1,5 miliar lebih (jika dirupiahkan), Polda Sumut bersama Kantor Perwakilan Wilayah (KPW) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumut, Rabu (14/8).

Uang rupiah palsu yang dibakar ini terdiri dari pecahan Rp100.000 (8.974 lembar), Rp50.000 (11.850 lembar), Rp20.000 (636 lembar), Rp10.000 (88 lembar) Rp5.000 (83 lembar) dan Rp2.000 (1 lembar).

Tren kasus temuan Rupiah palsu terus mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir, yaitu 2016 (3.902 lembar), 2017 (5.236 lembar) dan 2018 (5.480 lembar). Sedangkan 2019 Januari-Juli (380 lembar).

“Temuan Rupiah palsu ini telah melewati penelitian keaslian atas uang rupiah di Laboratorium Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC). Pemusnahan rupiah palsu ini telah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A Nomor 01/PEN. PlD/P MUS/2019/PN. Medan tanggal 1 Maret 2019,” ungkap Wiwiek.

Kata Wiwiek, apabila Rupiah yang disetor perbankan ke BI ternyata palsu, maka uang itu menjadi kerugian bagi pihak perbankan dan uang itu ditarik. (gus/ris)

Uang palsu-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bank Indonesia dan Polda Sumut baru saja memusnahkan uang palsu sebanyak 21.632 lembar. Meski uang palsu itu hasil temuan mulai tahun 2013 hingga 2018 lalu, proses pemusnahannya tidak bisa asal-asalan. Perlu izin dari lembaga berwenang.

“Kenapa proses pemusnahan uang palsu itu lama? Karena proses hukumnya cukup lama di Pengadilan Negeri. Mencapai waktu 2 tahun,” kata Kepala Kantor Perwakilan BI Sumut, Wiwiek Sisto Widayat kepada wartawan di Medan, Kamis (15/8).

Ia menyebutkan, pihaknya harus mendapatkan putusan inkrah dari Pengadilan Negeri, yang mengizinkan barang bukti uang palsu untuk dimusnahkan. “Proses hukumnya dimulai tahun 2017 dan putusan keluar Maret 2019,” jelas Wiwiek.

Sementara eksekusi pemusnahan yang relatif lama dari putusan bulan Maret yang dieksekusi Agustus 2019, menurutnya hanya soal koordinasi waktu pejabat berwenang .”Kita harus menyesuaikan waktu dari bapak Kapolda, waktu dari pejabat BI, dan stakeholder lainnya,” ungkapnya.

Keaslian Rupiah Wewenang BI

Wiwiek kemudian mengimbau pihak perbankan agar lebih teliti dan selektif menerima setoran uang dari masyarakat. Hal ini untuk mencegah kerugian pihak bank sendiri jika ternyata ada setoran uang palsu. Bila ditemukan indikasi uang palsu, ia meminta perbankan untuk segera melapor ke polisi dan pihak BI.

Pihak perbankan, kata dia, umumnya menerima setoran uang kertas hanya menggunakan sinar ultraviolet. Sehingga kemungkinan menerima uang palsu, masih ada.

“Jika ada indikasi uang palsu, perbankan tidak bisa langsung menyatakan itu uang palsu. Karena yang berwenang memutuskan uang itu palsu atau tidak hanya Bank Indonesia, setelah melalui pengecekan di labotorium,” ungkap Wiwiek.

Menurutnya, selama ini uang palsu yang diterima BI hanya dari satu sumber saja, yakni dari setoran perbankan kepada BI. “Setelah diolah BI, baru ketahuan,” kata Wiwiek.

Terkait uang palsu ini, pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengaku miris melihat tren peredaran uang palsu yang didapati dari hasil setoran perbankan ke Bank Indonesia, mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Menurutnya, hal itu menunjukkan ada kegagalan dalam mengedukasi masyarakat mengenal uang Rupiah.

Meski demikian, Gunawan melihat, ada oknum masyarakat yang sengaja mengedarkan uang diduga palsu karena tidak mau mengalami kerugian. “Misalkan ada masyarakat yang mendapatkan uang diduga palsu. Namun ia tetap saja mengedarkan uang tersebut, agar tidak mengalami kerugian. Ini menjadi lingkaran,” ujar ekonom dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) ini kepada Sumut Pos, Kamis (15/8).

Yang membuat Gunawan tidak habis pikir adalah temuan uang diduga palsu setoran bank umum ke BI. Karena sepengetahuannya, pegawai perbankan sudah mendapat edukasi yang baik terkait keaslian uang. Ditambah lagi peralatan pendeteksi keaslian uang yang dimiliki setiap bank.

“Aneh juga kalau uang diduga tak asli lolos dari pantauan pegawai bank. Berarti ada semacam human error di situ,” ucapnya.

Oleh sebab itu, ia mengimbau BI memberi sanksi kepada bank umum yang menyetorkan uang palsu. Pasalnya, bank umum itulah yang menjadi benteng terakhir masyarakat dalam mendeteksi uang beredar.

“Jangan sampai ada persepsi ditengah masyarakat bahwa uang palsu aja bisa lolos masuk ke perbankan. Ini ‘kan memalukan. Seharusnya ada sanksi yang diterima bank jika menyetorkan uang palsu ke Bank Indonesia. Sehingga ke depan pihak bank semakin jeli dalam menerima setoran uang dari nasabah,” tukas dia.

Sebelumnya, sebanyak 21.632 lembar uang rupiah palsu berbagai pecahan atau senilai Rp1,5 miliar lebih (jika dirupiahkan), Polda Sumut bersama Kantor Perwakilan Wilayah (KPW) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumut, Rabu (14/8).

Uang rupiah palsu yang dibakar ini terdiri dari pecahan Rp100.000 (8.974 lembar), Rp50.000 (11.850 lembar), Rp20.000 (636 lembar), Rp10.000 (88 lembar) Rp5.000 (83 lembar) dan Rp2.000 (1 lembar).

Tren kasus temuan Rupiah palsu terus mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir, yaitu 2016 (3.902 lembar), 2017 (5.236 lembar) dan 2018 (5.480 lembar). Sedangkan 2019 Januari-Juli (380 lembar).

“Temuan Rupiah palsu ini telah melewati penelitian keaslian atas uang rupiah di Laboratorium Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC). Pemusnahan rupiah palsu ini telah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A Nomor 01/PEN. PlD/P MUS/2019/PN. Medan tanggal 1 Maret 2019,” ungkap Wiwiek.

Kata Wiwiek, apabila Rupiah yang disetor perbankan ke BI ternyata palsu, maka uang itu menjadi kerugian bagi pihak perbankan dan uang itu ditarik. (gus/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/