26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hadapi Persoalan dalam Dunia Usaha, Sekjen Apindo Sumut: LSM Seharusnya Berperan sebagai Mediator

Sekjen DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Laksamana Adiyaksa

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Dunia usaha membutuhkan kepastian hukum di tengah bencana nasional pandemi Covid-19. Dunia usaha kini menghadapi berbagai persoalan, baik itu mempertahankan eksistensi industri agar bisa survive dan juga mengupayakan pekerja tidak dirumahkan.

Hal itu disampaikan Sekjen DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Laksamana Adiyaksa menyikapi gangguan dunia usaha di tengah pandemi, Kamis (17/6/2021).

Menurut Laks, sapaan akrabnya, pemerintah harus memberikan dukungan dan kepastian hukum terhadap pelaku usaha yang telah berlegalitas dan berizin di Sumut. 

“Di masa pandemi, sektor ekonomi sangat terpukul. Untuk bertahan saja terbilang sangat sulit. Pandemi telah banyak menguras energi dan biaya bagi pelaku usaha dan industri,” ungkap Laks.

Pria berkacamata ini sangat miris mendapat kabar adanya gangguan terhadap dunia usaha di masa pandemi ini. Padahal, hubungan antara pengusaha dan pekerjanya cukup baik, namun dikarenakan pihak luar  yang datangnya dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non-Goverment Organization) ribut-ribut sehingga memicu image negatif terhadap iklim investasi.

“Harusnya LSM sebagai lembaga independen yang mengadvokasi, mengayomi, melayani dan menjembatani komunikasi masyarakat berperan sebagai mediator. Bukan malah menjadi sutradara dan aktor meributkan dunia usaha,” beber Laks seraya menambahkan, kondisi seperti ini kerap terjadi bahkan di masa pandemi masih ada juga oknum LSM/NGO yang menjadi sutradara meributi bahkan memprovokasi masyarakat dengan dunia usaha.

Laks menyayangkan ketidaktegas pemerintah untuk mendukung kelangsungan industri dalam berusaha.

 “Harusnya pemerintah memberikan kepastian hukum dalam berusaha sesuai tufoksinya,” cetus Laks.

Dari kacamata Laks, persoalan yang kerap dialami dunia usaha pada sektor pertanahan,  tenaga kerja, lingkungan dan perizinan. “Yang paling domain mencuat ke publik adalah persoalan pertanahan dengan pengklaiman tanah adat / tanah ulayat. Persoalan ini sangat mengganggu dan merugikan dunia usaha. Karena bakal mengganggu aktivitas produksi,” sebut Laks.

Seperti hal yang dialami PT Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk, kata Laks, persoalan tanah adat/tanah ulayat sering diisukan oleh LSM/NGO. “LSM/NGO baik dalam negeri maupun luar negeri kerap mengisukan perusahaan TPL mencaplok tanah adat/tanah ulayat milik masyarakat. Isu ini terus bergulir ke publik. Ada apa ini, siapa yang memainkan isu tersebut?” ungkap Laks.

Padahal, legalitas dan tapal batas konsensi perusahaan pulp tersebut sudah secara sah dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan. “Tapi, kenyataan sampai sekarang pengklaiman tanah adat / tanah ulayat masih terus ‘digoreng’ oleh LSM/NGO yang mengatasnamakan masyarakat,” kata Laks.

Fenomena ini harus segera diambil sikap oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, BPN (Badan Pertanahan Nasional) maupun dinas terkait dengan memberikan kepastian hukum terkait pengklaiman tanah adat/tanah ulayat yang sekarang ini terjadi di Kabupaten Toba. 

“Kementerian Kehutanan dan BPN sebagai regulator di sektor pertanahan harus bersikap tegas dengan persoalan ini sebagai upaya kepastian hukum berusaha di Sumut,” jelas Laks.

Laks yang juga berprofesi dosen menambahkan, persoalan tenaga kerja harusnya ditangani oleh Kementerian Tenaga Kerja atau Dinas Tenaga Kerja. Dan juga persoalan lingkungan sebagai regulatornya ada Kementerian Lingkungan Hidup (LH) atau dinas terkait. Sementara untuk persoalan perizinan, regulatornya adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap. 

Apindo Sumut berharap, pemerintah dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum pada pelaku usaha yang taat hukum dan perundang-undangan serta memberikan sumbangan devisa yang cukup besar bagi negara.

Laks juga berpesan, agar pemerintah menertibkan keabsahan legalitas LSM/NGO yang hanya mengganggu kekondusifan dan keamanan berinvestasi. “Melalui Mendagri dan Dinas Kesbangpolinmas diharapkan dapat mengevaluasi dan menertibkan LSM/NGO pengganggu kekondusifan daerah. Jika perlu, diaudit sumber pendanaan LSM/NGO-nya,” beber Laks. (rel/ram)

Sekjen DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Laksamana Adiyaksa

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Dunia usaha membutuhkan kepastian hukum di tengah bencana nasional pandemi Covid-19. Dunia usaha kini menghadapi berbagai persoalan, baik itu mempertahankan eksistensi industri agar bisa survive dan juga mengupayakan pekerja tidak dirumahkan.

Hal itu disampaikan Sekjen DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Laksamana Adiyaksa menyikapi gangguan dunia usaha di tengah pandemi, Kamis (17/6/2021).

Menurut Laks, sapaan akrabnya, pemerintah harus memberikan dukungan dan kepastian hukum terhadap pelaku usaha yang telah berlegalitas dan berizin di Sumut. 

“Di masa pandemi, sektor ekonomi sangat terpukul. Untuk bertahan saja terbilang sangat sulit. Pandemi telah banyak menguras energi dan biaya bagi pelaku usaha dan industri,” ungkap Laks.

Pria berkacamata ini sangat miris mendapat kabar adanya gangguan terhadap dunia usaha di masa pandemi ini. Padahal, hubungan antara pengusaha dan pekerjanya cukup baik, namun dikarenakan pihak luar  yang datangnya dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non-Goverment Organization) ribut-ribut sehingga memicu image negatif terhadap iklim investasi.

“Harusnya LSM sebagai lembaga independen yang mengadvokasi, mengayomi, melayani dan menjembatani komunikasi masyarakat berperan sebagai mediator. Bukan malah menjadi sutradara dan aktor meributkan dunia usaha,” beber Laks seraya menambahkan, kondisi seperti ini kerap terjadi bahkan di masa pandemi masih ada juga oknum LSM/NGO yang menjadi sutradara meributi bahkan memprovokasi masyarakat dengan dunia usaha.

Laks menyayangkan ketidaktegas pemerintah untuk mendukung kelangsungan industri dalam berusaha.

 “Harusnya pemerintah memberikan kepastian hukum dalam berusaha sesuai tufoksinya,” cetus Laks.

Dari kacamata Laks, persoalan yang kerap dialami dunia usaha pada sektor pertanahan,  tenaga kerja, lingkungan dan perizinan. “Yang paling domain mencuat ke publik adalah persoalan pertanahan dengan pengklaiman tanah adat / tanah ulayat. Persoalan ini sangat mengganggu dan merugikan dunia usaha. Karena bakal mengganggu aktivitas produksi,” sebut Laks.

Seperti hal yang dialami PT Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk, kata Laks, persoalan tanah adat/tanah ulayat sering diisukan oleh LSM/NGO. “LSM/NGO baik dalam negeri maupun luar negeri kerap mengisukan perusahaan TPL mencaplok tanah adat/tanah ulayat milik masyarakat. Isu ini terus bergulir ke publik. Ada apa ini, siapa yang memainkan isu tersebut?” ungkap Laks.

Padahal, legalitas dan tapal batas konsensi perusahaan pulp tersebut sudah secara sah dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan. “Tapi, kenyataan sampai sekarang pengklaiman tanah adat / tanah ulayat masih terus ‘digoreng’ oleh LSM/NGO yang mengatasnamakan masyarakat,” kata Laks.

Fenomena ini harus segera diambil sikap oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, BPN (Badan Pertanahan Nasional) maupun dinas terkait dengan memberikan kepastian hukum terkait pengklaiman tanah adat/tanah ulayat yang sekarang ini terjadi di Kabupaten Toba. 

“Kementerian Kehutanan dan BPN sebagai regulator di sektor pertanahan harus bersikap tegas dengan persoalan ini sebagai upaya kepastian hukum berusaha di Sumut,” jelas Laks.

Laks yang juga berprofesi dosen menambahkan, persoalan tenaga kerja harusnya ditangani oleh Kementerian Tenaga Kerja atau Dinas Tenaga Kerja. Dan juga persoalan lingkungan sebagai regulatornya ada Kementerian Lingkungan Hidup (LH) atau dinas terkait. Sementara untuk persoalan perizinan, regulatornya adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap. 

Apindo Sumut berharap, pemerintah dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum pada pelaku usaha yang taat hukum dan perundang-undangan serta memberikan sumbangan devisa yang cukup besar bagi negara.

Laks juga berpesan, agar pemerintah menertibkan keabsahan legalitas LSM/NGO yang hanya mengganggu kekondusifan dan keamanan berinvestasi. “Melalui Mendagri dan Dinas Kesbangpolinmas diharapkan dapat mengevaluasi dan menertibkan LSM/NGO pengganggu kekondusifan daerah. Jika perlu, diaudit sumber pendanaan LSM/NGO-nya,” beber Laks. (rel/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/