29 C
Medan
Wednesday, May 1, 2024

2017, Stop Impor Jagung

jagung

JAKARTA, SUMUTPOS.CO   – Pemerintah terus berupaya mengurangi ketergantungan terhadap impor komoditas pangan. Setelah tidak lagi mengimpor beras dan bawang merah, tahun depan Kementerian Pertanian giliran menyetop impor jagung yang rata-rata mencapai 2,4 juta ton per tahun.

’’Pada 2016 tidak ada impor beras dan bawang merah, kita berusaha penuhi dari dalam negeri. Kita juga sudah sepakat tidak impor jagung tahun depan,’’ ujar Menteri Pertaninan Amran Sulaiman Selasa (2/11).

Komitmen itu memang sulit. Sebab, konsumsi pangan di Indonesia terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk yang mencapai 254 juta jiwa. Sayangnya, kondisi tersebut tidak selaras karena jumlah petani terus berkurang. ’’Penggunaan teknologi modern sangat diperlukan untuk mendongkrak produktivitas,’’ ujarnya.

Salah satu yang perlu ditingkatkan adalah produksi jagung. Rata-rata produktivitas petani jagung Indonesia hanya 4,8 ton per hektare. Demikian pula luas areal tanam jagung yang semakin menyempit, hanya berkisar 4 juta hektare dengan rata-rata kepemilikan lahan 0,3 hektare per petani.

CEO Monsanto Indonesia Ganesh Pamugar Satyagraha menegaskan, visi perusahaannya menyejahterakan petani Indonesia. ’’Kita mendukung penuh upaya pemerintah mencapai swasembada pangan, khususnya jagung. Petani jagung di Indonesia harus hidup sejahtera serta memperoleh hasil pertanian yang berkualitas tinggi,’’ katanya.

Monsanto Indonesia bertekad mencetak jutaan petani jagung melalui program DEKALB satu juta petani. ’’Di sanggar belajar DEKALB, petani akan dilatih instruktur-instruktur terbaik kami yang menerapkan best agronomic practice,’’ tutur Technology Development Lead Monsanto Indonesia Ibnu Ridwan Amin.

Menurut Ridwan, penggunaan teknologi modern pertanian seperti benih unggul hibrida dan benih bioteknologi tidak bisa ditunda lagi. Sebab, benih tersebut mampu meningkatkan keunggulan kompetitif petani jagung. ’’Ini harus menjadi strategi utama dalam mendukung swasembada pangan,’’ jelasnya.

Beberapa negara sudah menggunakan benih unggul hibrida dan benih bioteknologi. Di antaranya, Argentina, Brasil, serta Amerika Serikat. Di Asia Tenggara, negara seperti Filipina dan Vietnam lebih dulu memanfaatkannya. ’’Mereka memahami bahwa produksi pertanian tidak mungkin dipacu tanpa melibatkan teknologi modern,’’ jelasnya. (wir/c15/agm/ije)

jagung

JAKARTA, SUMUTPOS.CO   – Pemerintah terus berupaya mengurangi ketergantungan terhadap impor komoditas pangan. Setelah tidak lagi mengimpor beras dan bawang merah, tahun depan Kementerian Pertanian giliran menyetop impor jagung yang rata-rata mencapai 2,4 juta ton per tahun.

’’Pada 2016 tidak ada impor beras dan bawang merah, kita berusaha penuhi dari dalam negeri. Kita juga sudah sepakat tidak impor jagung tahun depan,’’ ujar Menteri Pertaninan Amran Sulaiman Selasa (2/11).

Komitmen itu memang sulit. Sebab, konsumsi pangan di Indonesia terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk yang mencapai 254 juta jiwa. Sayangnya, kondisi tersebut tidak selaras karena jumlah petani terus berkurang. ’’Penggunaan teknologi modern sangat diperlukan untuk mendongkrak produktivitas,’’ ujarnya.

Salah satu yang perlu ditingkatkan adalah produksi jagung. Rata-rata produktivitas petani jagung Indonesia hanya 4,8 ton per hektare. Demikian pula luas areal tanam jagung yang semakin menyempit, hanya berkisar 4 juta hektare dengan rata-rata kepemilikan lahan 0,3 hektare per petani.

CEO Monsanto Indonesia Ganesh Pamugar Satyagraha menegaskan, visi perusahaannya menyejahterakan petani Indonesia. ’’Kita mendukung penuh upaya pemerintah mencapai swasembada pangan, khususnya jagung. Petani jagung di Indonesia harus hidup sejahtera serta memperoleh hasil pertanian yang berkualitas tinggi,’’ katanya.

Monsanto Indonesia bertekad mencetak jutaan petani jagung melalui program DEKALB satu juta petani. ’’Di sanggar belajar DEKALB, petani akan dilatih instruktur-instruktur terbaik kami yang menerapkan best agronomic practice,’’ tutur Technology Development Lead Monsanto Indonesia Ibnu Ridwan Amin.

Menurut Ridwan, penggunaan teknologi modern pertanian seperti benih unggul hibrida dan benih bioteknologi tidak bisa ditunda lagi. Sebab, benih tersebut mampu meningkatkan keunggulan kompetitif petani jagung. ’’Ini harus menjadi strategi utama dalam mendukung swasembada pangan,’’ jelasnya.

Beberapa negara sudah menggunakan benih unggul hibrida dan benih bioteknologi. Di antaranya, Argentina, Brasil, serta Amerika Serikat. Di Asia Tenggara, negara seperti Filipina dan Vietnam lebih dulu memanfaatkannya. ’’Mereka memahami bahwa produksi pertanian tidak mungkin dipacu tanpa melibatkan teknologi modern,’’ jelasnya. (wir/c15/agm/ije)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/