27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Lion Air Tak Mampu Bayar Sewa Pesawat

Ilustrasi. FOTO: THOMAS KUKUH/jpnn.
Ilustrasi. FOTO: THOMAS KUKUH/jpnn.

Kinerja keuangan Lion Air, kata Gerry, memang tidak bisa diakses karena merupakan perusahaan tertutup. Tapi dengan indikator nilai tukar Rupiah yang masih fluktuatif dan cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bisa terbaca bahwa perusahaan itu sedang kesulitan.

Penguasa pasar penerbangan berbiaya hemat alias low cost carrier (LCC) di Indonesia itu banyak melakukan pesanan pesawat baik ke Boeing maupun ke Airbus. Pada Maret 2013 Lion Air pesan 234 unit Airbus dan ditandatangani di Perancis sebesar total Euro 18,4 miliar (USD 24 miliar) atau sekitar Rp230 triliun. Pesanan dilakukan saat nilai tukar Rp9.500 per USD. Pada 12 November 2014, Airbus mengirim tiga A320 sebagai tahap pertama order Lion Grup.

Sebelumnya, Lion juga mencatatkan pembelian terbesar bagi produsen pesawat asal AS, Boeing, pada November 2011. Maskapai yang kini juga buka cabang di Malaysia dan Thailand itu memesan 230 pesawat Boeing senilai USD 22 miliar atau sekitar Rp195 triliun pada kurs masih di kisaran Rp9.500 per USD.

Gerry mengatakan, pembelian pesawat tidak bisa dilakukan lindung nilai (hedging fund) sehingga tidak bisa menghindari rugi kurs. Yang bisa dilakukan dengan menggunakan jasa leasing hanya untuk Down Payment (DP)nya saja. Dengan asumsi pesanan pada kurs Rp10.000 per USD saja sementara saat ini kurs Rp mencapai 12.800 per USD maka kerugian yang diderita Lion pada pesanan Boeing sebesar 61,6 triliun dan kerugian kurs pada pesanan Airbus sekitar Rp67,2 triliun.

“Tapi menurut saya kerugian kurs akibat pesanan pesawat itu belum besar dirasakan saat ini karena selain bertahap kan juga ada mekanisme tersendiri. Nanti begitu pesawat datang, dibayar, dijual lagi ke perusahaan rental, lalu disewa lagi. Mekanismenya sudah benar kecuali kondisi keuangannya memang sedang tidak baik,” ulasnya.

Lion memang memiliki opsi untuk menjual sejumlah pesawat yang dianggap tidak efisien selain juga untuk mengurangi beban. Namun, kata Gerry, persoalan saat ini harga jual pesawat bekas sedang turun. “Jadi kalau mereka jual sekarang, rugi juga. Situasi mereka sekarang memang seperti terjebak dalam persoalan serius. Cukup berat,” tegasnya.

Ilustrasi. FOTO: THOMAS KUKUH/jpnn.
Ilustrasi. FOTO: THOMAS KUKUH/jpnn.

Kinerja keuangan Lion Air, kata Gerry, memang tidak bisa diakses karena merupakan perusahaan tertutup. Tapi dengan indikator nilai tukar Rupiah yang masih fluktuatif dan cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bisa terbaca bahwa perusahaan itu sedang kesulitan.

Penguasa pasar penerbangan berbiaya hemat alias low cost carrier (LCC) di Indonesia itu banyak melakukan pesanan pesawat baik ke Boeing maupun ke Airbus. Pada Maret 2013 Lion Air pesan 234 unit Airbus dan ditandatangani di Perancis sebesar total Euro 18,4 miliar (USD 24 miliar) atau sekitar Rp230 triliun. Pesanan dilakukan saat nilai tukar Rp9.500 per USD. Pada 12 November 2014, Airbus mengirim tiga A320 sebagai tahap pertama order Lion Grup.

Sebelumnya, Lion juga mencatatkan pembelian terbesar bagi produsen pesawat asal AS, Boeing, pada November 2011. Maskapai yang kini juga buka cabang di Malaysia dan Thailand itu memesan 230 pesawat Boeing senilai USD 22 miliar atau sekitar Rp195 triliun pada kurs masih di kisaran Rp9.500 per USD.

Gerry mengatakan, pembelian pesawat tidak bisa dilakukan lindung nilai (hedging fund) sehingga tidak bisa menghindari rugi kurs. Yang bisa dilakukan dengan menggunakan jasa leasing hanya untuk Down Payment (DP)nya saja. Dengan asumsi pesanan pada kurs Rp10.000 per USD saja sementara saat ini kurs Rp mencapai 12.800 per USD maka kerugian yang diderita Lion pada pesanan Boeing sebesar 61,6 triliun dan kerugian kurs pada pesanan Airbus sekitar Rp67,2 triliun.

“Tapi menurut saya kerugian kurs akibat pesanan pesawat itu belum besar dirasakan saat ini karena selain bertahap kan juga ada mekanisme tersendiri. Nanti begitu pesawat datang, dibayar, dijual lagi ke perusahaan rental, lalu disewa lagi. Mekanismenya sudah benar kecuali kondisi keuangannya memang sedang tidak baik,” ulasnya.

Lion memang memiliki opsi untuk menjual sejumlah pesawat yang dianggap tidak efisien selain juga untuk mengurangi beban. Namun, kata Gerry, persoalan saat ini harga jual pesawat bekas sedang turun. “Jadi kalau mereka jual sekarang, rugi juga. Situasi mereka sekarang memang seperti terjebak dalam persoalan serius. Cukup berat,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/