Gus Irawan mengaku lebih kecewa saat reses keliling daerah ternyata stok Premium kosong. “Pertamina sengaja menahan stok sudah pembangkangan perintah negara. Didisain secara nasional pula. Dan lihat makin miris kita ketika realisasi pengadaan di Sumut lebih rendah. Mereka melakukan praktik tangan besi, memaksa masyarakat pakai pertalite,” bilang Gus.
Bahkan, kata Gus, dalam reses kali ini laporan yang sampai kepadanya bukan saja kelangkaan Premium, tapi juga Solar. “Solar bersubsidi pun mulai hilang di banyak SPBU. Sehingga, mau tak mau masyarakat harus membeli Dexlite. Bagian strategi Pertamina mengalihkan lagi ke Dexlite. Lagi-lagi caranya tidak fair,” jelasnya.
Gus menceritakan, saat reses ke Tapanuli Utara ternyata tidak ada Premium. “Saya cek data. Ternyata realisasi penyaluran Premium di sana hanya empat persen. Ini gila. Masa sebegitunya mereka membuat Taput kehilangan pasok Premium subsidi,” tutur Gus.
Begitupula saat Gus Irawan melanjutkan perjalanan ke Asahan. Di Asahan realisasinya hanya delapan persen. Hal ini membuat kondisi Sumut sangat memprihatinkan dan ini harus menjadi tanggungjawab Pertamina MOR 1. Dalam hal ini masyarakat bisa menuntut Pertamina sebagaimana menuntut PGN yang dilaporkan ke KPPU dan sudah putusan.
“Saya tidak tahu apakah persoalan ini diketahui Direktur Utama. Memang ini tanggung jawab Direktur Pemasaran. Kita tahu Pertamina Dirutnya berasal dari luar. Komitmen manajemen internal terhadap dirut dari luar rendah. Kondisi serupa juga sebelumnya dialami Pak Dwi Sucipto yg juga berasal dari luar. Di jajaran Direksi Pertamina ada kubu-kubuan. Bahkan ada direksi yang tidak berkiblat ke Dirut malah ke orang yang sudah mantan,” jelasnya.
Gus Irawan menilai jajaran manajemen Pertamina memang tidak solid dan harus jadi perhatian pemerintah. “Bandingkan dengan PLN misalnya. Dirut PLN itu juga dari luar, tapi mereka solid sehingga mampu melakukan transformasi besar-besaran. Beda dengan Pertamina yang tidak mau berubah, dan faktanya sekarang kinerjanya lebih buruk,” kata Gus.
Indikasi bahwa Pertamina sebagai perusahaan yang boros dan penuh kebocoran semakin nyata dengan fakta tersebut. “Pertamina dengan kinerja buruknya selalu beralasan karena program BBM satu harga. Program ini hanya membebani Pertamina Rp800 miliar. Bandingkan misalnya Blok Mahakam senilai Rp40 triliun yg akan diambil alih oleh Pertamina. “Lebih Rp40 triliun gratis berpindah ke tangan Pertamina. Nanti kita buktikan apakah pengelolaan mereka bisa lebih baik dari sebelumnya.
Ketua Komisi VII ini menjanjikan akan memanggil Pertamina berikut jajaran direksi untuk mendalami semua masalah yang terjadi saat ini, terutama soal kelangkaan Premium. “Malah kita agendakan membentuk Panja (panitia kerja) di Komisi VII. Termasuk Panja Premium dan komoditas lain. Karena coba lihat juga, ini gas 3 kg langka dimana-mana. Jadi kalau ada panja gerakan kita lebih luwes untuk mengawasi dan mengoreksi Pertamina,” pungkas Gus. (ila/ram)