JAKARTA – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Natsir Mansyur, menilai bahwa kebijakan impor yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah memasuki fase kronis. Di mana hampir 65 persen pangan nasional, mulai dari beras, gula, kedelai, jagung, bawang merah, cabe dan lainnya, berasal dari produksi pertanian luar negeri.
“Sudah pada batas kronis, dan sangat memalukan sekali. Padahal potensi dalam negeri harusnya diberikan perhatian. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Impor justru terus meningkat. Bahkan ikan lele pun diimpor dari Vietnam,” ungkap Natsir.
Menanggapi pernyataan Kadin ini, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (22/3), Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu, membantah bila dikatakan pemerintah memenuhi pangan hanya dari impor. Kebijakan impor katanya, memang perlu diambil, guna mempertahankan ketahanan pangan di kondisi tertentu.
“Kalau bawang sama ikan, itu musiman. Ada saat-saat tidak panen di dalam negeri. Saat itulah kita mengimpor dari luar,” kata Mari memberi penjelasan.
Tidak semua pangan dalam negeri, kata Mari pula, diambil dari hasil impor.
Contohnya beras, yang diyakini akan mencapai target swasembada. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan), juga disebutkan terus menemukan cara-cara baru dalam meningkatkan produksi dalam negeri. Dan kalaupun harus melakukan impor, Mari menilai langkah tersebut masih tergolong wajar.
“Menurut saya, sebagian besar (produk pangan) masih dari dalam negeri. Kecuali yang kita tidak punya, seperti gandum. Yang penting, bagaimana kita menjaga perdagangan itu adil dan memenuhi standar,” tegasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pula, nilai impor non-migas Indonesia tercatat mencapai USD9,58 miliar, sementara migas hanya USD2,97 miliar. Negara asal impor terbesar Indonesia ialah Cina, yakni sebesar USD1,82 miliar dengan pangsa pasar 18,95 persen. Lantas diikuti Jepang sebesar USD1,38 miliar (14,4 persen), serta Singapura sebesar USD820 juta (8,55 persen). (afz/jpnn)