25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Bank Indonesia Tertibkan Money Changer

Money changer-Ilustrasi
Money changer-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Untuk meminimalkan tindak pidana sistem pembayaran, Bank Indonesia (BI) kini menertibkan money changer atau pedagang valuta asing (valas) bukan bank. Melalui PBI baru, pendirian dan kegiatan money changer harus mendapatkan izin dari BI.

Deputi Gubernur BI Ronald Waas mengatakan, proses penertiban tersebut diharapkan dapat memitigasi potensi risiko dari berbagai bentuk penyalahgunaan dan kejahatan penukaran valas. Risiko tersebut antara lain menggunakan money changer sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan teroris, perdagangan narkotik, hingga penyelendupan yang disamarkan yang seolah-olah bersumber dari bisnis tukar menurkar valas.

“Sistem pembayaran dan KUPVA (kegiatan usaha penukaran valas) itu harus aman bagi masyarakat. Karena itu potensi kriminalitasnya harus ditekan,” ungkapnya dalam acara penandatanganan nota kesepahaman dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, di Gedung BI, kemarin (24/9).

Upaya penertiban money changer tersebut dituangkan dalam peraturan BI (PBI) nomor 16 tahun 2014 tentang kegiatan usaha penukaran valas bukan bank. Dalam beleid yang diterbitkan pada 11 September 2014 itu melingkupi aspek penyelenggaraan kegiatan usaha, mekanisme transaksi, perizinan, pelaporan, hingga pengawasan KUPVA. Tidak pelak, dengan diterbitkannya peraturan ini, maka seluruh badan usaha bukan bank yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai Penyelenggara KUPVA bukan bank wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari BI.

“Money changer yang beroperasi tanpa izin BI harus mengajukan izin paling lambat 1 Januari 2015,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Tirta melanjutkan, pihaknya juga memberikan sanksi yang tergas terhadap money changer yang tidak memiliki izin dari BI. “Kami dapat merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk mencabut izin usaha maupun menghentikan kegiatan usaha,” jelasnya.

Tidak hanya itu, dalam regulasi terbaru ini, BI juga memurnikan jenis usaha money changer. Yakni dilarang menyelenggarakan transfer maupun kegiatan usaha pengiriman uang. Sementara yang telah memiliki izin sebagai penyelenggara transfer dana, maka kegiatan usahanya harus dipisah atau dihentikan. “Money changer itu ya khusus untuk kegiatan jual beli uang kertas asing, serta pembelian cek pelawat (traveller”s cheque),” tuturnya.

Hingga akhir Agustus 2014, BI telah mencabut izin 321 PVA non bank yang tersebar di berbagai wilayah di tanah air. DKI Jakarta merupakan wilayah dengan pencabutan izin terbesar hingga 204 perusahaan. Berikutnya Denpasar dan Batam yang masing-masing 45 perusahaan dan 36 perusahaan money changer dicabut izinnya. Alasan pencabutan izin tersebut mayoritas perusahaan tidak aktif lagi dalam berkegiatan jual beli mata uang asing.

Kendati demikian, penutupan oleh BI juga dimungkinan lantaran perusahaan memang tak berizin alias ilegal. Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti pernah mengatakan, terlalu banyak risiko yang bisa timbul dari money changer tak berizin. “Kalau masyarakat bertransaksi, bisa saja mendapat rupiah palsu. Selain itu juga jika prinsip KYC (know your customer) tidak lengkap ternyata untuk pencucian uang,” paparnya. (gal)

 

Perkembangan PVA Bukan Bank Berizin
(Sampai Agustus 2014)

Tahun. Jumlah perusahaan
2008. 804
2009. 841
2010. 870
2011. 899
2012. 897
2013. 898
2014. 916
Sumber: Bank Indonesia

Money changer-Ilustrasi
Money changer-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Untuk meminimalkan tindak pidana sistem pembayaran, Bank Indonesia (BI) kini menertibkan money changer atau pedagang valuta asing (valas) bukan bank. Melalui PBI baru, pendirian dan kegiatan money changer harus mendapatkan izin dari BI.

Deputi Gubernur BI Ronald Waas mengatakan, proses penertiban tersebut diharapkan dapat memitigasi potensi risiko dari berbagai bentuk penyalahgunaan dan kejahatan penukaran valas. Risiko tersebut antara lain menggunakan money changer sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan teroris, perdagangan narkotik, hingga penyelendupan yang disamarkan yang seolah-olah bersumber dari bisnis tukar menurkar valas.

“Sistem pembayaran dan KUPVA (kegiatan usaha penukaran valas) itu harus aman bagi masyarakat. Karena itu potensi kriminalitasnya harus ditekan,” ungkapnya dalam acara penandatanganan nota kesepahaman dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, di Gedung BI, kemarin (24/9).

Upaya penertiban money changer tersebut dituangkan dalam peraturan BI (PBI) nomor 16 tahun 2014 tentang kegiatan usaha penukaran valas bukan bank. Dalam beleid yang diterbitkan pada 11 September 2014 itu melingkupi aspek penyelenggaraan kegiatan usaha, mekanisme transaksi, perizinan, pelaporan, hingga pengawasan KUPVA. Tidak pelak, dengan diterbitkannya peraturan ini, maka seluruh badan usaha bukan bank yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai Penyelenggara KUPVA bukan bank wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari BI.

“Money changer yang beroperasi tanpa izin BI harus mengajukan izin paling lambat 1 Januari 2015,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Tirta melanjutkan, pihaknya juga memberikan sanksi yang tergas terhadap money changer yang tidak memiliki izin dari BI. “Kami dapat merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk mencabut izin usaha maupun menghentikan kegiatan usaha,” jelasnya.

Tidak hanya itu, dalam regulasi terbaru ini, BI juga memurnikan jenis usaha money changer. Yakni dilarang menyelenggarakan transfer maupun kegiatan usaha pengiriman uang. Sementara yang telah memiliki izin sebagai penyelenggara transfer dana, maka kegiatan usahanya harus dipisah atau dihentikan. “Money changer itu ya khusus untuk kegiatan jual beli uang kertas asing, serta pembelian cek pelawat (traveller”s cheque),” tuturnya.

Hingga akhir Agustus 2014, BI telah mencabut izin 321 PVA non bank yang tersebar di berbagai wilayah di tanah air. DKI Jakarta merupakan wilayah dengan pencabutan izin terbesar hingga 204 perusahaan. Berikutnya Denpasar dan Batam yang masing-masing 45 perusahaan dan 36 perusahaan money changer dicabut izinnya. Alasan pencabutan izin tersebut mayoritas perusahaan tidak aktif lagi dalam berkegiatan jual beli mata uang asing.

Kendati demikian, penutupan oleh BI juga dimungkinan lantaran perusahaan memang tak berizin alias ilegal. Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti pernah mengatakan, terlalu banyak risiko yang bisa timbul dari money changer tak berizin. “Kalau masyarakat bertransaksi, bisa saja mendapat rupiah palsu. Selain itu juga jika prinsip KYC (know your customer) tidak lengkap ternyata untuk pencucian uang,” paparnya. (gal)

 

Perkembangan PVA Bukan Bank Berizin
(Sampai Agustus 2014)

Tahun. Jumlah perusahaan
2008. 804
2009. 841
2010. 870
2011. 899
2012. 897
2013. 898
2014. 916
Sumber: Bank Indonesia

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/