25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Indonesia Berpotensi Defisit Gas

Gas-domestik
Gas-domestik

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Potensi terjadinya defisit pasokan gas di beberapa wilayah Indonesia ternyata cukup tinggi. Terutama daerah padat penduduk yang biasa menjadi penggerak ekonomi. Direktur Gas PT Pertamina Hari Karyuliarto mengatakan, proyeksi neraca gas hingga 10 tahun mendatang masih diselimuti defisit.

Faktor yang mempengaruhi defisit adalah terbatasnya infrastruktur gas, sehingga wilayah yang surplus sulit membantu daerah defisit. Pada 2015 saja, defisit pasokan diperkirakan mencapai 837 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).

“Suplai di beberapa wilayah Indonesia sebenarnya meningkat. Itu akan memperkecil selisih antara pasokan dan kebutuhan. Tapi yang jadi masalah adalah kebutuhannya ada di tempat lain. Itu yang harus dicari solusinya,” ujarnya dalam Indonesia Energy Forum di Jakarta kemarin (25/6).

Dia menjelaskan, proyeksi neraca gas 2025 menyatakan wilayah yang membutuhkan gas merupakan daerah padat penduduk. Salah satunya Jawa Bagian Timur yang terdiri atas Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara. Defisit di daerah tersebut diperkirakan mencapai 499 mmscfd. Sedangkan defisit di Jawa Bagian Barat diproyeksi 1.270 mmscfd.

“Di sisi lain, wilayah-wilayah surplus di Indonesia pada 2025 ada di Kalimantan. Kelebihan pasokan diperkirakan mencapai 1.388 mmscfd. Kemudian surplus wilayah Papua bisa 806 mmscfd. Kalau semua itu bisa dipakai menutupi wilayah lain, total defisit paling hanya 249 mmscfd. Bahkan bisa surplus 462 mmscfd,” ungkapnya.

Faktor vital untuk menyelesaikan hal tersebut adalah infrastruktur gas yang memadai. Namun, hal tersebut tak bakal terjadi jika sektor hulu, tengah, dan hilir migas tak bisa bersinergi. Hal tersebut bisa diselesaikan dengan konsep bisnis gas terintegrasi mulai upstream, midstream, dan downstream. “Jika tiga sektor terkoordinasi dan terintegrasi, gas akan menjadi sumber energi yang tepat,” ungkapnya.

Terkait impor gas yang dilakukan Pertamina, Hari meyakinkan hal itu tak akan mempengaruhi agenda pemanfaatan gas nasional. Kata dia, pihaknya sudah merancang portofolio gas impor cukup fleksibel. Dengan begitu, gas tersebut bisa dialihkan ke negara lain.

“Kalau tingkat produksi ternyata cukup dan impor tidak perlu dilakukan, kami bisa menjual lagi atau mengalihkannya ke negara lain. Kontrak impor kami itu jangka panjang dan punya fleksibiltas cukup. Intinya, mau impor atau produksi nasional yang pentig rakyat bisa menikmati gas dengan harga yang terjangkau,” ungkapnya.

Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Naryanto Wagimin memprediksi, Indonesia bakal defisit gas 7600 juta mmscfd pada 2028. Hal itu disebabkan beberapa proyek hulu gas molor. Padahal, pertumbuhan kebutuhan gas naik 4 persen per tahun.

“Proyek banyak yang mundur. Misalnya Kepodang, Indonesia Deep Water Development (IDD), Masela, dan Blok Mahakam. Di sisi lain produksi eksisting terus turun,” terangnya. (bil/oki)

Gas-domestik
Gas-domestik

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Potensi terjadinya defisit pasokan gas di beberapa wilayah Indonesia ternyata cukup tinggi. Terutama daerah padat penduduk yang biasa menjadi penggerak ekonomi. Direktur Gas PT Pertamina Hari Karyuliarto mengatakan, proyeksi neraca gas hingga 10 tahun mendatang masih diselimuti defisit.

Faktor yang mempengaruhi defisit adalah terbatasnya infrastruktur gas, sehingga wilayah yang surplus sulit membantu daerah defisit. Pada 2015 saja, defisit pasokan diperkirakan mencapai 837 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).

“Suplai di beberapa wilayah Indonesia sebenarnya meningkat. Itu akan memperkecil selisih antara pasokan dan kebutuhan. Tapi yang jadi masalah adalah kebutuhannya ada di tempat lain. Itu yang harus dicari solusinya,” ujarnya dalam Indonesia Energy Forum di Jakarta kemarin (25/6).

Dia menjelaskan, proyeksi neraca gas 2025 menyatakan wilayah yang membutuhkan gas merupakan daerah padat penduduk. Salah satunya Jawa Bagian Timur yang terdiri atas Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara. Defisit di daerah tersebut diperkirakan mencapai 499 mmscfd. Sedangkan defisit di Jawa Bagian Barat diproyeksi 1.270 mmscfd.

“Di sisi lain, wilayah-wilayah surplus di Indonesia pada 2025 ada di Kalimantan. Kelebihan pasokan diperkirakan mencapai 1.388 mmscfd. Kemudian surplus wilayah Papua bisa 806 mmscfd. Kalau semua itu bisa dipakai menutupi wilayah lain, total defisit paling hanya 249 mmscfd. Bahkan bisa surplus 462 mmscfd,” ungkapnya.

Faktor vital untuk menyelesaikan hal tersebut adalah infrastruktur gas yang memadai. Namun, hal tersebut tak bakal terjadi jika sektor hulu, tengah, dan hilir migas tak bisa bersinergi. Hal tersebut bisa diselesaikan dengan konsep bisnis gas terintegrasi mulai upstream, midstream, dan downstream. “Jika tiga sektor terkoordinasi dan terintegrasi, gas akan menjadi sumber energi yang tepat,” ungkapnya.

Terkait impor gas yang dilakukan Pertamina, Hari meyakinkan hal itu tak akan mempengaruhi agenda pemanfaatan gas nasional. Kata dia, pihaknya sudah merancang portofolio gas impor cukup fleksibel. Dengan begitu, gas tersebut bisa dialihkan ke negara lain.

“Kalau tingkat produksi ternyata cukup dan impor tidak perlu dilakukan, kami bisa menjual lagi atau mengalihkannya ke negara lain. Kontrak impor kami itu jangka panjang dan punya fleksibiltas cukup. Intinya, mau impor atau produksi nasional yang pentig rakyat bisa menikmati gas dengan harga yang terjangkau,” ungkapnya.

Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Naryanto Wagimin memprediksi, Indonesia bakal defisit gas 7600 juta mmscfd pada 2028. Hal itu disebabkan beberapa proyek hulu gas molor. Padahal, pertumbuhan kebutuhan gas naik 4 persen per tahun.

“Proyek banyak yang mundur. Misalnya Kepodang, Indonesia Deep Water Development (IDD), Masela, dan Blok Mahakam. Di sisi lain produksi eksisting terus turun,” terangnya. (bil/oki)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/