JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali menanyakan perihal harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tak kunjung turun. Padahal, sejak wabah Covid-19 menyebar ke berbagai negara, harga minyak dunia anjlok.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mempertanyakan, kapan penyesuaian harga BBM akan dilakukan. Menurutnya, pemerintah terlalu lama mengambil pertimbangkan.
“Isu energi soal penyesuaian harga BBM yang tak kunjung terealisasi, karena wait and see. Jadi, kapan disesuaikan?” ujarnya di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (25/6).
Menteri ESDM Arifin Tasrif pun menanggapi bahwa harga minyak dunia selama pandemi cenderung berfluktuasi. Oleh karena harganya bergerak diniamis, maka pemerintah tidak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan.
Bahkan, saat ini harga minyak dunia sudah kembali merangkak naik. “Saat ini sudah ada peningkatan MOPS, kemudian Brent internasional. Siklus daripada crudeinternasional sering cepat sekali cycle-nya,” tuturnya.
Namun demikian, pemerintah berkomitmen untuk berupaya mengawal harga BBM agar berada di level wajar. Dia menjamin harga BBM di Indonesia salah satu yang terendah di ASEAN, meski sedikit lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan Vietnam.
“Kami akan usahakan harga masih ada di level tidak di atas lebih tinggi dari harga di ASEAN,” tegasn Arifin.
Sementara, DPR RI Komisi VII menanyakan rencana PT Pertamina (Persero) yang akan menghapus produk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan dengan kadar Research Octane Number (RON) di bawah 91, seperti Premium dan Pertalite. Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Sartono Hutomo mengaku terkejut mendengar rencana tersebut.
Menurutnya, timbul dugaan bahwa hal itu merupakan strategi pemerintah maupun Pertamina dalam meniadakan subsidi BBM. “Pertamina akan menghapus, menghilangkan Premium atau Pertalite untuk masyarakat? Saya pikir ini juga hal yang mengejutkan buat masyarakat,” ujarnya Kamis (25/6).
Menteri ESDM Arifin Tasrif menepis anggapan tersebut. Ia menjelaskan, rencana tersebut merupakan kesepakatan pemerintah untuk mengurangi emisi karbon, dengan memaksimalkan produksi energi ramah lingkungan.
Adapun kesepakatan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 yang mengatur mengenai batasan RON. “Kita memliki komitmen mengurangi emisi karbon dalam jangka panjang,” tuturnya.
Arifin menyebut, ke depan pemerintah akan fokus memproduksi BBM yang lebih ramah lingkungan. Hal tersebut juga untuk mengurangi dampak beban lingkungan. (bbs/azw)