JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pesatnya pertumbuhan negara-negara yang ekonominya tengah berkembang atau emerging markets berpotensi mengubah peta perekonomian global. Kekuatan ekonomi yang saat ini didominasi negara-negara barat, akan bergeser ke timur, salah satunya adalah Asia Tenggara (ASEAN).
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, dalam beberapa tahun mendatang, kekuatan ekonomi dunia akan berpusat di tiga kawasan, yakni Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara dengan 600 juta lebih penduduknya. ‘Karena itu, peran ASEAN sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia menjadi sangat krusial,’ ujarnya dalam keterangan resmi Kementerian Keuangan kemarin (26/3).
Sebagaimana diketahui, Asia Selatan tumbuh dengan India sebagai motornya, lalu Asia Timur dengan trio Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. Adapun di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar saat ini. Sembilan negara anggota ASEAN lainnya adalah Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, Singapura, Kamboja, Brunei Darussalam, Laos, dan Myanmar.
Karena itulah, kata Chatib, Asia yang ekonominya terus tumbuh pesat di tengah situasi global yang tidak menentu, masih menjadi destinasi favorit para investor, baik investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) maupun investasi portofolio di pasar modal. ‘Untuk itu,integrasi ekonomi Asean melalui ASEAN Economic Community sangat relevan dan penting untuk mewujudkan ASEAN sebagai kekuatan baru ekonomi dunia,’ katanya.
Sebagai gambaran, pada 2012 lalu, total produk domestik bruto (PDB) 10 negara ASEAN sudah menembus USD 3,36 triliun dengan jumlah penduduk 608 juta jiwa. Laporan International Monetary Fund (IMF) memproyeksi, pada 214 ini, total PDB enam negara besar (Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Singapura diperkirakan menembus USD 3,88 triliun. Size ekonomi ini diproyeksi terus membesar dan pada 2018 diperkirakan sudah mencapai USD 5,19 triliun.
Chatib menyebut, salah satu upaya untuk mengejar suksesnya ASEAN Economic Community adalah mengembangkan jaringan produksi yang kuat di ASEAN. Menurut dia, esensi dari jaringan produksi adalah logistik. ‘Nah, logistik membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang baik,’ ucapnya.
Chatib mengatakan, perbaikan infrastruktur juga menjadi tantangan internal Indonesia. Pesatnya pertumbuhan masyarakat kelas menengah membuat kebutuhan infrastruktur kian mendesak, mulai dari infrastruktur transportasi, energi, hingga perumahan. ‘Tumbuhnya kelas menengah berarti konsumsi domestik juga makin tinggi,’ ujarnya.
Mengutip data lembaga konsultan internasional McKinsey, jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia dengan belanja USD 4 per hari pada 2003 hanya 5 persen. Pada 2010, jumlahnya sudah mencapai 18 persenn dari total penduduk atau sekitar 40 juta. Pada 2025, jumlah masyarakat kelas menengah ini diperkirakan melonjak menjadi 135 juta penduduk. ‘Jadi, Indonesia tidak hanya akan besar di ASEAN, tapi juga salah satu yang terbesar di dunia,’ katanya. (owi)