JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gaya hidup masyarakat kota terus menggenjot konsumsi listrik. Hal itu terlihat dari konsumsi listrik di jaringan Jawa Madura Bali (Jamali) yang terus menanjak. Wilayah tempat populasi tertinggi itu kembali memecahkan beban puncak listrik sepanjang sejarah.
Manajer Senior Komunikasi Korporat PT PLN Bambang Dwiyanto mengatakan, beban puncak di Jamali sempat mencatat 22.974 megawatt (mw). Rekor tersebut tercatat pada pukul 18.00 pada 24 April 2014. “Sebelumnya, beban tertinggi yang pernah dicapai adalah 22.567 mw. Itu dicatat pada 17 Oktober 2013 pukul 19.00. Jadi, beban puncak terbaru naik 1,8 persen atau 407 mw dibanding yang paling tinggi tahun lalu,” ujarnya kemarin (27/4).
Soal penyebab kenaikan, faktor cuaca yang cukup panas menjadi alasan utama. Dengan bertambahnya rumah tangga yang menggunakan pendingin ruangan seperti AC, beban pun kian bertambah. “Selama beberapa hari terakhir, kondisi sangat panas. Orang pun menyalakan AC lebih lama. Dalam rumah tangga, produk ini memang mengonsumsi listrik paling besar,” tuturnya.
Dia berharap, konsumen bisa lebih menghemat penggunaan listrik. Terutama produk-produk elektronik yang banyak menyerap setrum. Hal ini bisa dilakukan dengan mematikan alat elektronik yang tidak diperlukan. Seperti lampu, televisi, radio, dan lain-lain. Menghemat pemakaian listrik bisa dilakukan tanpa mengurangi kenyamanan konsumen. “Dengan demikian, pertumbuhan pemakaian listrik bisa ditekan,” imbuhnya.
Kondisi itu memang mengkhawatirkan karena berpotensi memicu krisis listrik di Jawa pada 2017. Penyebabnya, proyek-proyek pembangkit listrik banyak yang molor. Salah satunya, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah. Proyek dengan kapasitas 2x.1.000 mw itu diandalkan memasok setrum 30 persen pada 2017.
Menurut roadmap PLN, pertumbuhan listrik bakal meningkat 9,5 persen setiap tahun pada 2009-2018. Dengan asumsi ini, perseroan menyatakan kebutuhan listrik”Jawa”Bali bakal mencapai 250,9 Twh pada 2018. PLN menyebut, PLTU Batang merupakan harapan untuk memenuhi proyeksi pertumbuhan konsumsi listrik yang meroket. Tertutama konsumen di kota-kota metropolis. “Kalau proyek (PLTU) Batang tertunda bisa terjadi krisis listrik. Jalan keluarnya, kami siapkan pembangkit,” imbuh Dirut PLN Nur Pamudji.
Ada Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Grati, Jawa Timur; PLTGU Muara Karang; dan PLTGU Tanjung Priok. Masing-masing mampu menghasilkan pasokan sebesar 400 mw. Totalnya sekitar 1.200 mw. “Memang masih kurang 800 mw dari yang seharusnya. Tapi lebih baik daripada kekurangan 2 ribu mw. Kalau tidak mau krisis, harus diupayakan penanggulangannya sekarang,” jelasnya.
Sementara itu, pengusaha industri tekstil dan produk tekstil (TPT) bersiap-siap melakukan PHK untuk mengurangi beban produksi bila tarif tenaga listrik (TTL) naik per 1 Mei 2014. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, rata-rata satu pabrik benang dan serat memiliki 500 hingga 4.000 orang karyawan. Dengan demikian, sektor hulu tekstil setidaknya terdapat 100 ribu tenaga kerja di seluruh Indonesia. “Kami memperkirakan akan ada PHK 10 persen karyawan akibat kenaikan tarif listrik,” ujarnya kemarin (27/4).
Dari total sekitar 10 ribu karyawan yang harus dirumahkan tersebut, umumnya pekerja laki-laki, termasuk outsourcing (tenaga alih daya) dan kontrak sehingga dampaknya meluas hingga keluarga. “Kita nggak ada pilihan lain. Opsi penghematan listrik sudah dilakukan. Kita sudah kena kenaikan listrik setiap tahun, pernah naik 10 persen sekarang malah 38 persen,” tuturnya. (bil/wir/oki)