Kepala BKPM Thomas Lembong pun mengakui nilai investasi asal Tiongkok meningkat cukup drastis dalam setahun belakangan.
Menurut dia, hal tersebut seiring dengan peningkatan investasi Tiongkok di seluruh kawasan Asia Pasifik.
’’Jadi tidak heran juga kalau trennya dia (Tiongkok) akan menjadi investor terbesar (di sejumlah negara emerging markets),’’ ungkapnya.
Thomas melanjutkan, laju investasi asal Tiongkok juga tidak terganggu dengan sejumlah isu dalam negeri.
Di antaranya terkait dengan maraknya tenaga kerja asing (TKA) ilegal asal Tiongkok dan demo besar-besaran pada 4 November serta 2 Desember lalu.
’’Isu tenaga kerja asing atau anti-Tionghoa masih belum membawa dampak yang terlalu negatif. Begitu juga dengan demo-demo besar kemarin. Semuanya masih manageable,’’ imbuhnya.
Deputi Bidang Pengendalian dan Penanaman Modal BKPM M. Azhar Lubis menambahkan, mayoritas investasi Tiongkok berasal dari pembangunan smelter dan pembangkit listrik.
Selain di sektor tersebut, mereka menanamkan modal di sektor properti dan perkebunan.
’’Mereka memang cukup besar (investasi) di sektor-sektor tersebut (smelter dan pembangkit listrik). Ada juga mereka masuk ke sektor akomodasi seperti hotel,’’ ujar Azhar Lubis.
Salah satu pusat industri smelter yang menerima banyak investasi Tiongkok adalah Kawasan Industri Konawe di Sulawesi Tenggara dan Kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah.
Keduanya merupakan bagian dari program pengembangan basis industri logam. (ken/c19/sof)