JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Upaya perbaikan iklim investasi mulai membuahkan hasil. Meski belum signifikan, Indonesia mencatat kenaikan peringkat dalam hal kemudahan berbisnis. Sayangnya, Indonesia tetap kalah jauh dari negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan bahkan Brunei Darussalam.
Dalam laporan Doing Business 2015 yang dirilis Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-114, naik tiga peringkat dari posisi Doing Business 2014 di ranking ke-117. “Survei ini mencakup 189 wilayah ekonomi,” ujar Rita Ramalho, ketua tim Doing Business 2015, sebagaimana dikutip kemarin (29/10).
Dalam laporan tersebut, posisi pertama sebagai wilayah paling ramah untuk berbisnis masih dipegang Singapura. Ini adalah kali kesembilan Negeri Singa itu nangkring di posisi teratas. Urutan kedua diduduki Selandia Baru. Disusul Hongkong di posisi ketiga. Berikutnya, di daftar 10 besar, berturut-turut adalah Denmark di posisi ke-4, lalu Korea Selatan, Norwegia, Amerika Serikat (AS), Inggris, Finlandia, dan Australia.
Beberapa catatan terhadap Indonesia dalam laporan tersebut adalah apresiasi atas peningkatan kemudahan berusaha. Misalnya, penerapan sistem online untuk perizinan di Kementerian Hukum dan HAM. Lalu, kemudahan mendapat akses sambungan listrik serta perbaikan sistem pajak untuk perusahaan.
Namun, ada pula catatan negatif yang diberikan untuk ekspor impor karena minimnya infrastruktur pelabuhan. “Jika sebelumnya survei hanya dilakukan di Jakarta, tahun ini mencakup Jakarta dan Surabaya,” kata Rita.
Meski mencatat kenaikan peringkat, Indonesia tidak boleh lantas berpuas diri. Sebab, negara-negara ASEAN yang pada akhir 2015 berkompetisi dalam skema Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah mencapai level jauh di atas Indonesia.
Selain Singapura yang sudah langganan di posisi pertama, negeri jiran Malaysia telah nangkring di peringkat ke-18. Lalu, Thailand (ke-26), Vietnam (ke-78), Filipina (ke-95), dan Brunei Darussalam (ke-101). Indonesia di peringkat ke-114 hanya unggul atas Kamboja di posisi ke-135 dan Timor Leste yang tercecer di posisi ke-172.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyatakan, perbaikan kemudahan investasi merupakan salah satu elemen kunci untuk memperbaiki daya saing Indonesia. Apalagi, harus diakui, saat ini daya saing Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara ASEAN lainnya. “Indonesia harus bergerak cepat agar tidak terseok saat pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN,” tegasnya.
Karena itu, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melakukan blusukan pertama ke kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) layak diapresiasi. Menurut Enny, perbaikan layanan investasi lebih bisa diperbaiki dalam jangka pendek daripada perbaikan infrastruktur seperti membangun pelabuhan atau jalan tol yang butuh waktu beberapa tahun. “Jangan sampai investor lebih memilih negara lain daripada Indonesia karena iklim investasi yang buruk,” katanya. (owi/c5/sof)