31.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Komisi VII Terus Dorong Pemerintah, Wujudkan Energi Terbarukan

Gus Irawan Pasaribu

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi VII DPR-RI yang membidangin energi dan lingkungan hidup terus mendorong pemerintah untuk mewujudkan energi baru terbarukan (EBT).

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu melalui sambungan telefon, Kamis (25/1), menyikapi lambatnya proses alih energi yang masih mengandalkan bahan bakar minyak (fosil).

Gus Irawan Pasaribu yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI, mengungkapkan selama ini penggunaan energi fosil di Indonesia masih cukup besar. Hal ini, berakibat terus menurunnya ketersediaan energi fosil karena tingginya kebutuhan energi nasional.

Optimalisasi penggunaan energi baru terbarukan adalah sebuah keniscayaan karena dampak dari energi fosil yang sangat merusak lingkungan dan pada akhirnya akan habis karena keterbatasannya, jelasnya. Penggunaan energi baru dan terbarukan sebagai sumber energi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong penggunaan energi baru terbarukan.

Menurut dia, mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan potensi-potensi energi terbarukan yang ada. Sebagaimana hasil dari Paris Agreement pada 2015, bahwasanya mendorong upaya menahan kenaikan temperatur global di bawah dua derajat celcius dan mengembangkan kebijakan mengurangi emisi gas. Salah satu caranya dengan mengurangi penggunaan energi fosil serta beralih kepada energi baru terbarukan.

“Ke depan kita harus mendorong energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan. Ke depan, perlu dipikirkan penggunaan energi baru yaitu nuklir yang sangat bersih dan bisa bersaing serta teknologinya sudah maju,” ujarnya.

Menurut Gus Irawan dalam pembahasan di internal Komisi VII pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menciptakan udara yang lebih sehat dan ramah terhadap lingkungan. Pembangunan PLTN ini masih mengalami kendala diantaranya perundang-undangan yang belum membuka PLTN di bangun di Indonesia.

Dia menyebutkan ada peraturan pemerintah tentang kebijakan energi nasional yang menempatkan PLTN sebagai opsi terakhir, ini penyebabnya PLTN belum bisa dibangun di Indonesia. Secara politis sebenarnya, DPR-RI, kata dia, berpendapat PLTN sudah saatnya dibangun karena energi yang menggunakan fosil akan segera habis. “Oleh karena itu kita perlu menyiapkan potensi energi baru terbarukan salah satunya PLTN ini,” tegas Gus.

Dalam diskusi yang lebih panjang dengan anggota DPR-RI di Komisi VII, Gus menyatakan pada prinsipnya tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak membangun tenaga nuklir. “Kalau DPR diminta untuk memperkuat aspek legislasinya, sejak kami berkumpul di Komisi VII, kita punya keinginan kuat untuk membangun itu,” jelasnya.

Komisi VII, kata dia, telah mendapat informasi dari Dewan Energi Nasional, yang dalam kebijakannya mengatakan bahwa nuklir adalah pilihan energi terakhir. “Padahal seharusnya tidak boleh ada diskriminasi energi dalam proses pembangunan di Indonesia. Kami dan kawan-kawan di Komisi VII malah curiga ini ada faktor politis dari negara-negara yang memang tidak menginginkan Indonesia maju. Ini harus kita kejar, demi tercapainya kedaulatan energi,” ucapnya.

Pihaknya punya keinginan kuat untuk membangun yang lebih efektif, efisien, murah dan lebih berkekuatan yaitu PLTN. “Kalau ada hal-hal yang harus kita perjuangkan bersama, seperti revisi Undang-Undang Ketenaganukliran, maka akan kita lakukan,” sambungnya.

Persoalannya, lanjutnya, bukanlah pada DPR, melainkan pada pemerintah. “Sudah puluhan tahun tidak ada kemajuan. Jangan-jangan kita ini sengaja diperlambat proses perkembangannya. Negara-negara kapitalis sepertinya tidak ingin Indonesia maju,” ujarnya. (rel/ila)

Gus Irawan Pasaribu

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi VII DPR-RI yang membidangin energi dan lingkungan hidup terus mendorong pemerintah untuk mewujudkan energi baru terbarukan (EBT).

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu melalui sambungan telefon, Kamis (25/1), menyikapi lambatnya proses alih energi yang masih mengandalkan bahan bakar minyak (fosil).

Gus Irawan Pasaribu yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI, mengungkapkan selama ini penggunaan energi fosil di Indonesia masih cukup besar. Hal ini, berakibat terus menurunnya ketersediaan energi fosil karena tingginya kebutuhan energi nasional.

Optimalisasi penggunaan energi baru terbarukan adalah sebuah keniscayaan karena dampak dari energi fosil yang sangat merusak lingkungan dan pada akhirnya akan habis karena keterbatasannya, jelasnya. Penggunaan energi baru dan terbarukan sebagai sumber energi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong penggunaan energi baru terbarukan.

Menurut dia, mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan potensi-potensi energi terbarukan yang ada. Sebagaimana hasil dari Paris Agreement pada 2015, bahwasanya mendorong upaya menahan kenaikan temperatur global di bawah dua derajat celcius dan mengembangkan kebijakan mengurangi emisi gas. Salah satu caranya dengan mengurangi penggunaan energi fosil serta beralih kepada energi baru terbarukan.

“Ke depan kita harus mendorong energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan. Ke depan, perlu dipikirkan penggunaan energi baru yaitu nuklir yang sangat bersih dan bisa bersaing serta teknologinya sudah maju,” ujarnya.

Menurut Gus Irawan dalam pembahasan di internal Komisi VII pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menciptakan udara yang lebih sehat dan ramah terhadap lingkungan. Pembangunan PLTN ini masih mengalami kendala diantaranya perundang-undangan yang belum membuka PLTN di bangun di Indonesia.

Dia menyebutkan ada peraturan pemerintah tentang kebijakan energi nasional yang menempatkan PLTN sebagai opsi terakhir, ini penyebabnya PLTN belum bisa dibangun di Indonesia. Secara politis sebenarnya, DPR-RI, kata dia, berpendapat PLTN sudah saatnya dibangun karena energi yang menggunakan fosil akan segera habis. “Oleh karena itu kita perlu menyiapkan potensi energi baru terbarukan salah satunya PLTN ini,” tegas Gus.

Dalam diskusi yang lebih panjang dengan anggota DPR-RI di Komisi VII, Gus menyatakan pada prinsipnya tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak membangun tenaga nuklir. “Kalau DPR diminta untuk memperkuat aspek legislasinya, sejak kami berkumpul di Komisi VII, kita punya keinginan kuat untuk membangun itu,” jelasnya.

Komisi VII, kata dia, telah mendapat informasi dari Dewan Energi Nasional, yang dalam kebijakannya mengatakan bahwa nuklir adalah pilihan energi terakhir. “Padahal seharusnya tidak boleh ada diskriminasi energi dalam proses pembangunan di Indonesia. Kami dan kawan-kawan di Komisi VII malah curiga ini ada faktor politis dari negara-negara yang memang tidak menginginkan Indonesia maju. Ini harus kita kejar, demi tercapainya kedaulatan energi,” ucapnya.

Pihaknya punya keinginan kuat untuk membangun yang lebih efektif, efisien, murah dan lebih berkekuatan yaitu PLTN. “Kalau ada hal-hal yang harus kita perjuangkan bersama, seperti revisi Undang-Undang Ketenaganukliran, maka akan kita lakukan,” sambungnya.

Persoalannya, lanjutnya, bukanlah pada DPR, melainkan pada pemerintah. “Sudah puluhan tahun tidak ada kemajuan. Jangan-jangan kita ini sengaja diperlambat proses perkembangannya. Negara-negara kapitalis sepertinya tidak ingin Indonesia maju,” ujarnya. (rel/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/