30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Lada Sambas, Penyedap Rasa Dorong Ekonomi Warga

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bagi petani tepi Sungai Sambas, lada bukan hanya sekedar rempah yang tumbuh di sekitar hunian warga desa dan bumbu penyedap rasa. Tanaman lada yang tumbuh disangga kayu kokoh juga mampu menopang ketahanan ekonomi keluarga yang bermukim di sejumlah desa di lintasan jalur sungai bagian barat Provinsi Kalimantan.

Petani lada yang telah dibudidayakan lebih dari tiga generasi ini telah mengantarkan anak-anak Desa Sendoyan menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Haji Muslimin, yang bermukim lebih dari 30 tahun mengungkapkan rasa bahagianya ketika bersama kepala desa dan pengurus koperasi petani lada meninjau kebun lada.

“Anak saya 7 orang. Alhamdullilah sudah lulus sekolah dan bekerja dari hasil lada ini. Ada yang menjadi sarjana pertanian, sarjana kehutanan, dan guru,” ujar Muslimin, tokoh masyarakat Dusun Batu Layar yang terus bersemangat untuk mengelola lahan tanaman ladanya bersama keluarga.

Tumbuhan lada yang tertata rapi menyelimuti sebagian lahan hijau bumi Borneo ini sempat mengalami masa kejayaan dengan bibit unggul varietas Bengkayang. Melalui koperasi yang awalnya diinisiasi oleh 3 srikandi Sambas, petani lada mencoba bangkit dengan nilai tambah
produk olahan lada bubuk yang telah dipasarkan sampai ke negeri seberang, Malaysia.

Haji Muslimin mengakui bahwa dulu ia tak pernah berpikir akan mampu mewujudkan mimpi bahwa petani akan berangkat ke baitullah menunaikan ibadah haji. Namun dengan kegigihan dan kerja keras, ia bersama beberapa petani lainnya telah menunaikan ibadah haji.

Sebagai wilayah 3T (tertinggal, terpencil, dan terluar) perbatasan NKRI yang hanya berjarak kurang dari 200 km dari Kota Kucing Malaysia, Kabupaten Sambas tengah digempur dengan rentetan ancaman ekonomi yang dibawa bersamaan masuknya produk-produk buatan Malaysia.

“Mengingat hal itu, sudah sepatutnya menjadi kewajiban kita untuk meningkatkan taraf ekonomi Sambas agar bisa keluar dari status 3T, salah satunya melalui produk unggulan lada Sambas yang kaya potensi untuk mendunia,” kata Juliansyah, Kepala Desa Sendoyan, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas.

Semakin berkembangnya industri makanan, warga Kabupaten Sambas yang mayoritas berprofesi sebagai petani melihat sebuah peluang untuk mengolah sumber daya daerahnya yang kaya akan tanaman lada dengan harapan bisa memasok ke berbagai daerah di Indonesia.

Keunikan cita rasa yang tidak terlalu pedas dan berbeda dari lada lainnya merupakan sesuatu yang patut dicicipi lidah penggemar rempah. Sehari-hari, para petani dari dua belas desa di Kabupaten Sambas berkumpul di hamparan tanaman lada seluas 213 hektar yang berlokasi di Desa Sedoyan. Dengan penuh perhatian mereka membudidayakan tanaman yang dijuluki “King of Spices” itu hingga musim panen tiba.

Di bawah terik maupun derasnya hujan, 629 petani lada berpugak-pugak demi menghasilkan lada yang juga menjadi sumber penghasilan mereka.

Waktu panen tiba, petani lada memulai proses pemetikan buah lada dari pohonnya. Kemudian, lada dipisahkan dari tangkainya sebelum dijemur sekitar empat hari lamanya. Kerja keras petani tidak sia-sia. Dalam satu tahun, petani lada Sambas dapat menghasilkan sebanyak 200 ton biji
kering.

Biji mentahan tersebut nantinya dibeli oleh Koperasi Srikandi Jaya Sambas. Di bawah merek Batu Layar, biji lada hasil panen petani disulap menjadi lada bubuk. Prosesnya, lada kering yang dibeli melewati proses penggilingan hingga menjadi butiran kecil halus.

Lada yang sudah menjadi bubuk selanjutnya dikemas dalam botol berukuran 80 gram, label Batu Layar terpampang di depan botol. Kapasitas produksi lada ini dapat mencapai 1.800 botol tiap bulannya Hingga kini, produk lada bubuk Sambas masih dipasarkan secara lokal melalui toko sembako dan pelaku usaha kuliner.

Namun tentu tidak menutup kemungkinan bagi komoditas primadona Kabupaten Sambas ini untuk menembus pasar yang lebih luas tidak hanya di daerah perkotaan
tapi juga hingga ke pelosok Indonesia.

Banyak dukungan yang datang dari berbagai pihak untuk membantu warga Sambas mengembangkan usahanya dan meningkatkan mutu dan kualitas lada. Salah satunya adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank melalui program Desa Devisa.

Program ini memberikan pendampingan dan pelatihan kepada petani dalam perihal produksi, pemasaran, dan kebijakan sehingga produk lada Sambas bisa segera merambah pasar ekspor.

Mimpi tinggi petani Sambas untuk menghantarkan produknya ke panggung global pun perlahan menjadi pasti. Tak disangka, rempah yang mulanya semata penyedap rasa makanan bagi banyak orang bisa menjadi pembangkit asa bagi warga desa di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.(gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bagi petani tepi Sungai Sambas, lada bukan hanya sekedar rempah yang tumbuh di sekitar hunian warga desa dan bumbu penyedap rasa. Tanaman lada yang tumbuh disangga kayu kokoh juga mampu menopang ketahanan ekonomi keluarga yang bermukim di sejumlah desa di lintasan jalur sungai bagian barat Provinsi Kalimantan.

Petani lada yang telah dibudidayakan lebih dari tiga generasi ini telah mengantarkan anak-anak Desa Sendoyan menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Haji Muslimin, yang bermukim lebih dari 30 tahun mengungkapkan rasa bahagianya ketika bersama kepala desa dan pengurus koperasi petani lada meninjau kebun lada.

“Anak saya 7 orang. Alhamdullilah sudah lulus sekolah dan bekerja dari hasil lada ini. Ada yang menjadi sarjana pertanian, sarjana kehutanan, dan guru,” ujar Muslimin, tokoh masyarakat Dusun Batu Layar yang terus bersemangat untuk mengelola lahan tanaman ladanya bersama keluarga.

Tumbuhan lada yang tertata rapi menyelimuti sebagian lahan hijau bumi Borneo ini sempat mengalami masa kejayaan dengan bibit unggul varietas Bengkayang. Melalui koperasi yang awalnya diinisiasi oleh 3 srikandi Sambas, petani lada mencoba bangkit dengan nilai tambah
produk olahan lada bubuk yang telah dipasarkan sampai ke negeri seberang, Malaysia.

Haji Muslimin mengakui bahwa dulu ia tak pernah berpikir akan mampu mewujudkan mimpi bahwa petani akan berangkat ke baitullah menunaikan ibadah haji. Namun dengan kegigihan dan kerja keras, ia bersama beberapa petani lainnya telah menunaikan ibadah haji.

Sebagai wilayah 3T (tertinggal, terpencil, dan terluar) perbatasan NKRI yang hanya berjarak kurang dari 200 km dari Kota Kucing Malaysia, Kabupaten Sambas tengah digempur dengan rentetan ancaman ekonomi yang dibawa bersamaan masuknya produk-produk buatan Malaysia.

“Mengingat hal itu, sudah sepatutnya menjadi kewajiban kita untuk meningkatkan taraf ekonomi Sambas agar bisa keluar dari status 3T, salah satunya melalui produk unggulan lada Sambas yang kaya potensi untuk mendunia,” kata Juliansyah, Kepala Desa Sendoyan, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas.

Semakin berkembangnya industri makanan, warga Kabupaten Sambas yang mayoritas berprofesi sebagai petani melihat sebuah peluang untuk mengolah sumber daya daerahnya yang kaya akan tanaman lada dengan harapan bisa memasok ke berbagai daerah di Indonesia.

Keunikan cita rasa yang tidak terlalu pedas dan berbeda dari lada lainnya merupakan sesuatu yang patut dicicipi lidah penggemar rempah. Sehari-hari, para petani dari dua belas desa di Kabupaten Sambas berkumpul di hamparan tanaman lada seluas 213 hektar yang berlokasi di Desa Sedoyan. Dengan penuh perhatian mereka membudidayakan tanaman yang dijuluki “King of Spices” itu hingga musim panen tiba.

Di bawah terik maupun derasnya hujan, 629 petani lada berpugak-pugak demi menghasilkan lada yang juga menjadi sumber penghasilan mereka.

Waktu panen tiba, petani lada memulai proses pemetikan buah lada dari pohonnya. Kemudian, lada dipisahkan dari tangkainya sebelum dijemur sekitar empat hari lamanya. Kerja keras petani tidak sia-sia. Dalam satu tahun, petani lada Sambas dapat menghasilkan sebanyak 200 ton biji
kering.

Biji mentahan tersebut nantinya dibeli oleh Koperasi Srikandi Jaya Sambas. Di bawah merek Batu Layar, biji lada hasil panen petani disulap menjadi lada bubuk. Prosesnya, lada kering yang dibeli melewati proses penggilingan hingga menjadi butiran kecil halus.

Lada yang sudah menjadi bubuk selanjutnya dikemas dalam botol berukuran 80 gram, label Batu Layar terpampang di depan botol. Kapasitas produksi lada ini dapat mencapai 1.800 botol tiap bulannya Hingga kini, produk lada bubuk Sambas masih dipasarkan secara lokal melalui toko sembako dan pelaku usaha kuliner.

Namun tentu tidak menutup kemungkinan bagi komoditas primadona Kabupaten Sambas ini untuk menembus pasar yang lebih luas tidak hanya di daerah perkotaan
tapi juga hingga ke pelosok Indonesia.

Banyak dukungan yang datang dari berbagai pihak untuk membantu warga Sambas mengembangkan usahanya dan meningkatkan mutu dan kualitas lada. Salah satunya adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank melalui program Desa Devisa.

Program ini memberikan pendampingan dan pelatihan kepada petani dalam perihal produksi, pemasaran, dan kebijakan sehingga produk lada Sambas bisa segera merambah pasar ekspor.

Mimpi tinggi petani Sambas untuk menghantarkan produknya ke panggung global pun perlahan menjadi pasti. Tak disangka, rempah yang mulanya semata penyedap rasa makanan bagi banyak orang bisa menjadi pembangkit asa bagi warga desa di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.(gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/