MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemegang saham PT Sumber Prima Lestari (SPL) Exsan Fensury dilaporkan ke Polda Sumut dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu. Hal itu diibuktikan dengan Laporan Polisi No. LP/336/II/2021/SUMUT/SPKT I dengan dugaan Tindak Pidana menggunakan surat palsu.
Marimon Nainggolan SH MH selaku penasihat hukum Exsan Fensury kepada wartawan, Minggu (31/10) mengatakan, neraca dan laporan laba rugi PT SPL ditandatangi para pemegang saham secara sah sesuai ketentuan hukum.
Advokat dari Law Office Nainggolan & Parnerts ini menanggapi dugaan tindak pidana yang disangkakan kepada Exsan Fensury tersebut.
Dalam laporannya ada dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu menyebutkan, pada awalnya pelapor berinisial TAF merupakan Direktur di PT Sumber Prima Lestari (SPL) dan Exsan Fensury merupakan komisaris sekaligus pemegang saham dan dengan telah sepakat pembagian deviden sebesar 50-50 persen.
Selain hal tersebut, komisaris yang dijabat oleh Exan Fensury juga diberikan kuasa direktur untuk menjalankan operasional perusahaan PT SPL, dengan pemberian insentif atau bonus.
Pada tanggal 15 Oktober 2014, TAF secara pribadi mengirimkan surat kepada Exan Fensury yang pada pokoknya menyampaikan perihal adanya keberatan dari hasil pemeriksaan data keuangan PT SPL dan koreksi-koreksinya berupa laporan keuangan, dengan klausul berupa kalimat “Bila ada data-data lain yang belum disampaikan, mohon kiranya segera disampaikan ke saya secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Oktober 2014. Bilamana sampai tanggal yang ditentukan diatas tidak ada data-data lain, maka koreksi-koreksi di laporan keuangan PT. SPL tersebut yang saya sampaikan bersama surat ini dinyatakan sah oleh kita berdua sebagai pemegang saham, “ paparnya.
Dan kemudian berlanjut pada tanggal 24 November 2014 bertempat di Kota Batam, Exan Fensury menghadiri undangan RUPS sebagaimana yang telah diagendakan dalam undangan rapat sebelumnya, namun sepanjang berjalannya rapat Exan Fensury, TAF sudah menyusun neraca dan laporan laba rugi dan telah ditanda tangani dan dicap stempel perusahaan, namun kliennya (Exan Fensury) belum tanda tangan neraca dan laporan laba rugi tersebut, karena masih membutuhkan validasi atas neraca dan laporan laba rugi yang telah dibuat dan disusun oleh TAF.
Jadi, sambungnya, sehingga dalam daftar hadir rapat dituliskan dengan tulisan tangan catatan: “Masih ada perhitungan yang perlu diselesaikan diperkirakan 1 minggu dari hari ini, “ tambahnya.
Bahwa setelah kliennya melakukan pengecekan terhadap pembukuan PT SPL, ternyata dalam neraca dan laporan keuangan tersebut telah dicantumkan nilai pasiva dan aktiva yang dibuat dan disusun oleh TAF, dan karena telah sesuai dengan yang diketahui oleh kliennya, sehingga Exan Fensury menyetujui nilai pasiva dan aktiva yang dicantumkan dalam neraca dan laporan tersebut, maka Exan Fensury selaku pemegang saham sekaligus komisaris menandatangani neraca dan laporan laba rugi periode Januari 2011-Agustus 2014 serta Neraca Per 31 Agustus 2014 yang sebelumnya telah ditandatangi oeh pelapor dan cap stempel perusahaan dan neraca serta laporan keuangan tersebut, tidak pernah diubah dan tidak ada yang berubah dengan yang dibuat dan disusun oleh TAF.
Dan kliennya Marimon hanya menandatangi neraca dan laporan yang diberikan pelapor kepada Exan Fensury selaku komisaris dan tidak ada yang berubah dan berbeda, baik model tulisan maupun susunan kata, nilai dan nominal. “Klien Marimon tidak ada melakukan perubahan data apapun, kecuali hanya menandatangani neraca dan laporan keuangan tersebut yang telah ditandatangani oleh TAF selaku Direktur dan telag dicap stempel perusahaan, maka penandatangan neraca dan laporan keuangan oleh klien Marimon adalah sah secara hukum dan bukan perbuatan pidana,” terangnya.
Selain hal tersebut, ada juga putusan pernyataan pailit atas permohonan pelapor di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan No. 1/Pailit-Pdt.Sus/2021/PN. Niaga-Mdn. Di mana permohonan pailit yang dimohonkan pelapor telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Medan. Alasan penolakan karena tidak terpenuhinya syarat formil atas permohonan pailit, yang dilakukan oleh pelapor.
Dalam hal ini maka pelapor sendirilah yang patut diduga memalsukan surat atau menggunakan surat palsu atau surat yang diduga keadaannya palsu, sehingga jika ada pihak yang merasa RUPS tidak dilakukan adalah keliru dan apabila ada pihak yang tidak menerima hasil RUPS tersebut, maka bisa mengajukan gugatan perdata untuk membatalkan hasil/keputusan RUPS, bukan melaporkan dugaan pemalsuan ataupun menggunakan surat palsu atau keadaannya palsu.
Katanya, TAF atau pelapor merupakan terpidana yang melakukan penggelapan dalam jabatan sesuai putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 93 K/Pid/2021 tanggal 2 Pebruari 2021 (telah berkekuatan hukum tetap dan telah dilaksanakan), sehingga Penasihat Hukum berharap laporan polisi yang ditujukan kepada kliennya, agar lebih teliti dengam hati hati dan profesional dalam melakukan penegakan hukum dan tidak menimbulkan asumsi kriminalisasi dengan cara mempidanakan persoalan keperdataan. “Dan kita akan tetap kawal kasus ini dan akan kita minta perlindungan hukum kepada Instansi penegak hukum,” pungkasnya. (rel/azw)