JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Edi Palembang, bandit kelas kakap yang menembak mati polisi di Pekanbaru, akhirnya dibekuk. Namun, DPO kasus perampokan ini ditembak mati polisi di Jakarta.
Edi dibekuk di Kembangan Jakarta Barat, Senin (1/12) sekira pukul 04.00 WIB. Saat jejak Edi Palembang terendus, polisi segera mengatur taktik. Sebanyak 25 personel Polda Riau dan Polda Metro Jaya turun tangan.
Awalnya, polisi tak mengetahui rumah persembunyian Edi. Sebab di kawasan kumuh tersebut, ada banyak rumah. Polisi sempat bertanya ke warga sekitar. “Warga hanya menyebut rumah pojok di kawasan tersebut sering ditempati orang asing,” kata Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Hariwiyawan yang turut serta dalam penggrebekan itu.
Tim pun mengepung 3 rumah bagian pojok di kawasan tersebut. Mereka menggeledah 3 rumah tersebut. Edi ternyata berada di rumah paling tengah bersama dua rekannya. “Satu pemilik rumah, satu lagi teman yang mengantarkan Edi dari Lampung ke kawasan itu. Dua orang itu langsung menyerah saat polisi menggerebek,” kata Kompol Hari, panggilan Hariwiyawan.
Dalam keadaan terkepung, Edi tak menyerah. Ia berusaha berusaha kabur ke kamar mandi dan mengambil pistolnya. Terjadi baku tembak antara Edi dan polisi. “Dia melakukan perlawanan dengan senjata. Akhirnya Edi bisa kita tembak. Ada sekitar 4 peluru bersarang di tubuhnya,” kata Kompol Hari.
“Barang bukti yang ditemukan satu pucuk senpi rakitan jenis revolver dengan peluru 6 butir, ada HP 5 unit dan dua dompet,” kata Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo. Kronologi penangkapan, Unit Jatanras Polda Riau dan Unit Jatanras Polda Metro telah mendeteksi keberadaan tersangka Edi Palembang di Jakarta Barat.
Sebelum pelaku terdeteksi di wilayah Jakarta Barat, tersangka sudah dibuntuti dari Sumatera Barat, Palembang. “Malah saat berada di Jambi sempat kontak senjata dengan tersangka. Saat itu tersangka lolos,” kata AKBP Guntur.
Dari sana, tersangka mengendap di Lampung yang selanjutnya menyeberang ke Jakarta. “Saat digerebek pelaku berusaha mengambil senjatanya. Melihat pengalaman sebelumnya dimana tersangka selalu melakukan penembakan terlebih dahulu, maka dengan sangat terpaksa dilakukan penembakan dan akhirnya tersangka tewas,” kata AKBP Guntur.
“Saat dilakukan penangkapan, kita juga mengamankan dua rekan tersangka, inisial BS warga Padang, dan FW warga Lampung. Mereka ini komplotan perampok bersenjata lintas provinsi,” tutup AKBP Guntur.
Begitu juga penuturan Kompol Hari. Setelah Edi melakukan penembakan terhadap anggota Polsek Senapelan, polisi langsung bergerak mengikuti jejaknya. Edi diburu ke Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung dan berakhir di Jakarta.
Sebenarnya, lanjut Kompol Hari, sepekan lalu tim Polresta Pekanbaru sudah mencoba menggerebek Edi Palembang di Kabupaten Sarolangon, Jambi. Ketika itu Edi bersama 4 rekannya lagi makan di warung.
“Saat kita gerebek, Edi cs melakukan perlawanan. Kita sempat kontak senjata dengan dengan kawanan bandit itu. Mereka menggunakan senjata laras panjang dan pistol,” kata Kompol Hari. Dalam penyergapan itu, bandit Edi cs ini berhasil lolos lari ke dalam kawasan hutan. Ketika berlari, ada 3 senjata yang terlepas dari kawanan bandit pimpinan Edi Palembang.
“Kita berhasil menyita, satu senjata laras panjang, satu pistol jenis FN dan satu pistol rakitan. Senjata ini lepas dari tangan mereka saat kita buru ke dalam hutan,” kata Kompol Hari.
DIDUGA TERLIBAT PERAMPOKAN CIMB NIAGA MEDAN
Berdasarkan data Polda Riau, Edi bernama asli Arkardinata alias Riki alias Dina. Usianya 38 tahun. Terakhir ia dipenjara di LP Jambi dan berhasil kabur. Ia juga pernah ditahan polisi, dan lagi-lagi berhasil kabur.
Meski ada embel-embel ‘Palembang’, Edi bukan berasal dari Palembang Sumatera Selatan. Ia justru berasal dari Solok, Sumatera Barat (Sumbar). Di sana, ia juga jadi DPO.
Tak tertutup kemungkinan, Edi terlibat dalam perampokan Bank CIMB di Medan Sumatera utara untuk membiayai aksi terorisme di Poso. Selain Edi, pelaku lainnya sudah ditangkap dan kini berada di bui.
Edi diidentifikasi sebagai bagian dari sindikat perampokan lintas provinsi, terutama Jawa dan Sumatera. Terakhir kali ia dibui di Jambi dalam kasus perampokan, tapi kabur sebelum menjalani masa hukumannya.
“Kalau dia tertangkap, selalu bilang jika nanti kalau sudah keluar dari tahanan akan merampok lagi,” kata Kompol Hari.
Edi jadi DPO tiga Polda, yakni Jambi, Sumbar, dan Riau. Ia merampok pabrik dan toko emas. Untuk menghindari kejaran polisi, ia hidup nomaden. Mulai dari Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung hingga Jakarta.
Menurut Kompol Hari, Edi Palembang Cs pernah melakukan aksi kejahatan di Pekanbaru sekitar bulan April 2014. Dia merampok sebuah pabrik di Kecamatan Tenayan Raya. Dalam aksinya, dia membunuh satpam perusahaan dengan sadis.
Saat akan melakukan aksi kejahatan lainnya, sekitar 3 pekan lalu, ia dan kawan-kawannya digerebek. Namun ia lolos dan menembak anggota Polsek Senapelan, Aipda Bahari. Di Polda Sumbar, Edi tercatat sebagai perampok. Di Jambi, Edi merampok 20 kg emas. “Edi pernah lari dari tahanan polisi, karena mengiming-imingi penjaga tahanan akan diberikan emas dari hasil rampokannya. Sehingga dia lolos dan lari ke Pekanbaru,” kata Kompol Hari.
Edi juga pernah merampok emas Subang, Jawa Barat. Dalam berbagai aksi kejahatannya, Edi selalu menenteng senjata. Perampok yang dikenal raja tega ini selalu membawa senpi dan melawan aparat selama beberapa tahun terakhir. Dari mana ia mendapatkan peluru? Disebut-sebut, Edi mendapat pasokan amunisi dari aparat di Jambi. Isunya, dia juga dekat oknum aparat sehingga lolos saat digerebek. Benarkah?
“Apapun informasinya terkait Edi Palembang, tetap jadi masukan bagi kita. Kita memang mendapatkan informasi itu (soal pasokan peluru dari oknum polisi). Nanti kita koordinasi hal itu dengan Polda Jambi,” kata Direskrim Umum Polda Riau, Kombes Arif Rachman Hakim.
Dari tangan Edi, polisi mengamankan 4 pucuk senpi. Terdiri dari pistol FN, senjata laras panjang, dan satu pistol rakitan dengan dengan 36 butir peluru.
“Dugaan soal dipasok dari oknum itu tetap kita selidiki. Kita akan bekerjasama dengan Polda Jambi. Kita belum mendapatkan informasinya secara lengkap. Apalagi ini kan tidak wilayah kita, jadi memang harus ada koordinasi lebih lanjut,” kata Kombes Arif.
Soal komunikasi Edi dengan oknum polisi, Kombes Arif juga mengatakan hal serupa. “Pokoknya semua dugaan itu tetap akan kita koordinasikan. Karena ini kan melibatkan tiga provinsi, Sumbar, Jambi dan Riau,” kata Kombes Arif. (net)