Site icon SumutPos

Suami Idawati Ajukan PK

Idawati boru Pasaribu masih bebas berkeliaran, meski telah divonis MA 16 tahun penjara, kasus pembunuhan Bidan Dewi Nurmala.
Idawati boru Pasaribu masih bebas berkeliaran, meski telah divonis MA 16 tahun penjara, kasus pembunuhan Bidan Dewi Nurmala.

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Setahun sudah,MA RI memvonis Bunga Hati Idawati boru Pasaribu alias Elsaria Idawati Pasaribu (51) dengan pidana 16 tahun penjara. Namun sampai detik ini, terpidana pembunuhan bidan Nurmala Dei boru Tinambunan (31) itu belum juga dieksekusi Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuk Pakam.

Eksekusi belum terlaksana, ternyata ‘diam-diam’ pengusaha ekspedisi yang beralamat di Jalan Kebun Bawang IV, Nomor 44 RT 006 RW 08, Kelurahan Kebon Bawang, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Kampung Agas RT 003 RW 007 Kelurahan Sungai Harapan, Kecamatan Sekupang, Kota Batam ini sudah mengajukan PK (Peninjauan Kembali) ke Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam, Rabu (22/7) lalu.

Anehnya, upaya hukum luar biasa ini diajukan oleh Maranti Sigalingging, suami Idawati. Setelah permohonan itu teregister dengan nomor 02/Pid.PK/2015/PN Lubuk Pakam. Tiga majelis hakim pun sudah ditunjuk untuk menangani perkaranya. Mereka adalah Sabar Simbolon SH, Leni Megawati Napitupulu SH dan Eduwar SH dengan panitera pengganti Bisker Manik dengan jadwal sidang pada Rabu (26/8) mendatang.

Humas PN Lubuk Pakam, Halida Rahardhini SH yang dikonfirmasi, Senin (3/8) siang mengaku pihaknya tak dapat menolak permohonan PK. Diterima atau ditolaknya PK itu tergantung majelis hakim apakah akan diteruskan ke MA RI atau tidak. “Dalam sidang PK, majelis hakim hanya mengeluarkan pendapat mengenai PK tersebut apakah diteruskan ke MA RI atau tidak diteruskan,” dalihnya.

Sementara itu, Ariani boru Sihotang, ibu kandung korban didampingi kuasa hukumnya M Sihotang, SH mengaku datang ke PN Lubuk Pakam untuk memastikan kabar tersebut. Masih mengenakan seragam PNS-nya, Ariani langsung berjalan menuju ruang pidana. Setelah mendapat jawaban dari salah seorang staf di sana, Ariani langsung meneteskan air mata. “Anakku sudah mati tapi pelakunya masih berkeliaran. Bisa pula lagi suami terpidana itu mengajukan permohonan PK, padahal terpidananya belum ditangkap. Banyak kalilah permainan hukum di PN Lubuk Pakam ini,” lirihnya.

Ariani jelas keberatan. Karena sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 1 Tahun 2012, pengajuan PK harus dihadiri si terpidana (Idawati) dan tak bisa diwakili oleh kuasa hukum maupun ahli warisnya. “Seharusnya eksekusi dulu dilaksanakan, baru pengajuan PK. Saya keberatan,” terangnya. Ariani makin tak habis pikir, PK itu justru diterima oleh PN Lubuk Pakam. “Terpidana Idawati kan melarikan diri bukan meninggal dunia. Jadi apa dasar hukumnya permohonan PK dapat diajukan oleh ahli waris? Kami akan mencari keadilan,”ucapnya.

Ditambahkannya, dengan diterimanya PK tersebut, keluarganya akan membuat laporan secara tertulis ke MA RI, Komisi Yudisial dan instansi pemerintahan lainnya. “Rasanya tidak ada lagi keadilan di PN Lubuk Pakam. Semua bisa diatur dengan uang. Kalau ada uang apapun bisa terjadi di PN Lubuk Pakam ini,”sesalnya. Terpisah Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Lubuk Pakam Iwan Ginting yang dikonfirmasi, mengaku belum menerima pemberitahuan dari PN Lubuk Pakam soal pengajuan PK itu. “Belum bisa kita komentari karena belum ada pemberitahuan dari PN Lubuk Pakam. Kalau terpidana Idawati datang menghadiri sidang PK, pasti langsung kita eksekusi,” tandasnya. (man/bay/deo)

Exit mobile version