MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kuasa hukum Tamin Sukardi, Fachruddin Rifai meminta Pengadilan Tinggi (PT) Medan segera mengabulkan permohonan banding kliennya. Tamin Sukardi didakwa atas penjualan lahan negara, eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II.
Fachruddin menganggap, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang memutuskan Tamin Sukardi bersalah merupakan keliru besar.
Kata dia, bagaimana mungkin Tamin Sukardi dinyatakan bersalah, sedangkan fakta-fakta dan saksi-saksi yang terkutip ditranskrip pengadilan menyatakan sebaliknya.
Fachruddin menilai, putusan persidangan Tamin Sukardi di PN Medan beberapa waktu lalu sangat dipaksakan dan sarat tekanan.
“Sangat jelas tekanannya. Karena sejak awal penanganan kasus di Kejaksaan Agung, Tamin Sukardi yang sudah berumur 75 tahun dengan penyakit jantung kronis ditahan tanpa penangguhan,” kata Fachruddin kepada wartawan di Medan, akhir pekan lalu (3/11).
Fachruddin mengaku heran dengan sikap Kejaksaan Agung yang terlalu ngotot mengadili Tamin Sukardi. Padahal, kliennya bukan pihak yang melakukan pengikatan dengan kuasa ahli waris pemegang hak yaitu Tasman Aminoto (sudah meninggal).
Tamin Sukardi kata Fachruddin, hanya terlibat sebagai saksi di perjanjian PT Erniputra Terari untuk mengalihkan hak (bukan jual beli) kepada PT Agung Cemara Realty.
Selain itu, Tamin Sukardi juga bukan pemegang saham ataupun pengurus di PT Erniputra Terari yang bukan seluruhnya milik keluarga.
“Keterlibatan Tamin Sukardi berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum adalah berkolusi dengan Tasman Aminoto (almarhum) sejak pembuatan surat keterangan ahli waris di 2002,” katanya.
Sementara, keduanya pertama berkenalan di tahun 2006 dan tidak ada satupun saksi di pengadilan yang kenal dengan Tamin Sukardi sebelum itu.
“Jadi dimana salahnya Tamin Sukardi,” ungkapnya.
Fachruddin juga menyatakan, lahan eks HGU PTPN II itu sesungguhnya sudah ada putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan menyebutkan, para ahli waris pemegang hak tahun 1954 adalah pemilik sah atas lahan eks HGU dan sudah dilakukan eksekusi tahun 2011.
“Pertanyaannya lagi, apakah penetapan eksekusi oleh pengadilan sudah tidak lagi berharga di negeri ini,” ujar Fachruddin.
Selanjutnya, menurut Fachruddin, lahan eks HGU tersebut sudah tidak lagi menjadi milik PTPN II dan seharusnya dilakukan hapus buku sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Hal ini juga didukung oleh fatwa PT Medan bahwa proses penghapusbukuan merupakan tindakan administrasi yang berlaku secara internal di lingkungan BUMN dan tidak menghalangi proses permohonan hak baru.
“Kita bertanya kenapa “kealpaan” PTPN II dalam menghapusbuku lahan yang sudah dieksekusi oleh pengadilan menjadi masalah Tamin Sukardi,” kata Fachruddin.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan bulan Agustus lalu memvonis Tamin Sukardi dengan hukuman 6 tahun penjara dan ganti rugi Rp232 miliar. Itu karena melakukan tindak pidana korupsi penjualan lahan eks HGU PTPN II di desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara. Atas putusan ini, kuasa hukum Tamin Sukardi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan.
“Berdasarkan fakta-fakta ini semua, kami berharap Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan banding kami demi tegakkan hukum di negeri ini,” kata Fachruddin. (azw/ala)