MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Pimpinan Cabang Bank Tabungan Negara (BTN) Medan, Ferry Sonefille mengakui Akta Jual Beli (AJB) antara PT KAYA (Krisna Agung Yudha Abadi) dan PT ACR (Agung Cemara Realty) atas 93 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), yang diajukan untuk pencairan kredit senilai Rp39,5 miliar ke BTN belum ada, namun Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) ada. Padahal, AJB tersebut merupakan persyaratan untuk roya atau balik nama 93 SHGB tersebut dari PT ACR ke PT KAYA.
Hal ini disampaikan Ferry dalam kesaksiannya pada sidang lanjutan dugaan korupsi senilai Rp39,5 miliar di BTN Medan. Ferry hadir dalam statusnya sebagai saksi untuk terdakwa oknum notaris Elviera di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (4/7/2022).
Ferry mengatakan tidak punya wewenang untuk menolak pengajuan kredit yang diajukan, meski tidak punya akta jual beli lantaran itu kewenangan BTN Pusat. Mengingat, ini menyangkut prospek keuntungan yang bisa diraih BTN dalam pencairan kredit.
“Karena ini bisnis, kita lapor ke (BTN) pusat, saya tidak punya wewenang untuk menolak pengajuan kredit,” kata Ferry saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Immanuel Tarigan soal pencairan kredit di BTN.
Karenanya, Ferry memberikan rekomendasi kepada pusat tentang pengajuan permohonan kredit ini. Dalam rekomendasi yang ditandatangani Ferry, BTN Medan mengajukan rekomendasi permohonan kredit bisa dilakukan. Namun, hingga lima kali pencairan kredit dilakukan, sertifikat itu tidak kunjung diterima BTN. Mendapat jawaban itu, hakim kemudian meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan pimpinan BTN Pusat untuk mengkonfrontir keterangan Ferry.
Dalam kesaksiannya, Ferry juga mengatakan sampai pencairan Kredit Modal Kerja (KMK) senilai Rp39,5 miliar ke PT KAYA selesai disalurkan secara bertahap, tidak pernah menerima 93 SHGB yang diagunkan dalam kredit. Namun, berdasarkan fakta ternyata SHGB belum milik PT KAYA karena masih diagunkan di Bank Sumut atas nama PT Agung Cemara Realty (ACR), sehingga semestinya pencairan kredit tidak dilakukan. Legal meeting dilakukan pada 24 Februari 2014, lalu tiga hari kemudian atau 27 Februari, perjanjian kredit baru dibuat antara PT KAYA dan PT ACR.
Ferry berdalih sudah ada Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) antara PT KAYA dan PT ACR 93 SHGB. Akan tetapi, AJBnya belum ada. “Pada saat legal meeting, dokumen belum diperlihatkan,” ungkap Ferry.
Mendengarkan jawaban itu, hakim kemudian mencecar Ferry. “Sewaktu perjanjian kredit jaminan sertifikat tadi belum ada di BTN?” kata hakim. “(Yang ada) dokumen pernyataan (cover note) dari notaris,” jawab Ferry.
“Apakah cukup dengan cover note? Apakah sama dianggap dengan aslinya?” tanya hakim lagi. Ferry pun terdiam.
Diketahui, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengajuan kredit senilai Rp39,5 miliar di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan. Dari enam tersangka, satu diantaranya notaris Elviera sedang menjalani proses persidangan di Tipikor Medan. Sedangkan lima tersangka lainnya belum diadili, yaitu empat pejabat BTN dan seorang pengembang properti berinisial C yang baru ditahan pekan lalu.
Keempat pejabat BTN tersebut adalah Pimpinan Cabang BTN tahun 2013-2016 berinisial FS, Wakil Cabang BTN bagian Komersial tahun 2012-2014 berinisial AF, Head Commercial Lending Unit Komersial tahun 2013-2016 berinisial RDPA, Analis Komersial Bank BTN Cabang Medan tahun 2012-2015 berinisial AN.
Selain empat pejabat BTN, penyidik kejaksaan juga menetapkan Direktur PT KAYA bernama Canakya. Perusahaan yang dipimpinnya tersebut merupakan pengembang properti yang mengajukan pinjaman ke BTN senilai Rp39,5 miliar untuk proyek Takapuna Residence di dalam kompleks Graha Metropolitan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.
Awal dugaan korupsi yang melibatkan para tersangka bermula pada pemberian dan pelaksanaan fasilitas Kredit Modal Kerja Konstruksi Jasa Griya oleh PT BTN Cabang Medan selaku kreditur kepada PT KAYA pada tahun 2014. Pada proses pemberian pinjaman itu, diduga terjadi tindak pidana korupsi.
PT KAYA mengajukan permohonan kredit ke BTN Medan untuk pembangunan perumahan Takapuna Residence sebanyak 151 unit. Nilai plafon kredit yang diajukan direktur PT KAYA sebesar Rp39,5 miliar disetujui dengan agunan 93 SHGB yang masih atas nama PT ACR.
Belakangan, kredit PT KAYA sebesar Rp39,5 miliar tersebut berada dalam status macet yang berdampak pada kerugian keuangan negara. Kemudian, ada temuan pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai standar operasional.
Kasie Penkum Kejati Sumut Yos Arnold Tarigan menyatakan, jumlah tersangka kasus dugaan korupsi di BTN ini tidak tertutup kemungkinan akan bertambah. Menurutnya, sampai saat ini pengembangan terus dilakukan. Penyidik terus melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak yang terkait dengan kasus ini dalam kapasitas sebagai saksi dan tersangka.
“Pengembangan terus dilakukan, tidak tertutup kemungkinan ada beberapa pihak yang jadi tersangka,” kata Yos Tarigan kepada wartawan.
Terkait dugaan keterlibatan Mujianto selaku Direktur PT ACR dalam kasus ini, Yos Tarigan mengatakan bahwa tim penyidik telah memeriksa beberapa kali pengusaha berinisial M tersebut di Kejaksaan Tinggi Sumut. “M sudah pernah diperiksa. Tiga kali sudah diperiksa,” katanya.
Yos meminta masyarakat untuk bersabar, sebab saat ini tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumut sedang berusaha untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi yang terjadi di BTN Medan ini. Yos mengatakan dari informasi yang didapatkan, tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut. “Akan ada tersangka baru,” tandasnya. (rel/dek)