MEDAN, SUMUTPOS.CO- Rektor Universitas Katolik (Unika) Santo (St) Thomas Medan, Hieronymus Simorangkir, dituding melakukan diskriminasi terhadap dosen yang mengajar di kampus tersebut. Karena tidak semua dosen ditandatangani berkas sertifikasinya.
Hal itu, diungkapkan pemohon Sahat Simbolon dalam sidang gugatannya terhadap Rektor Unika Santo Thomas Medan, Hieronymus Simorangkir selaku termohon I dan ketua Yayasan Unika Santo Thomas Medan, Dr Cosmas Batubara selaku termohon II di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (3/9) siang.
“Saya dosen tetap di Unika bergelar doktor. Tetapi oleh rektor, gelar saya tidak diakui sehingga sertifikasi saya tidak ditandatanganinya,” kata Sahat Simbolon, enggugat, dalam sidang di ruang Cakra VII PN.
Dalam sidang agenda mendengarkan replik dari tergugat, kemarin, hadir Rektor Unika Medan Hieronymus Simorangkir selaku Tergugat didampingi Kuasa Hukumnya. Dan Sahat Simbolon selaku Penggugat beserta kuasa hukumnya.
Dijelaskan Sahat, selain tidak mendapatkan sertifikasi, dia juga tidak diberikan tunjangan sesuai gelar Doktor. Dia juga tidak menerima tunjangan Tridarma Perguruan Tinggi.
“Padahal saya sudah melakukan Tridarma Perguruan Tinggi itu sesuai dengan Undang-undang No 14/2005. Tetapi saya tidak mendapatkan itu meski sampai sekarangg saya masih aktif sebagai dosen dengan gelar Doktor di Unika,” kata Sahat.
Menurut Sahat, tindakan yang dilakukan oleh Rektor Unika tersebut sudah emosional personal.
Rektor Unika Medan Hieronymus Simorangkir menyatakan, belum bisa menemuhi permintaan pengunduran diri Penggugat. Namun, Hieronymus tidak menjelaskan apa alasannya. (gus/azw)
belum memenuhi permintaan pengunduran diri Sahar tersebut.
“Untuk pengunduran dirinya itu belum bisa terpenuhi,” katanya.
Usai mendengarkan keterangan dari tergugat, majelis hakim yang diketuai Berlian Napitupulu kemudian menunda sidang tersebut hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. (gus/azw)