STABAT, SUMUTPOS.CO – Santriwati yang mondok di pondok pesantren daerah Kecamatan Padang Tualang, diduga menjadi korban pelecehan seksual. Bahkan, dugaan pelecehan seksual ini diduga dilakukan oleh pemilik ponpes berinisial K.
Korban sebut saja namanya Mawar. Peristiwa dugaan pelecehan seksual ini menghebohkan masyarakat sekitar dan sudah dilaporkan ke Polres Langkat, berdasarkan laporan polisi LP/B/466/IX/2023/SPKT/POLRES LANGKAT/POLDA SUMATERA UTARA, pada 5 September 2023.
Guna membuktikan informasi ini, Sumut Pos melakukan penelusuran ke Kecamatan Padang Tualang, Rabu (6/9/2023). Sesampainya di lokasi pondok pesantren ini, suasana sepi.
Meski demikian, juga terlihat beberapa kali santriwati mengenakan cadar keluar dari ponpes menuju musala. Tepat di sisi kanan musala, ada sebuah rumah pemilik atau pengelola ponpes tersebut.
Jurnalis Sumut Pos dan yang lainnya bertemu dengan pemilik ponpes berinisial K dan menceritakan soal dugaan pelecehan seksual tersebut. “Peristiwa dugaan pelecehan seksual tersebut, awal ceritanya, saya inikan pengasuh sekaligus seorang pengajar. Dan semua santriwati yang ada di sini itu, anak didik saya,” katanya.
Dia menjelaskan, tanggung jawab ponpes termasuk santriwati yang mendominasi isi di dalamnya, adalah tanggung jawabnya. Menurutnya, dugaan pelecehan seksual ini dituduhkan kepadanya terjadi pada Minggu (20/8/2023).
Kata dia, korban saat itu mau kabur dari ponpes. Kemudian dilakukan pengejaran oleh teman-temannya dan termasuk istrinya beserta pengurus lainnya.
“Dan akhirnya ketangkap santriwati tadi dan dibawa kembali ke pondok. Setelah dibawa ke pondok pengurus datang lagi, Buya itu santriwatinya kalau gak dibujuk mau kabur lagi. Kalian yang bujuk saya bilang, kami angkat tangan katanya. Alhasil saya yang turun,” ujar dia.
Mendengar ini, K memanggil korban. Saat itu, dia bilang, didampingi oleh pengurus lainnya berjenis kelamin wanita.
“Saya masukkan dia (korban) ke musala. Dan pengurusnya berjaga-jaga di luar agar dia gak lari lagi. Namanya membujuk saya tanyain, kenapa kok bisa kabur, kenapa kok bisa lari, diam aja santriwati itu. Saya tanya lagi apa sebabnya. Agak lama saya tanya, gak ada ngomong santriwati itu sepatah kata pun,” imbuhnya.
Karena itu, K melakukan penelusuran apa sebab korban mau kabur. Ternyata, ujar K, korban dikucilkan teman-temannya karena rambutnya banyak kutu.
“Dan saya dengar sudah dicukur rambutnya sama pengurus, mungkin itu langkah antisipasinya. Bahkan saya dengar lagi mau digundul. Saya bilang begini, karena saya seorang pengasuh, membujuk itukan seperti halnya ayah membujuk anak. Jadi saya pegang tangan santriwati itu, saya bilang kamu itu bersih, mungkin rambut boleh jadi banyak kutu,” ujar pemilik ponpes.
Dia mengaku, langkah ini dilakukannya untuk membangkitkan semangat santriwati. “Saya juga bilang, apa betul rambutnya mau digundul, saya masukkan tangan saya dari balik jilbabnya. Saya pegang rambutnya, alhamdulillah rambutnya gak digundul, cuma dicukur pendek,” ujarnya.
“Tenang aja, nanti Buya bilang sama pengurus jangan digundul. Namanya untuk menghilangkan kutu banyak caranya. Yang penting kamu di pondok aja jangan kabur lagi,” sambung dia.
K menegaskan, langkah yang dilakukannya hanya untuk sebagai membujuk agar santriwati dimaksud, mengurungkan niatnya untuk kabur. “Pokoknya saya bujuk saya rayu, bahkan pipinya saya cubit, kamu itu cantik, kamu itu imut saya bilang. Intinya bagaimana hati dia ini semangat lagi, dan pikiran saya bagaimana santriwati ini betah di pondok pesantren,” ujar K.
Meski demikian, sambung K, korban hanya diam saja. Pun begitu, K mengaku, kembali pegang kaki dan betis korban.
“Kamu ini bersih saya bilang. Pokoknya kamu mondok jangan kabur lagi. Dan pengurusnya saya panggil, kalian jangan gundulkan dia lagi, ini masalah biasa masalah kecil. Bawa masuk ke pondok, gerbang dikunci,” ujarnya.
Singkat cerita, korban akhirnya dibawa masuk kembali ke dalam ponpes. Atas hal ini, menurutnya, tidak ada yang diizinkan berkunjung.
“Karena untuk mengantisipasi, agar santriwati tak kabur. Karena pukul 11 sampai 12 WIB, waktu istirahat. Takut waktu kami tidur, dia kabur lagi pening kami,” ujar pria berusia 35 tahun ini.
Disinggung adanya laporan keluarga korban ke Polres Langkat, dia menyebut, sudah mengetahuinya. Sebelum akhirnya laporan mendarat di Polres Langkat, ujar dia, orang tua korban juga datang menemuinya.
“Sebelumnya orangtuanya juga datang kemari, ngomong pelecehan seksual-pelecehan seksual, saya diam aja. Dan saya gak tahu pelecehannya di mana,” ujar K.
Pun demikian, K mengaku salah karena telah pegang tangan dan rambut santriwati tersebut. “Secara agama, itulah salah saya. Bagian intim tidak ada saya raba-raba, paha, dada apalagi kemaluan, itu tidak ada sama sekali. Saya hanya berinteraksi sebagai ayah dan anaknya sendiri. Kalau gak saya bujuk dia, kabur lagi, yang dituntut siapa, ya saya lagi,” ujar K.
“Saya kaget juga ketika orangtuanya datang marah-marah dan menuduh saya melakukan pelecehan seksual. Saya gak tau apa-apa, tujuan saya hanya membujuk dan merayu. Dan membuat anak ini betah tidak kabur dari pondok,” tukasnya.
Korban dugaan pelecehan seksual ini juga sudah mendapat perlindungan dari Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Langkat. (ted/ram)