MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rasa sedih, kesal, dan benci diungkapkan anak sulung hakim Jamaluddin, dalam sidang lanjutan terdakwa Zuraida Hanum sebagai dalang pembunuhan sang hakim, di ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (7/4). Keny Akbari Jamal yang hadir sebagai saksi, bahkan memohon kepada majelis hakim agar menghukum ketiga terdakwa seberat-beratnya.
“Saya mohon kepada majelis hakim, kalau bisa dihukum mati,” ucap Keny, sembari terisak-isak di hadapan hakim ketua Erintuah Damanik.
Keny dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Medan sebagai saksi, untuk mengungkap fakta kejadian sebelum dan sesudah Jamaluddin ditemukan tewas.
Membuka pertanyaan, hakim Erintuah awalnya menanyakan tentang kapan Hakim Jamaluddin tersebut ditemukan meninggal dunia.
“Saya tau dari Lurah, pada tanggal 29 November (2020) Yang Mulia. Katanya ayah saya terlibat kecelakaan, dengan bukti foto mobil jatuh ke dalam jurang nabrak kelapa sawit,” ungkap saksi Keny.
Saat dirinya dibawa ke RS Bhayangkara Medan, ia melihat ada kejanggalan dari wajah ayahnya tersebut. “Saya datang jam 7 malam. Saya lihat, di muka bagian hidung dan pipi sebelah kiri terdapat lebam, Yang Mulia,” katanya.
Selain itu, katanya, saat , ayahnya ditemukan mengenakan seragam olahraga bertuliskan PN Medan. Namun sang ayah tidak mengenakan dalaman.
“Apakah memang seperti itu biasanya,” tanya Erintuah lagi.
“Biasanya kalau lagi di rumah aja, selalu pakai dalaman,” jawab saksi.
Saksi Keny mengaku, baru mengetahui ayahnya meninggal akibat kehabisan napas lewat hasil otopsi rumah sakit. “Menurut dokter jam 1 dinihari sudah meninggal. Dibekap oleh Reza, Jepri, dan Zuraida di dalam kamar almarhum, Yang Mulia,” bebernya.
Saat ditanya hakim mengenai hubungan Jamaluddin dengan istrinya Zuraida (ibu tiri saksi), dijawab saksi, selama ini baik-baik saja. Namun setelah ibu tirinya ditetapkan sebagai tersangka, ia memberanikan diri menanyakan mengapa Zuraida tega membunuh Ayahnya.
“Zuraida bilang ia khilaf, gelap mata, dan menyebut dirinya binatang, Yang Mulia,” katanya.
Disinggung mengenai hubungan terdakwa Jepri dan Zuraida, saksi mengaku tidak tahu. Hanya saja, kata saksi lagi, ia mengenal Jepri karena anaknya dan anak Zuraida dan Jamaluddin (adik tiri saksi), sama-sama bersekolah di SD Harapan 3.
“Dua bulan sebelum kejadian, (Jefri) pernah datang ke rumah pas kumpul waktu penerimaan murid. Ada dua kali. Yang kedua di rumah juga, ngobrol main dam batu dengan Ayah saya. Saat itu saya baru pulang ke rumah,” bebernya.
Saat Jaksa Parada Situmorang memperlihatkan barangbukti berupa seragam olahraga dan kain sarung yang biasa dikenakan Jamaluddin, saksi Keny mengaku mengenalinya.
“Iya… itu milik Abu (Ayah). Seringan kalau di rumah pakai sarung. Biasanya almarhum mengambil sendiri pakaiannya. Saya lihat sendiri sebelum ke rumah sakit, almarhum mengambil pakaiannya sendiri,” ungkapnya.
Keny mengatakna, pernah bertanya kepada Zuraida mengenai CCTV di rumahnya mengapa dalam keadaan tidak hidup. “Bunda (Zuraida) bilang, sudah sebulan tidak hidup. Alasannya karena Abu (ayah) takut kalau ada orang yang datang ke rumah,” katanya.
Saat keterangan saksi dikonfrontir kepada terdakwa Jepri dan Reza, kedua terdakwa membenarkan. Tetapi terdakwa Zuraida Hanum membantah keterangan anak tirinya itu.
Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda sidang hingga Jumat (17/4) depan, dengan agenda keterangan saksi.
Usai persidangan, Jaksa Parada Situmorang mengatakan, pihaknya menghadirkan anak korban sebagai saksi, untuk mengetahui lebih jelas proses kejadian. “Hari ini kita menghadirkan anak sulung korban sebagai pintu masuk untuk mengetahui kejadian sebenarnya. Karena kerabat dekat lebih mengetahui seluk-beluk antara korban dan terdakwa,” tandasnya.
Mengutip surat dakwaan, bermula dari hubungan rumah tangga terdakwa Zuraida Hanum dengan korban, tidak akur dan rukun. Terdakwa mengaku sering memendam perasaan marah dan kecewa kepada korban. Ketidakharmonisan hubungan rumah tangga tersebut juga diceritakan terdakwa pada saksi Liber Junianto (sopir), di mana terdakwa mengatakan sudah lama memiliki niat untuk menghabisi korban karena kelakuan korban.
Jaksa melanjutkan, sekitar tahun 2018, terdakwa berkenalan dengan saksi Jefri Pratama (berkas terpisah). Karena pertemuan yang rutin dengan saksi Jefri, terdakwa Zuraida dengan saksi Jefri saling menyukai.
Sekitar bulan November 2019, terdakwa Zuraida menghubungi saksi Jefri dan mengajaknya bertemu di Everyday Cafe di Jalan Ringroad Medan. Di sana, terdakwa menceritakan masalah rumah tangganya. Menurut Zuriada, korban sering mengkhianati dirinya. Ia ingin mati saja karena sudah tidak sanggup hidup seperti itu.
Selanjutnya, Zuraida merancang pembunuhan suaminya dengan eksekutor Jefri. Untuk mengeksekusi, Jefri mengajak adik tirinya.
Perbuatan ketiga terdakwa diancam sebagaimana Pasal 340-338 KUHPidana dengan ancaman hukuman mati. (man)