25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sidang Pembunuhan Brigadir J

Kesaksian Sopir Ambulans, Tak Boleh Nyalakan Sirine ketika Ambil Jenazah Yosua

SUMUTPOS.CO – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memeriksa tiga terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir Polisi Yosua Hutabarat dalam persidangan, Senin (7/11).

Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Bersama-sama mereka mendengarkan keterangan saksi yang diperiksa dalam sidang kemarin. Total ada lima orang saksi yang hadir.

Para saksi terdiri atas pengemudi ambulans bernama Ahmad Syahrul Ramadhan, dua orang petugas swab dari Smart Co Lab bernama Ishbah Aza Tilawah dan Nevi Afrilia, kemudian saksi dari PT Telekomunikasi Seluler bernama Bimantara Jayadiputro, dan saksi dari PT XL AXIATA bernama Viktor Kamang. Dalam sidang tersebut, majelis hakim menggali beberapa hal. Salah satunya terkait dengan proses pengambilan dan pemindahan jenazah Yosua.

Kepada majelis hakim yang dipimpin Wahyu Iman Santosa, Ahmad sebagai sopir ambulans menjelaskan, pada 8 Juli 2022 dirinya mendapat telepon dari call center kantornya, PT Bintang Medika. Telepon kali pertama berdering sekitar pukul tujuh malam. Tidak lama berselang, kantornya mengirimkan lokasi titik jemput atau titik ambil. Saat itu, dia belum mengetahui akan mengambil jenazah. Bahkan, dia belum tahu lokasi persis penjemputan tersebut.

Kejanggalan muncul saat mobil ambulans melintas di depan Rumah Sakit Siloam Duren Tiga. “Ada orang tidak dikenal mengetok kaca mobil,” kata Ahmad.

Orang tidak dikenal itu kemudian menjelaskan, dia yang memesan ambulans. “Langsung saya ikuti,” imbuhnya. Namun, saat hendak masuk Komplek Polri Duren Tiga, seorang petugas kepolisian yang dia sebut sebagai personel Provost menyetop laju ambulans yang dia kendarai.

Petugas itu lantas menanyai asal-usul serta tujuan Ahmad. Dia pun menjelaskan, dirinya mendapat perintah untuk menjemput di titik sesuai lokasi yang dikirimkan oleh kantornya. “Saya kasih lihat ke anggota (Provost), ke petugasnya. Lalu kata beliau ya sudah mas nanti lurus saja, ikuti nanti diarahkan. Minta tolong rotator ambulans dan sirine semuanya dimatikan,” beber Ahmad menirukan arahan petugas tersebut.

Perintah mematikan rotator dan sirine ambulans menjadi kejanggalan berikutnya. Hal itu sekaligus menegaskan keterangan beberapa orang yang berada di sekitar lokasi penembakan namun tidak mendengar suara ambulans ke luar dan masuk Komplek Polri Duren Tiga. Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan bahwa dirinya terus mengikuti arahan petugas yang tidak dia kenal dan tidak dia ingat namanya. Termasuk ketika dia diminta untuk menunggu di tempat kejadian perkara (TKP).

Sampai saat itu, Ahmad belum tahu yang akan dia bawa adalah jenazah. Dia masih mengira ada orang sakit yang butuh pertolongan. Namun, dia mengaku sempat kaget saat masuk ke dalam rumah. “Karena ramai dan banyak juga kamera,” imbuhnya.

Ahmad baru mengetahui yang akan dia bawa adalah jenazah setelah dipersilakan melakukan evakuasi. “Saya langsung bilang yang sakit mana, Pak? Ikuti saja, mas lurus saja,” sambungnya.

Ahmad kemudian berjalan masuk melewati garis polisi, mendekati tangga. “Di samping tangga itu saya terkejut ada satu jasad, Yang Mulia,” ujarnya. Seingat dia, jenazah tersebut berlumuran darah. Kemudian wajahnya masih tertutup masker berwarna hitam. Karena sudah tahu akan membawa jenazah, dia meminta izin mempersiapkan kantong jenazah. Kemudian meminta bantuan petugas di lokasi penembakan untuk mengangkat jenazah tersebut.

Kepada saksi, Hakim Wahyu pun bertanya. “Luka apa yang saudara lihat?”. Pertanyaan tersebut dijawab tegas oleh Ahmad. “Hanya luka tembak, Yang Mulia,” imbuhnya.

“Tahu dari mana kalau itu luka tembak?” Hakim Wahyu kembali bertanya. Ahmad pun menjelaskan, dia mengetahui itu luka tembak lantaran tampak lubang di bagian dada sebelah kiri. Setelah jenazah masuk ambulans, Ahmad langsung tancap gas menuju Rumah Sakit Polri Kramat Jati.

Usai sidang, penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy kembali menyampaikan permintaan agar pemeriksaan saksi-saksi untuk kliennya dipisahkan dari terdakwa lain. Mengingat Bharada E merupakan justice collaborator yang sudah berstatus terlindung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Kami (juga) tidak leluasa secara waktu untuk menggali keterangan saksi-saksi yang dihadirkan (karena sidang digabung dengan terdakwa lain),” ujarnya. Namun demikian, pihaknya tetap menghormati keputusan majelis hakim yang masih perlu penggabungan terdakwa dalam pemeriksaan saksi. (syn/jpg)

SUMUTPOS.CO – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memeriksa tiga terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir Polisi Yosua Hutabarat dalam persidangan, Senin (7/11).

Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Bersama-sama mereka mendengarkan keterangan saksi yang diperiksa dalam sidang kemarin. Total ada lima orang saksi yang hadir.

Para saksi terdiri atas pengemudi ambulans bernama Ahmad Syahrul Ramadhan, dua orang petugas swab dari Smart Co Lab bernama Ishbah Aza Tilawah dan Nevi Afrilia, kemudian saksi dari PT Telekomunikasi Seluler bernama Bimantara Jayadiputro, dan saksi dari PT XL AXIATA bernama Viktor Kamang. Dalam sidang tersebut, majelis hakim menggali beberapa hal. Salah satunya terkait dengan proses pengambilan dan pemindahan jenazah Yosua.

Kepada majelis hakim yang dipimpin Wahyu Iman Santosa, Ahmad sebagai sopir ambulans menjelaskan, pada 8 Juli 2022 dirinya mendapat telepon dari call center kantornya, PT Bintang Medika. Telepon kali pertama berdering sekitar pukul tujuh malam. Tidak lama berselang, kantornya mengirimkan lokasi titik jemput atau titik ambil. Saat itu, dia belum mengetahui akan mengambil jenazah. Bahkan, dia belum tahu lokasi persis penjemputan tersebut.

Kejanggalan muncul saat mobil ambulans melintas di depan Rumah Sakit Siloam Duren Tiga. “Ada orang tidak dikenal mengetok kaca mobil,” kata Ahmad.

Orang tidak dikenal itu kemudian menjelaskan, dia yang memesan ambulans. “Langsung saya ikuti,” imbuhnya. Namun, saat hendak masuk Komplek Polri Duren Tiga, seorang petugas kepolisian yang dia sebut sebagai personel Provost menyetop laju ambulans yang dia kendarai.

Petugas itu lantas menanyai asal-usul serta tujuan Ahmad. Dia pun menjelaskan, dirinya mendapat perintah untuk menjemput di titik sesuai lokasi yang dikirimkan oleh kantornya. “Saya kasih lihat ke anggota (Provost), ke petugasnya. Lalu kata beliau ya sudah mas nanti lurus saja, ikuti nanti diarahkan. Minta tolong rotator ambulans dan sirine semuanya dimatikan,” beber Ahmad menirukan arahan petugas tersebut.

Perintah mematikan rotator dan sirine ambulans menjadi kejanggalan berikutnya. Hal itu sekaligus menegaskan keterangan beberapa orang yang berada di sekitar lokasi penembakan namun tidak mendengar suara ambulans ke luar dan masuk Komplek Polri Duren Tiga. Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan bahwa dirinya terus mengikuti arahan petugas yang tidak dia kenal dan tidak dia ingat namanya. Termasuk ketika dia diminta untuk menunggu di tempat kejadian perkara (TKP).

Sampai saat itu, Ahmad belum tahu yang akan dia bawa adalah jenazah. Dia masih mengira ada orang sakit yang butuh pertolongan. Namun, dia mengaku sempat kaget saat masuk ke dalam rumah. “Karena ramai dan banyak juga kamera,” imbuhnya.

Ahmad baru mengetahui yang akan dia bawa adalah jenazah setelah dipersilakan melakukan evakuasi. “Saya langsung bilang yang sakit mana, Pak? Ikuti saja, mas lurus saja,” sambungnya.

Ahmad kemudian berjalan masuk melewati garis polisi, mendekati tangga. “Di samping tangga itu saya terkejut ada satu jasad, Yang Mulia,” ujarnya. Seingat dia, jenazah tersebut berlumuran darah. Kemudian wajahnya masih tertutup masker berwarna hitam. Karena sudah tahu akan membawa jenazah, dia meminta izin mempersiapkan kantong jenazah. Kemudian meminta bantuan petugas di lokasi penembakan untuk mengangkat jenazah tersebut.

Kepada saksi, Hakim Wahyu pun bertanya. “Luka apa yang saudara lihat?”. Pertanyaan tersebut dijawab tegas oleh Ahmad. “Hanya luka tembak, Yang Mulia,” imbuhnya.

“Tahu dari mana kalau itu luka tembak?” Hakim Wahyu kembali bertanya. Ahmad pun menjelaskan, dia mengetahui itu luka tembak lantaran tampak lubang di bagian dada sebelah kiri. Setelah jenazah masuk ambulans, Ahmad langsung tancap gas menuju Rumah Sakit Polri Kramat Jati.

Usai sidang, penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy kembali menyampaikan permintaan agar pemeriksaan saksi-saksi untuk kliennya dipisahkan dari terdakwa lain. Mengingat Bharada E merupakan justice collaborator yang sudah berstatus terlindung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Kami (juga) tidak leluasa secara waktu untuk menggali keterangan saksi-saksi yang dihadirkan (karena sidang digabung dengan terdakwa lain),” ujarnya. Namun demikian, pihaknya tetap menghormati keputusan majelis hakim yang masih perlu penggabungan terdakwa dalam pemeriksaan saksi. (syn/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/