MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Uni Palma milik terdakwa Husin (41) termasuk dalam pengawasan kantor Pajak. Perusahaan terdakwa terindikasi melakukan transaksi yang tidak sebenarnya, sehingga berpotensi merugikan pemasukan negara.
Hal itu disampaikan saksi ahli Haris Budiman Perangin-angin dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam sidang pengemplangan pajak senilai Rp107 miliar. Sidang digelar di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (8/8).
“Perusahaan terdakwa tidak memiliki perusahaan dan karyawan yang lazim untuk melakukan transaksi mencapai miliaran rupiah,” kata Haris.
Atas indikasi itu, Direktorat Pajak menugasi Nirmansyah selaku account refresentatif (AS), melakukan pengawasan terhadap perusahaan mitra perusahaan terdakwa Husin, seperti PT Virora dan Sawitri.
Ternyata, transaksi terhadap kedua perusahaan tersebut tidak benar dan pelakunya sudah ada yang dihukum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta tahun 2018.
Ditanya soal potensi kerugian yang ditimbulkan akibat transaksi perusahaan terdakwa Husin, saksi menyebutkan Rp107 miliar. Transaksi yang dilakukan terdakwa Husin berupa pembelian dan penjualan CPO dari 9 perusahaan besar di Jakarta dan Medan sejak 2011 hingga 2013.
Namun, transaksi yang dilakukan terdakwa tidak sebenarnya dan diduga dengan cara menukangi faktur pajak. Sehingga bisa dikreditkan.
“Penerbitan faktur pajak hanya berdasarkan kepercayaan kepada wajib pajak saja. Tapi prakteknya, wajib pajak cenderung menyalahgunakan kepercayaan negara itu,” tandasnya. Sebelum menutup sidang, Hakim Ketua Erintuah Damanik mengingatkan JPU untuk mempercepat proses persidangan terdakwa Husin. Mengingat, masa penahanan terdakwa akan berakhir 30 September mendatang dan tidak dapat diperpanjang lagi.
“Kami akan segera menuntaskan perkara terdakwa Husin, sebelum berakhirnya masa penahanan terdakwa yang mulia,” jawab JPU Hendrik Sipahutar.
Sebelumnya dalam dakwaan, JPU T Adlina dan Hendrik Sipahutar menjerat terdakwa dengan Pasal 39 A huruf (a) juncto Pasal 43 Ayat (1) UU RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah dirubah dengan UU RI Nomor 16 Tahun 2009 Jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Modusnya, kata JPU, terdakwa mendirikan perusahaan PT Uni Palma yang berkedudukan di rumah Sutarmanto, Jalan Karya Budi No 40 C Medan Johor.
Husin yang semula tidak punya pekerjaan, menyuntik saham fiktif di perusahaannya senilai Rp200 juta. Sedangkan Sutarmanto sebagai Komisaris PT Uni Palma, senilai Rp50 juta.
Dua tahun berjalan, PT Uni Palma melakukan transaksi pemasukan dan pengeluaran kepada 9 perusahaan besar di Jakarta, seperti PT Tangguh Jagad Nusantara, PT Bion Sejahtera, PT Agro Sejahtera Mandiri, PT Bhumi Damai Sejahtera dan PT Agro Karya Gemilang.
Kemudian, PT Bumi Jaya Mas, PT Graha Loka Jaya Mas, PT Virora Cipta Indonesia, PT Virora Cipta Indonesia dan PT Sawitri Era Plasmasindo. Nilai transaksi mencapai Rp230 miliar.
Akan tetapi, pemasukan ke kas negara kecil, karena terdakwa telah mengkreditkan pajak pemasukan.
Selain transaksi kepada 9 perusahaan yang diduga fiktif tersebut, terdakwa Husin melakukan transaksi kepada PT Buana Raya (Kok An Arun) dan PT Liga Sawit Indonesia.
Disini menerbitkan faktur pajak pengeluaran dalam kurun waktu Januari 2011 sampai Juni 2013, yang dibuat seolah-olah ada penjualan CPO senilai Rp118.652.823.272.
Kemudian, faktur pajak keluaran yang diterbitkan oleh PT Uni Palma tersebut, digunakan sebagai pajak masukan yang bisa dikreditkan untuk keuntungan Kok An Harun, selaku direktur CV Buana Raya dan PT Liega Sawit Indonesia.
Sehingga, bisa merugikan negara dalam pemasukan atau penerimaan pajak. Sedangkan transaksi terdakwa Husin kepada 9 perusahaan di Jakarta sebesar Rp107.914.286.966, telah digunakan terdakwa Husin dan saksi Sutarmanto sebagai pajak masukan dan telah dikreditkan sebagai pajak masukan dalam pelaporan SPT masa PPN PT Uni Palma.(man/ala)