MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA), Canakya Suman divonis 6 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti bersalah korupsi kredit macet, yang menyebabkan kerugian negara Rp14,7 miliar, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (9/12).
Majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan dalam amar putusannya, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 20 Tahun 2001 Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Canakya Suman oleh karenanya dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan,” ujarnya.
Selain itu, Canakya juga dibebani untuk membayar uang pengganti kerugian negara Rp14,7 miliar. Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa disita kemudian dilelang JPU. “Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan,” sebutnya.
Menurut hakim, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa telah merugikan keuangan negara. “Hal meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya dan menjadi tulang punggung keluarga,” katanya.
Atas putusan tersebut, majelis hakim memberikan waktu 7 hari kepada penasihat hukum terdakwa untuk menyatakan sikap menerima atau menyatakan banding.
Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan almarhum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Isnayanda, yang sebelumnya menuntut selama 9 tahun penjara, denda Rp500 juta, subsider 5 tahun bulan kurungan. Kemudian, membayar uang pengganti Rp14,7 miliar, subsider 4,5 tahun penjara.
Diketahui, bahwa perkara korupsi berbau kredit macet mencapai Rp 39,5 miliar tersebut melibatkan 5 orang yang diadili masing-masih dalam berkas terpisah.
Sebelumnya saksi Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) bersama saksi Agus Salim selaku Direktur PT Mestika Mandala Perdana telah melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Yakni tanggal 27 Januari 2011 atas Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1422 dengan total tanah seluas 103.448 M2 yang berlokasi di Jalan Sumarsono Komplek Graha Metropolitan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.
Kemudian dari lahan seluas 103.448 m2 dimaksud, saksi Mujianto mengalihkan seluas 13.860 M2 kepada terdakwa yaitu berdasarkan PPJB di bawah tangan tanggal 28 November 2011 senilai Rp 45.045.000.000 yang berlokasi di Jalan Sumarsono Komplek Graha Metropolitan.
Menurut rencana di lokasi tersebut, akan dibangun terdakwa Komplek Takapuna Residence sebanyak 151 unit rumah namun legalitas proyeknya atas nama saksi Mujianto dikarenakan secara finansial terdakwa Canakya Suman sama sekali tidak mampu membeli lahannya.
Oleh karenanya Mujianto membuat kesepakatan dituangkan pada PPJB tertanggal 28 November 2011. Intinya terdakwa akan melakukan pembayaran dengan cara mencicil. Mujianto pun secara bertahap sebanyak 8 kali menerima pembayaran down payment (DP) sebesar Rp6.756.750.000 dari terdakwa lewat bilyet giro Bank Commerce International Merchant Bankers (CIMB).
Namun sebelumnya tertanggal 2 Maret 2012, Mujianto telah menerima fasilitas kredit selama setahun di bank plat merah sebesar Rp35 miliar dengan agunan kredit berupa pada SHGB Nomor 1422 yang total tanahnya seluas 103.448 M2.
SHGB (induk-red) tersebut kemudian dipecah dengan luas 16.306 M2, juga masih atas nama PT ACR dan dikuasakan ke terdakwa Canakya Suman selaku Direktur PT KAYA untuk membangun Komplek Takapuna Residence. Namun terdakwa Canakya tidak mampu melunasi kewajibannya Rp45 miliar kepada Mujianto.
Sementara pinjaman awal saksi konglomerat terkenal asal Medan itu jatuh tempo tanggal 3 Maret 2013. Mujianto pun memperpanjang / memperbaharui Kredit Rekening Koran selama setahun lagi tertanggal 28 Maret 2013 menjadi Rp23,9 miliar.
Sementara yang diagunkan terdakwa Canakya sebanyak 79 SHGB Asli merupakan bagian dari 93 SHGB tersebut, masih diagunkan di di bank tersebut atas nama Mujianto selaku Direktur PT ACR. (man)