32 C
Medan
Saturday, June 1, 2024

Korban: Kasus Penggelapan Tak Kunjung Disidang

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Korban kasus dugaan penggelapan surat tanah, Santi Bulung Simanjuntak (41) memohon kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, agar memperhatikan kasusnya yang sudah 2 tahun tak kunjung dibawa ke pengadilan untuk disidangkan.

Pasalnya, hingga saat ini berkas perkara yang dilaporkannya tak kunjung P21 atau dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).

“Saya memohon kepada bapak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk membentuk Tim Khusus (Timsus) di Kejati Sumut dalam menangani perkara saya dengan tersangka berinisial DRS,” kata Santi didampingi kuasa hukumnya Bornok Simanjuntak SH MH dari LBH Yesaya 56, kepada wartawan, Rabu (10/8).

Sebab, sambung Santi, DRS sudah 2 tahun ditetapkan tersangka oleh Polda Sumut dalam kasus dugaan penggelapan surat tanah, namun berkas perkara tersebut tak kunjung dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti di Kejati Sumut.

“Kita menduga ada ‘campur tangan’ oknum Kejati Sumut dalam laporan saya, informasi yang beredar bahwa adik tersangka DRS yang berinisial DS disebut-sebut bertugas menjabat salah satu Kasi di Kejati Sumut,” ungkapnya.

Sementara itu, Bornok Simanjuntak SH MH selaku Penasehat Hukum Santi, mengatakan kasus ini bermula pada tahun 2014. Kliennya Santi meminjam uang Rp320 juta kepada DRS dengan menjaminkan 2 surat tanah.

“Proses pembayarannya disepakati dengan cara dicicil. Karena pada saat proses pembayaran ada permasalahan, DRS melaporkan Santi ke Polrestabes Medan.

Tahun 2016 Pengadilan Negeri (PN) Medan menyatakan Santi bersalah melakukan penipuan dan divonis 1 tahun 10 bulan penjara. Usai menjalani masa hukuman, tepatnya pada Oktober 2019 Santi melaporkan balik DRS ke Polda Sumut.

Bornok menjelaskan DRS dilaporkan dengan tuduhan penggelapan 2 surat tanah yang dijaminkan tersebut ternyata tanpa sepengetahuan Santi dialihkan oleh DRS kepada orang lain yaitu saksi IT.

“Lalu laporan Santi berproses hingga akhirnya pada tanggal 9 Januari 2020 DRS ditetapkan tersangka oleh Polda Sumut kasus dugaan tindak pidana penggelapan surat tanah dalam Pasal 372 KUHPidana,” ungkap Bornok.

Bornok menambahkan, pada saat penyelidikan kasus penggelapan surat tanah tersebut ternyata ditemukan lagi ada keganjalan lain. Surat pernyataan yang ditandatangani oleh Santi diduga dipalsukan dan secara resmi telah dilaporkan ke Polda Sumut sesuai Pasal 263 KUHPidana. DRS ditetapkan tersangka.

“Jadi, DRS ditetapkan tersangka dari 2 laporan yang berbeda. Pertama dalam kasus Pasal 372 KUHPidana dan Pasal 263 KUHPidana,” katanya.

Namun, sambung Bornok, hingga saat ini kedua kasus tersebut belum ada kepastian hukum atau tak kunjung P21. Berkasnya terus dikembalikan atau P19.

“Sampai saat ini sudah 6 kali P19 untuk yang kasus Pasal 372 KUHPidana. Dan isi P19-nya pun menurut kami adalah kesimpulan. Menyatakan kasus yang dilaporkan adalah perdata bukan pidana. Harusnya ini kan tupoksi majelis hakim menyatakan hal tersebut bukan jaksa,” ujarnya.

Menurutnya, perkara ini adalah murni pidana, dimana kedua surat tanah milik Santi Bulung disita oleh Penyidik Polda Sumut dari saksi IT, dan sesuai keterangan saksi IT saat dikonfrontir, surat tanah itu ada padanya sebagai jaminan atas utang DRS kepada saksi IT sebesar Rp290 juta yang diterima DRS dari saksi IT pada bulan November 2014.

“Sementara, Santi Bulung meminjam uang dari DRS yang sebesar Rp320 juta diterima oleh Santi Bulung dari DRS pada bulan Agustus 2014. Nah, kemudian, pengalihan 2 surat tanah milik Santi Bulung tersebut yang digadaikan DRS kepada saksi IT adalah tanpa sepengetahuan dan tidak diizinkan oleh Santi Bulung. Jadi, menurut kami ini murni tindak pidana penggelapan surat tanah sesuai Pasal 372 KUHP,” tegasnya.

Oleh karena itu, Bornok berharap agar Pemerintah melalui Kejaksaan Agung supaya tidak segan-segan memberikan tindakan kepada oknum Jaksa yang mencoba menghalang-halangi penegakan hukum sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang.

“Sehingga masyarakat bisa percaya penuh kepada Kejaksaan RI sebagai salah satu lembaga Penegak Hukum dan tidak mencoreng nama baik Korps Adhyaksa itu sendiri,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Yos Arnold Tarigan membenarkan bahwa berkas perkara tersebut saat ini sudah di P-19 kan. “Benar. Berkas sudah dikembalikan ke Polda Sumut,” tandasnya. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Korban kasus dugaan penggelapan surat tanah, Santi Bulung Simanjuntak (41) memohon kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, agar memperhatikan kasusnya yang sudah 2 tahun tak kunjung dibawa ke pengadilan untuk disidangkan.

Pasalnya, hingga saat ini berkas perkara yang dilaporkannya tak kunjung P21 atau dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).

“Saya memohon kepada bapak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk membentuk Tim Khusus (Timsus) di Kejati Sumut dalam menangani perkara saya dengan tersangka berinisial DRS,” kata Santi didampingi kuasa hukumnya Bornok Simanjuntak SH MH dari LBH Yesaya 56, kepada wartawan, Rabu (10/8).

Sebab, sambung Santi, DRS sudah 2 tahun ditetapkan tersangka oleh Polda Sumut dalam kasus dugaan penggelapan surat tanah, namun berkas perkara tersebut tak kunjung dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti di Kejati Sumut.

“Kita menduga ada ‘campur tangan’ oknum Kejati Sumut dalam laporan saya, informasi yang beredar bahwa adik tersangka DRS yang berinisial DS disebut-sebut bertugas menjabat salah satu Kasi di Kejati Sumut,” ungkapnya.

Sementara itu, Bornok Simanjuntak SH MH selaku Penasehat Hukum Santi, mengatakan kasus ini bermula pada tahun 2014. Kliennya Santi meminjam uang Rp320 juta kepada DRS dengan menjaminkan 2 surat tanah.

“Proses pembayarannya disepakati dengan cara dicicil. Karena pada saat proses pembayaran ada permasalahan, DRS melaporkan Santi ke Polrestabes Medan.

Tahun 2016 Pengadilan Negeri (PN) Medan menyatakan Santi bersalah melakukan penipuan dan divonis 1 tahun 10 bulan penjara. Usai menjalani masa hukuman, tepatnya pada Oktober 2019 Santi melaporkan balik DRS ke Polda Sumut.

Bornok menjelaskan DRS dilaporkan dengan tuduhan penggelapan 2 surat tanah yang dijaminkan tersebut ternyata tanpa sepengetahuan Santi dialihkan oleh DRS kepada orang lain yaitu saksi IT.

“Lalu laporan Santi berproses hingga akhirnya pada tanggal 9 Januari 2020 DRS ditetapkan tersangka oleh Polda Sumut kasus dugaan tindak pidana penggelapan surat tanah dalam Pasal 372 KUHPidana,” ungkap Bornok.

Bornok menambahkan, pada saat penyelidikan kasus penggelapan surat tanah tersebut ternyata ditemukan lagi ada keganjalan lain. Surat pernyataan yang ditandatangani oleh Santi diduga dipalsukan dan secara resmi telah dilaporkan ke Polda Sumut sesuai Pasal 263 KUHPidana. DRS ditetapkan tersangka.

“Jadi, DRS ditetapkan tersangka dari 2 laporan yang berbeda. Pertama dalam kasus Pasal 372 KUHPidana dan Pasal 263 KUHPidana,” katanya.

Namun, sambung Bornok, hingga saat ini kedua kasus tersebut belum ada kepastian hukum atau tak kunjung P21. Berkasnya terus dikembalikan atau P19.

“Sampai saat ini sudah 6 kali P19 untuk yang kasus Pasal 372 KUHPidana. Dan isi P19-nya pun menurut kami adalah kesimpulan. Menyatakan kasus yang dilaporkan adalah perdata bukan pidana. Harusnya ini kan tupoksi majelis hakim menyatakan hal tersebut bukan jaksa,” ujarnya.

Menurutnya, perkara ini adalah murni pidana, dimana kedua surat tanah milik Santi Bulung disita oleh Penyidik Polda Sumut dari saksi IT, dan sesuai keterangan saksi IT saat dikonfrontir, surat tanah itu ada padanya sebagai jaminan atas utang DRS kepada saksi IT sebesar Rp290 juta yang diterima DRS dari saksi IT pada bulan November 2014.

“Sementara, Santi Bulung meminjam uang dari DRS yang sebesar Rp320 juta diterima oleh Santi Bulung dari DRS pada bulan Agustus 2014. Nah, kemudian, pengalihan 2 surat tanah milik Santi Bulung tersebut yang digadaikan DRS kepada saksi IT adalah tanpa sepengetahuan dan tidak diizinkan oleh Santi Bulung. Jadi, menurut kami ini murni tindak pidana penggelapan surat tanah sesuai Pasal 372 KUHP,” tegasnya.

Oleh karena itu, Bornok berharap agar Pemerintah melalui Kejaksaan Agung supaya tidak segan-segan memberikan tindakan kepada oknum Jaksa yang mencoba menghalang-halangi penegakan hukum sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang.

“Sehingga masyarakat bisa percaya penuh kepada Kejaksaan RI sebagai salah satu lembaga Penegak Hukum dan tidak mencoreng nama baik Korps Adhyaksa itu sendiri,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Yos Arnold Tarigan membenarkan bahwa berkas perkara tersebut saat ini sudah di P-19 kan. “Benar. Berkas sudah dikembalikan ke Polda Sumut,” tandasnya. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/