MEDAN- PT PLN (Persero) wilayah Sumut, mengucurkan dana sebesar Rp23,9 miliar untuk pengalihan tahanan atas nama mantan manajer PT PLN sektor pembangkit Belawan, Hermawan Arif Budiman. Tak pelak, apa yang dilakukan PLN dan yang disetujui PN Medan mengundang banyak tanya. Majelis Hakim yang mengadili kasus tersebut pun akan dilaporkan ke Komisi Yudisial.
Setidaknya hal ini diungkapkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan. Melalui ditrekturnya, Surya Adinata, mereka akan melaporkan Ketua majelis hakim dan dua hakim anggota Pengadilan Tipikor Medan ke Komisi Yudisial (KY) dan Pengadilan Tinggi (PT) Sumut terkait kasus ini. “Sudah kita pikirkan dan segera melapor dan menyurati KY dan PT Sumut. Karena kita menilai tidak patut (penangguhan tahanan kota) diberikan kepada tersangka korupsi untuk penangguhan penahanan. Apa lagi uang sebesar itu,” ungkapnya, kemarin sore.
Surya juga mempertanyakan dari mana uang jaminan tersebut. “Kalau uang itu dari dia (terdakwa) patut dipertanyakan dari mana asal uang itu. Apa cukup dari gaji yang terima selama bekerja dengan besar uang penjamin itu. Kalau benar uang itu dari dia. Perlu dilakukan penyidikan oleh Kejaksaan. Sudah luar biasa ini,” sebut Surya.
Surya juga menilai tidak pantas majelis hakim pengadilan Tipikor Medan memberikan penangguhan tahanan kota terhadap terdakwa korupsi.”Tidak pantas kali seorang terdakwa korupsi diberikan penangguhan tahan kota. Sudah pantas kita laporkan hal ini ke KY. Sangat aneh dan ganjil penangguhan tahanan. Ini menjadi hal yang buruk bagi penegakan hukum kita sendiri,” tuturnya sembari mengakhri.
Senada, Langkah PT PLN yang rela mengeluarkan uang perusahaan sebesar Rp23,9 miliar sebagai jaminan Hermawan Arif Budiman mendapatkan status tahanan kota, juga mendapat kecaman dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Koordinator Investigasi Fitra, Ucok Sky Khadafi, mendesak pihak PLN menarik lagi uang yang digunakan untuk membantu terdakwa kasus korupsi Pengadaan Flame Turbine pada pekerjaan Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT)-12, itu.
“Gila itu PLN. PLN harus segera mencabut uang jaminan tersebut supaya terdakwa korupsi itu menanggung dosanya sendiri,” cetus Ucok kepada koran ini, kemarin (10/4).
Dia menilai, sikap PLN sangat keterlaluan. Pasalnya, sebagai sebuah perusahaan plat merah, uang yang ada di PLN sebenarnya merupakan uang rakyat. Ucok yakin, rakyat Sumut akan marah bisa tahu bahwa uang PLN digunakan untuk membantu terdakwa korupsi, yang dengan kelakuan korupsinya itu, telah berdampak memperparah byar petnya listrik di wilayah Sumut.
“Sudah merugikan rakyat, merugikan PLN, kok PLN malah membantu dengan uang puluhan miliar. Gila itu,” geram Ucok.
Ombudsman Sumut pun sangat kecewa dengan jaminan pengalihan tahanan terdakwa Hermawan, dengan menggunakan uang negara senilai Rp23,9 miliar. Untuk itu, Ombudsman Sumut meminta kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan. “Aneh sekali aku melihat kasus ini. Korupsi di PLN, terdakwanya pegawai PLN. Kemudian, diberikan jaminan pengalihanan tahanan dari PLN juga bersumber uang negara, Gawat kali. untuk itu, kita minta KPK turun tangan dan harus menelusuri uang jaminan itu,” sebut Abyadi Siregar Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut, saat dikonfirmasi, kemarin.
Ombudsman Sumut juga memprotes sikap dari PT PLN (Persero) menggunakan uang negara untuk membela koruptor. “Ombudsman Sumut sangat memprotes ini. Sudah negara dirugikan di PT PLN (Persero) ini. Malah PLN menggunakan uang negara membela terdakwanya. Apanya ini, betul-betul aneh sudah manajemen PLN ini. Dengan alasan terdakwa memiliki ahli untuk mengatasi krisis listrik di Sumut. Indonesia sangat luas banyak SDM yang sama dan bersih bisa diperdayakan. Bukan koruptor kembali diberdayakan. Sudah dibersihkan saja birokrasi PLN dari para koruptor.
Seharusnya uang senilai Rp23,9 miliar bisa digunakan untuk yang lain seperti membeli mesin pembangkit listrik untuk mengatasi krisis listrik. Bukan begini cara kita,” jelasnya.
Untuk itu, Ombudsman Sumut akan menjadwalkan pemanggilan kepada PTPLN (Persero) wilayah Sumut. “Selanjutnya akan segera kita jadwalkan pemanggilan manajemen PLN Sumut mempertanyakan hal tersebut. Kok bisa mereka memberikan jaminan uang tersebut. Tidak pantas itu,” kata Abyadi.
Seperti diketahui Hermawan Arif Budiman merupakan terdakwa kasus korupsi Pengadaan Flame Turbine pada pekerjaan Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT)-12 di PLN Sektor Pembangkit Belawan yang merugikan keuangan negara mencapai Rp23,9 miliar. “Dalam amar pengalihan tahanan. Menetapkan Ir Hermawan Arif Budiman dari rumah tahanan negara menjadi tahan kota. Terhitung pada tanggal 8 April 2014.
Dengan memenuhi syarat, yakni tidak melarikan diri. Tidak akan menghilangkan barang bukti. Tidak akan mengulangi perbuatannya kembali. Hadiri dalam pemeriksaan persidangan dan tidak mempersulit jalannya persidangan. Dalam pengalihan tahan memberikan uang jaminan sebesar Rp23,9 miliar,” ungkapkan Humas PN Medan, Neslon J Marbun kepada wartawan, Kamis (10/4) siang, di ruang kerjanya.
Pengangguhan pada terdakwa terkesan cukup istimewa. Pasalnya, tidak hanya uang dijadikan jaminan. Sejumlah direksi PLN pun secara pribadi menjadi penjamin sang terdakwa. Sebut saja Nur Pamudji selaku Direktur Utama (Dirut) dan Bernatus Sudarmanta yang merupakan GM Pembangkitan Wilayah Sumatera bagian utara (Sumbagut). Sejain itu, yang menjadi penjamin adalah Ratna Sari Samsudin, istri Hermawan.
“Setelah membaca dan permohonan dari General Manejer Pembangkitan Sumbagut. Bahwa alasan mereka mengajukan pengalihan tahanan terdakwa karena terdakwa orang terbaik di PT PLN. Sang terdakwa sebagai mechanical engineer gas turbin yang sangat diperlukan tenaga dan pemikiranya untuk mengatasi krisis listrik di sumut. Dengan itu, PT PLN (Persero) menimbang menitipkan uang sebesar Rp23,9 miliar ke rekening PN Medan,” terang Nelson.
Dengan Surat penetapan pengalihan penahanan terdaka Hermawan Arif Budiman No.19/pidsus/K2014/ PN Medan. Kini, terdakwa sudah menghirup udara bebasa pada tanggal 8 April 2014 yang lalu. Disinggung, apakah majelis hakim yang diketuai Jonner Manik dengan hakim anggota Denny Iskandar dan Merry Purba sudah pertimbangkan uang jaminan tersebut yang berasal milik negara itu. Pasalnya, tidak ada anggaran didalam PT PLN (Persero) bersumber uang negara dialihkan untuk uang jaminan pengalihanan tahanan terdakwa koruptor. “Ooo… kalau itu tidak ada kita sampai berpikir sejauh itu,” sebutnya. (gus/sam/rbb)