25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dalami Sambo Menembak Langsung

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Irjen Ferdy Sambo memang telah menjadi tersangka dugaan pembunuhan berencana. Namun, masih ada sejumlah hal yang masih gelap, kendati sebenarnya mudah untuk diketahui. Salah satunya, dugaan keterlibatan Sambo dalam menembak Brigadir Yosua secara langsung.

DALAM konferensi pers Selasa lalu (9/8), hanya disebutkan bahwa Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir Yosua. Namun, tidak jelas bagaimana kondisi Brigadir Yosua saat sebelum ditembak oleh Bharada E.

Dari sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos), sebelum naik ke atas lantai dua rumah dinas Sambo, Bharada E sudah mendengar suara senjata ditembakkan. Setelahnya, barulah Bharada E melihat Sambo didekat tubuh Brigadir Yosua yang telah tergeletak di lantai. Saat itulah Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir Yosua yang sudah tidak berdaya.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, masih mendalami soal dugaan keterlibatan langsung Sambo menembak Brigadir Yosua. “Apakah FS hanya menyuruh atau terlibat langsung penembakan, masih didalami,” terang mantan Kabareskrim tersebut.

Kuasa Hukum Bharada E, Deolipa Yumara pun enggan membeberkan sebenarnya berapa kali Bharada E menembak Brigadir Yosua yang telah tergeletak. “Itu materi penyidikan, yang pasti penjelasan Polri sudah sesuai dengan pengakuan dari Bharada E,” paparnya.

Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto menjelaskan, yang perlu dicermati adalah soal jumlah tembakan dan luka tembakan di tubuh Brigadir Yosua. Bila merujuk pengakuan Bharada E di Komnas Ham sebelumnya, sudah menembak tiga kali dan kemudian kembali menembak dua kali setelah Brigadir Yosua tersungkur. “Nah, pengakuannya kan sudah berubah, sudah mengakui bahwa ada perintah menembak,” jelasnya.

Dia menuturkan, dengan begitu sangat mudah sebenarnya mengetahui kemungkinan Sambo itu terlibat langsung penembakan atau tidak. Tinggal memeriksa Bharada E dan Bripka R, untuk mengetahui keterlibatan Sambo tersebut. “Yang masih gelap juga, soal senjata Glock 17 milik Brigadir R. Itu kapan diserahkan kepada Bharada E,” paparnya.

Sementara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto membeberkan alasan mengapa Bripka R dan Kuat, asisten rumah tangga Sambo, menjadi tersangka. Menurutnya, Bripka R itu memberikan kesempatan penembakan terhadap Brigadir Yosua terjadi,” terangnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, saat Sambo memberikan pengarahan terkait penembakan tersebut, Bripka R, Bharada E dan Kuat juga hadir bersamaan. “Ada arahan dari FS, mereka bertiga hadir,” jelasnya kemarin (10/8).

Yang juga masih gelap dalam kasus Sambo adalah siapa yang membuat kronologi awal pelecehan seksual berujung tembak menembak. Penasehat Kapolri bidang Komunikasi Publik Fahmi Alamsyah dikabarkan terhubung dengan pembuatan kronologi awal yang oleh publik dinilai begitu janggal. Terkait keterlibatan Fahmi Alamsyah itu, hingga saat ini masih dilakukan pendalaman oleh tim khusus. Terkait dugaan keterlibatan Fahmi itu Kapolri pun mengakui masih mendalaminya dalam konferensi pers, Selasa (9/8) lalu.

Di tengah terpaan isu miring itu, Fahmi diketahui mundur dari jabatannya sebagai penasehat kapolri. Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo menuturkan, informasi yang didapat dari Korsahli menyebutkan, Fahmi sudah tidak menjabat sebagai penasehat Kapolri. “Sudah dapat info dari Korsahli, yang bersangkutan sudah tidak menjabat,” paparnya kemarin.

Sementara Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu menyampaikan, dugaan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Yosua harus diusut tuntas. “ICJR sejak awal proses penyidikan kasus ini telah menyerukan pengusutan terhadap dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses penyidikan,” ungkap Eras kepada awak media di Jakarta. Terlebih setelah diketahui ada upaya menghilangkan bukti rekaman CCTV.

Menurut Eras, dugaan terjadinya upaya menghalang-halangi penyidikan dalam penanganan kasus tersebut tidak boleh diabaikan. “Pasal 221 KUHP telah secara jelas mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti,” imbuhnya. Bila dugaan tersebut terbukti, hukuman terhadap para pelaku bisa diperberat. Sebab, mereka adalah penegak hukum yang mestinya tidak melakukan hal itu.

Untuk itu, IJCR mendorong agar Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo tidak ragu-ragu menindak personel Polri yang diduga menghalang-halangi proses hukum dalam kasus pembunuhan Yosua. “Tidak hanya berhenti sampai pemberian sanksi etik semata apabila ditemukan adanya indikasi tindak pidana,” kata Eras. Dia meminta Polri juga mengungkap proses hukum atas dugaan obstruction of justice tersebut secara terbuka.

Lebih dari itu, ICJR menilai bahwa penanganan kasus pembunuhan Yosua menunjukkan masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Diantaranya mekanisme pengawasan dalam proses penyidikan oleh Polri. Utamanya yang kasusnya melibatkan pejabat kepolisian atau ada konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh Polri. Mereka mendorong agar pemerintah bersama DPR segera merancang mekanisme pengawasan tersebut.

IJCR juga menilai bahwa proses hukum dalam kasus pembunuhan Yosua harus dijadikan salah satu pijakan dalam penyusunan RKUHP yang masih berlangsung. Menurut Eras, RKUHP harus mengatur pasal-pasal pidana obstruction of justice lebih tegas lagu. “Termasuk memastikan adanya pidana untuk rekayasa kasus dan rekayasa bukti,” imbuhnya. RKUHP juga wajib mengatur pemberatan hukuman. “Khususnya bagi pelaku pejabat atau aparat penegak hukum,” tambah dia.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi dan mendukung langkah tegas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam menyelesaikan kasus tewasnya Brigadir J. Kapolri sudah menetapkan empat tersangka dalam perkara itu.

Menurut dia, langkah itu sejalan dengan sikap tegas Presiden Joko Widodo yang telah menginstruksikan agar Polri segera mengusut tuntas, tidak boleh ragu-ragu, dan tidak boleh ada yang ditutupi. Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pengungkapan kebenaran kasus ini sangat diperlukan agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri tidak hilang. “Kapolri sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik,” ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo.

Dia juga meluruskan berbagai miss informasi yang beredar di media terkait pernyataannya pada saat membuka Forum Tematik Badan Koordinasi Humas pada 4 Agustus 2022 lalu. Bamsoet menegaskan bahwa dirinya tidak membela Irjen Fredy Sambo.

Pada saat itu Sambo belum ditetapkan sebagai tersangka, sehingga dirinya mengajak masyarakat untuk menyerahkan sepenuhnya proses penanganan wafatnya Brigadir J kepada Polri. Menghormati proses hukum yang menjunjung tinggi asas equality before the law dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah.

Dia juga mengajak masyarakat untuk bijaksana mencerna berbagai informasi yang beredar di media sosial. Mengingat pada saat itu banyak sekali beredar informasi di media sosial yang kebenarannya belum valid, serta tidak jelas darimana sumber informasinya, baik terhadap almarhum Brigadir J maupun terhadap keluarga besar Irjen Sambo.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menerangkan, berbagai langkah tegas yang telah dilakukan Kapolri merupakan cerminan keseriusan Polri dalam memenuhi rasa keadilan masyarakat, terutama bagi keluarga almarhum Brigadir J. “Masyarakat harus mendukung Polri agar bisa menuntaskan kasus secara terang benderang,” urainya.

Dengan mulai terungkapnya kasus wafatnya Brigadir J, diharapkan juga bisa mengakhiri berbagai kesimpangsiuran informasi yang sudah tersebar di berbagai media sosial. Sehingga masyarakat tidak menjadi korban miss informasi, yang justru menjadi kontradiksi terhadap upaya penegakan hukum yang secara serius sedang dilakukan Polri.

MUI Apresiasi Kapolri

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah bekerja keras membongkar kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. “Sebagai orang yang cinta kebenaran dan keadilan, kita tentu patut memberikan apresiasi kepada Kapolri dan pihak kepolisian yang telah membongkar kasus pembunuhan terhadap Brigadir J sampai ke akar-akarnya,” kata Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI, Anwar Abbas kepada wartawan, Rabu (10/8).

“Syukur Alhamdulillah, berkat sikap tegas dan profesionalitas dari Kapolri dan pihak kepolisian, kasus ini bisa dibongkar sampai ke akar-akarnya dengan menangkap dan memersangkakan siapa yang telah menjadi aktor utama dan atau otak intelektual dalam kasus terbunuhnya Brigadir J,” sebutnya.

Ketua PP Muhammadiyah ini juga mengharapkan kasus Brigadir J dapat dijadikan sebagai momentum berbenah atau memperbaiki diri agar kepercayaan masyarakat terhadap salah satu lembaga penegak hukum di Tanah Air ini semakin meningkat.

Dengan demikian, sambungnya, Polri pun diharapkan dapat menjadi salah satu agen perubahan bangsa dan negara agar Indonesia mampu menjadi negeri yang maju, berakhlak, berkeadilan.

“Diharapkan Kepolisian akan bisa menjadi agen dalam perubahan bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini ke arah yang jauh lebih baik sehingga diharapkan negeri ini akan bisa menjadi negeri yang maju, berakhlak, dan berkeadilan di mana rakyatnya hidup dengan aman, tenteram, damai, sejahtera, dan bahagia,” harapnya. (idr/syn/far/lum/jpg/dwi/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Irjen Ferdy Sambo memang telah menjadi tersangka dugaan pembunuhan berencana. Namun, masih ada sejumlah hal yang masih gelap, kendati sebenarnya mudah untuk diketahui. Salah satunya, dugaan keterlibatan Sambo dalam menembak Brigadir Yosua secara langsung.

DALAM konferensi pers Selasa lalu (9/8), hanya disebutkan bahwa Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir Yosua. Namun, tidak jelas bagaimana kondisi Brigadir Yosua saat sebelum ditembak oleh Bharada E.

Dari sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos), sebelum naik ke atas lantai dua rumah dinas Sambo, Bharada E sudah mendengar suara senjata ditembakkan. Setelahnya, barulah Bharada E melihat Sambo didekat tubuh Brigadir Yosua yang telah tergeletak di lantai. Saat itulah Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir Yosua yang sudah tidak berdaya.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, masih mendalami soal dugaan keterlibatan langsung Sambo menembak Brigadir Yosua. “Apakah FS hanya menyuruh atau terlibat langsung penembakan, masih didalami,” terang mantan Kabareskrim tersebut.

Kuasa Hukum Bharada E, Deolipa Yumara pun enggan membeberkan sebenarnya berapa kali Bharada E menembak Brigadir Yosua yang telah tergeletak. “Itu materi penyidikan, yang pasti penjelasan Polri sudah sesuai dengan pengakuan dari Bharada E,” paparnya.

Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto menjelaskan, yang perlu dicermati adalah soal jumlah tembakan dan luka tembakan di tubuh Brigadir Yosua. Bila merujuk pengakuan Bharada E di Komnas Ham sebelumnya, sudah menembak tiga kali dan kemudian kembali menembak dua kali setelah Brigadir Yosua tersungkur. “Nah, pengakuannya kan sudah berubah, sudah mengakui bahwa ada perintah menembak,” jelasnya.

Dia menuturkan, dengan begitu sangat mudah sebenarnya mengetahui kemungkinan Sambo itu terlibat langsung penembakan atau tidak. Tinggal memeriksa Bharada E dan Bripka R, untuk mengetahui keterlibatan Sambo tersebut. “Yang masih gelap juga, soal senjata Glock 17 milik Brigadir R. Itu kapan diserahkan kepada Bharada E,” paparnya.

Sementara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto membeberkan alasan mengapa Bripka R dan Kuat, asisten rumah tangga Sambo, menjadi tersangka. Menurutnya, Bripka R itu memberikan kesempatan penembakan terhadap Brigadir Yosua terjadi,” terangnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, saat Sambo memberikan pengarahan terkait penembakan tersebut, Bripka R, Bharada E dan Kuat juga hadir bersamaan. “Ada arahan dari FS, mereka bertiga hadir,” jelasnya kemarin (10/8).

Yang juga masih gelap dalam kasus Sambo adalah siapa yang membuat kronologi awal pelecehan seksual berujung tembak menembak. Penasehat Kapolri bidang Komunikasi Publik Fahmi Alamsyah dikabarkan terhubung dengan pembuatan kronologi awal yang oleh publik dinilai begitu janggal. Terkait keterlibatan Fahmi Alamsyah itu, hingga saat ini masih dilakukan pendalaman oleh tim khusus. Terkait dugaan keterlibatan Fahmi itu Kapolri pun mengakui masih mendalaminya dalam konferensi pers, Selasa (9/8) lalu.

Di tengah terpaan isu miring itu, Fahmi diketahui mundur dari jabatannya sebagai penasehat kapolri. Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo menuturkan, informasi yang didapat dari Korsahli menyebutkan, Fahmi sudah tidak menjabat sebagai penasehat Kapolri. “Sudah dapat info dari Korsahli, yang bersangkutan sudah tidak menjabat,” paparnya kemarin.

Sementara Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu menyampaikan, dugaan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Yosua harus diusut tuntas. “ICJR sejak awal proses penyidikan kasus ini telah menyerukan pengusutan terhadap dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses penyidikan,” ungkap Eras kepada awak media di Jakarta. Terlebih setelah diketahui ada upaya menghilangkan bukti rekaman CCTV.

Menurut Eras, dugaan terjadinya upaya menghalang-halangi penyidikan dalam penanganan kasus tersebut tidak boleh diabaikan. “Pasal 221 KUHP telah secara jelas mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti,” imbuhnya. Bila dugaan tersebut terbukti, hukuman terhadap para pelaku bisa diperberat. Sebab, mereka adalah penegak hukum yang mestinya tidak melakukan hal itu.

Untuk itu, IJCR mendorong agar Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo tidak ragu-ragu menindak personel Polri yang diduga menghalang-halangi proses hukum dalam kasus pembunuhan Yosua. “Tidak hanya berhenti sampai pemberian sanksi etik semata apabila ditemukan adanya indikasi tindak pidana,” kata Eras. Dia meminta Polri juga mengungkap proses hukum atas dugaan obstruction of justice tersebut secara terbuka.

Lebih dari itu, ICJR menilai bahwa penanganan kasus pembunuhan Yosua menunjukkan masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Diantaranya mekanisme pengawasan dalam proses penyidikan oleh Polri. Utamanya yang kasusnya melibatkan pejabat kepolisian atau ada konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh Polri. Mereka mendorong agar pemerintah bersama DPR segera merancang mekanisme pengawasan tersebut.

IJCR juga menilai bahwa proses hukum dalam kasus pembunuhan Yosua harus dijadikan salah satu pijakan dalam penyusunan RKUHP yang masih berlangsung. Menurut Eras, RKUHP harus mengatur pasal-pasal pidana obstruction of justice lebih tegas lagu. “Termasuk memastikan adanya pidana untuk rekayasa kasus dan rekayasa bukti,” imbuhnya. RKUHP juga wajib mengatur pemberatan hukuman. “Khususnya bagi pelaku pejabat atau aparat penegak hukum,” tambah dia.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi dan mendukung langkah tegas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam menyelesaikan kasus tewasnya Brigadir J. Kapolri sudah menetapkan empat tersangka dalam perkara itu.

Menurut dia, langkah itu sejalan dengan sikap tegas Presiden Joko Widodo yang telah menginstruksikan agar Polri segera mengusut tuntas, tidak boleh ragu-ragu, dan tidak boleh ada yang ditutupi. Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pengungkapan kebenaran kasus ini sangat diperlukan agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri tidak hilang. “Kapolri sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik,” ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo.

Dia juga meluruskan berbagai miss informasi yang beredar di media terkait pernyataannya pada saat membuka Forum Tematik Badan Koordinasi Humas pada 4 Agustus 2022 lalu. Bamsoet menegaskan bahwa dirinya tidak membela Irjen Fredy Sambo.

Pada saat itu Sambo belum ditetapkan sebagai tersangka, sehingga dirinya mengajak masyarakat untuk menyerahkan sepenuhnya proses penanganan wafatnya Brigadir J kepada Polri. Menghormati proses hukum yang menjunjung tinggi asas equality before the law dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah.

Dia juga mengajak masyarakat untuk bijaksana mencerna berbagai informasi yang beredar di media sosial. Mengingat pada saat itu banyak sekali beredar informasi di media sosial yang kebenarannya belum valid, serta tidak jelas darimana sumber informasinya, baik terhadap almarhum Brigadir J maupun terhadap keluarga besar Irjen Sambo.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menerangkan, berbagai langkah tegas yang telah dilakukan Kapolri merupakan cerminan keseriusan Polri dalam memenuhi rasa keadilan masyarakat, terutama bagi keluarga almarhum Brigadir J. “Masyarakat harus mendukung Polri agar bisa menuntaskan kasus secara terang benderang,” urainya.

Dengan mulai terungkapnya kasus wafatnya Brigadir J, diharapkan juga bisa mengakhiri berbagai kesimpangsiuran informasi yang sudah tersebar di berbagai media sosial. Sehingga masyarakat tidak menjadi korban miss informasi, yang justru menjadi kontradiksi terhadap upaya penegakan hukum yang secara serius sedang dilakukan Polri.

MUI Apresiasi Kapolri

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah bekerja keras membongkar kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. “Sebagai orang yang cinta kebenaran dan keadilan, kita tentu patut memberikan apresiasi kepada Kapolri dan pihak kepolisian yang telah membongkar kasus pembunuhan terhadap Brigadir J sampai ke akar-akarnya,” kata Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI, Anwar Abbas kepada wartawan, Rabu (10/8).

“Syukur Alhamdulillah, berkat sikap tegas dan profesionalitas dari Kapolri dan pihak kepolisian, kasus ini bisa dibongkar sampai ke akar-akarnya dengan menangkap dan memersangkakan siapa yang telah menjadi aktor utama dan atau otak intelektual dalam kasus terbunuhnya Brigadir J,” sebutnya.

Ketua PP Muhammadiyah ini juga mengharapkan kasus Brigadir J dapat dijadikan sebagai momentum berbenah atau memperbaiki diri agar kepercayaan masyarakat terhadap salah satu lembaga penegak hukum di Tanah Air ini semakin meningkat.

Dengan demikian, sambungnya, Polri pun diharapkan dapat menjadi salah satu agen perubahan bangsa dan negara agar Indonesia mampu menjadi negeri yang maju, berakhlak, berkeadilan.

“Diharapkan Kepolisian akan bisa menjadi agen dalam perubahan bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini ke arah yang jauh lebih baik sehingga diharapkan negeri ini akan bisa menjadi negeri yang maju, berakhlak, dan berkeadilan di mana rakyatnya hidup dengan aman, tenteram, damai, sejahtera, dan bahagia,” harapnya. (idr/syn/far/lum/jpg/dwi/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/