30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Pemalsuan Surat Tanah, Terdakwa Tak Punya Surat Silang Sengketa

SIDANG: Aprialiani, terdakwa pemalsuan surat tanah saat menjalani sidang lanjutan, Selasa (10/12).
SIDANG: Aprialiani, terdakwa pemalsuan surat tanah saat menjalani sidang lanjutan, Selasa (10/12).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus pemalsuan surat tanah dengan terdakwa Apriliani, kembali berlanjut di ruang Cakra 7 Pengadialan Negeri (PN) Medan, Selasa (10/12). Dalam sidang beragendakan keterangan terdakwa itu, Apriliani mengaku tidak tahu persoalan silang sengketa.

Dalam keterangannya di hadapan Hakim Ketua Tengku Oyong, terdakwa Apriliani menjelaskan bahwa bahwa ia mengetahui soal tanah seluas 14.910 m2 di Jalan Pancing. Namun saat menjual, ia hanya memiliki surat dari Belanda. Sehingga hal itulah yang menjadi dasar terdakwa menjual tanah itu.

“Saudara menjual tanah itu, apa dasarnya. Bisa gak ditunjukkan” tanya Jaksa Randi Tambunan.

“Alas hak dari Belanda,” jawab terdakwa. Jaksa lalu menanyakan dasar lainnya, apakah ada juga surat penyerahan sebagai ahli waris ke terdakwa, serta apakah surat yang menyatakan terdakwa merupakan anak tunggal juga menjadi bagian dari dasar penjualan tanah itu.

Selanjutnya, terdakwa juga ditanyakan perihal saat menjual tanah itu apakah disampaikan ke Budi Tukimin. Namun menurut terdakwa, ia tidak ada menyampaikannya.

“Karena kemarin tidak kepikiran sampai mereka menuntut,” kata terdakwa.

Bahkan, terdakwa tidak mengurus surat silang sengketa ke keluarahan. Ia juga menyebutkan, saat di hadapan notaris ia tidak ada ditanyai soal surat silang sengketa.

Dalam sidang itu, hakim anggota juga kembali menanyakan soal kesaksian terdakwa yang menyatakan dialah anak tunggal sebagai ahli waris. Sebab, pengakuan saksi Pendi pada sidang sebelumnya, ia merupakan saudara terdakwa.

“Waktu itu tidak komunikasi dengan abang kandung makanya menjadi alasan sebagai pewaris tung gal. Dari tahun 2007 ia sudah tinggalkan rumah. Surat ahli warisnya dibuat tahun 2017,” kata terdakwa.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, hakim meminta jaksa untuk menyusun nota tuntutan yang akan dibacakan pada sidang pekan depan.

Hakim juga mengingatkan terdakwa, harusnya bila memang sudah tidak ada komunikasi dengan abang terdakwa, mestinya dibuat keterangan dari pengadilan.

Dalam dakwaan JPU Randi Tambunan menyebutkan, kasus ini bemula saat Ng Giok Lan (ibu kandung terdakwa Apriliani) mempunyai warisan tanah yang terletak di Jalan Pancing II Lk II Kelurahan Besar d/h Kampung Besar, Kecamatan Medan Labuhan seluas 14.910 M2.

Terdakwa Apriliani menjual tanah tersebut dasar Surat Keterangan Hak Warisan Ahli Waris Kelas Satu Nomor: 12/NI/N-SKHW/III/2014 tanggal 17 Maret 2014 bertalian dengan Surat Keterangan No 470/971/RP-II/2014 tanggal 19 Februari 2014.

Akibat perbuatan terdakwa, kedua korban merasa keberatan dan melaporkannya ke Polda Sumut. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 385 ke-1 KUHP subsider Pasal 263 ayat (1) KUHP. (man/btr)

SIDANG: Aprialiani, terdakwa pemalsuan surat tanah saat menjalani sidang lanjutan, Selasa (10/12).
SIDANG: Aprialiani, terdakwa pemalsuan surat tanah saat menjalani sidang lanjutan, Selasa (10/12).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus pemalsuan surat tanah dengan terdakwa Apriliani, kembali berlanjut di ruang Cakra 7 Pengadialan Negeri (PN) Medan, Selasa (10/12). Dalam sidang beragendakan keterangan terdakwa itu, Apriliani mengaku tidak tahu persoalan silang sengketa.

Dalam keterangannya di hadapan Hakim Ketua Tengku Oyong, terdakwa Apriliani menjelaskan bahwa bahwa ia mengetahui soal tanah seluas 14.910 m2 di Jalan Pancing. Namun saat menjual, ia hanya memiliki surat dari Belanda. Sehingga hal itulah yang menjadi dasar terdakwa menjual tanah itu.

“Saudara menjual tanah itu, apa dasarnya. Bisa gak ditunjukkan” tanya Jaksa Randi Tambunan.

“Alas hak dari Belanda,” jawab terdakwa. Jaksa lalu menanyakan dasar lainnya, apakah ada juga surat penyerahan sebagai ahli waris ke terdakwa, serta apakah surat yang menyatakan terdakwa merupakan anak tunggal juga menjadi bagian dari dasar penjualan tanah itu.

Selanjutnya, terdakwa juga ditanyakan perihal saat menjual tanah itu apakah disampaikan ke Budi Tukimin. Namun menurut terdakwa, ia tidak ada menyampaikannya.

“Karena kemarin tidak kepikiran sampai mereka menuntut,” kata terdakwa.

Bahkan, terdakwa tidak mengurus surat silang sengketa ke keluarahan. Ia juga menyebutkan, saat di hadapan notaris ia tidak ada ditanyai soal surat silang sengketa.

Dalam sidang itu, hakim anggota juga kembali menanyakan soal kesaksian terdakwa yang menyatakan dialah anak tunggal sebagai ahli waris. Sebab, pengakuan saksi Pendi pada sidang sebelumnya, ia merupakan saudara terdakwa.

“Waktu itu tidak komunikasi dengan abang kandung makanya menjadi alasan sebagai pewaris tung gal. Dari tahun 2007 ia sudah tinggalkan rumah. Surat ahli warisnya dibuat tahun 2017,” kata terdakwa.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, hakim meminta jaksa untuk menyusun nota tuntutan yang akan dibacakan pada sidang pekan depan.

Hakim juga mengingatkan terdakwa, harusnya bila memang sudah tidak ada komunikasi dengan abang terdakwa, mestinya dibuat keterangan dari pengadilan.

Dalam dakwaan JPU Randi Tambunan menyebutkan, kasus ini bemula saat Ng Giok Lan (ibu kandung terdakwa Apriliani) mempunyai warisan tanah yang terletak di Jalan Pancing II Lk II Kelurahan Besar d/h Kampung Besar, Kecamatan Medan Labuhan seluas 14.910 M2.

Terdakwa Apriliani menjual tanah tersebut dasar Surat Keterangan Hak Warisan Ahli Waris Kelas Satu Nomor: 12/NI/N-SKHW/III/2014 tanggal 17 Maret 2014 bertalian dengan Surat Keterangan No 470/971/RP-II/2014 tanggal 19 Februari 2014.

Akibat perbuatan terdakwa, kedua korban merasa keberatan dan melaporkannya ke Polda Sumut. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 385 ke-1 KUHP subsider Pasal 263 ayat (1) KUHP. (man/btr)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/