30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Kasus Dugaan Penyiksaan hingga Tewas di Mapolsek Sunggal, Makam Joko Dedi Kurniawan Dibongkar

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan penyiksaan hingga tewas terhadap seorang tahanan, Joko Dedi Kurniawan di Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Sunggal pada 2020 lalu, kembali diungkap.

Ilustrasi.

Pihak kepolisian akhirnya memenuhi tuntutan keluarga almarhum Joko, untuk melaksanakan ekshumasi atau pembongkaran kuburan (penggalian mayat), pada Rabu (10/3) lalu, sekira pukul 10.00 WIB.

Pelaksanaan ekshumasi di TPU Muslim Desa Saentis, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang tersebut, dilakukan oleh pihak Ditreskrimum Polda Sumut, dokter forensik, bersama keluarga korban yang didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, usai dilakukan gelar perkara.

“Pelaksanaan ekshumasi dilakukan secara maksimal, objektif, trasnparan, independen, dan tanpa intervensi dengan memegang teguh sumpah atau janji sebagai dokter, sebagaimana amanat pasal 1 Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012,” ungkap Wakil Direktur (Wadir) LBH Medan Irvan Sahputra, didampingi Martinu Jaya Halawa, dalam siaran pers yang diterima Sumut Pos di Kota Medan, Rabu (10/3).

Irvan menjelaskan, ekshumasi dilaksanakan karena adanya dugaan penyiksaan di Polsek Sunggal terhadap tersangka almarhum Joko. Hal ini, untuk membuat terang-benderang dugaan tindak pidana penyiksaan terhadap almarhum.

“Ini juga untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum terhadap masyarakat. Terkhusus pihak keluarga yang meyakini, almarhum Joko meninggal dunia bukan karena sakit, melainkan adanya dugaan penyiksaan,” jelasnya.

Tak hanya itu, dia juga menegaskan, LBH Medan mendesak Komnas HAM, LPSK RI, dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), untuk turun langsung melihat dan memantau jalannya ekshumasi dugaan tindak pidana penyiksaan a quo, yang tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM.

“Karena hal itu secara tegas merupakan komitmen dari Komnas HAM, LPSK, dan ORI, merupakan 3 dari 5 lembaga yang tergabung dalam National Preventive Mechanism (NPM), yang mengecam dan menolak tindakan penyiksaan dan perlakukan kejam serta merendahkan martabat di tempat-tempat penahanan di Indonesia,” tegas Irvan.

Menurut Irvan, LBH Medan menduga tindak pidana penyiksaan tersebut telah melanggar UUD 1945 pasal 28 A, 28 G dan I, UU 39/1999, tentang HAM, dan pasal 4, UU No 5/1998, tentang Pengesahan Covention Againt Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment on Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia).

“Juga melanggar Undang-Undang No 12/2005 pasal 7, tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 5,” pungkas Irvan. (mag-1/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan penyiksaan hingga tewas terhadap seorang tahanan, Joko Dedi Kurniawan di Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Sunggal pada 2020 lalu, kembali diungkap.

Ilustrasi.

Pihak kepolisian akhirnya memenuhi tuntutan keluarga almarhum Joko, untuk melaksanakan ekshumasi atau pembongkaran kuburan (penggalian mayat), pada Rabu (10/3) lalu, sekira pukul 10.00 WIB.

Pelaksanaan ekshumasi di TPU Muslim Desa Saentis, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang tersebut, dilakukan oleh pihak Ditreskrimum Polda Sumut, dokter forensik, bersama keluarga korban yang didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, usai dilakukan gelar perkara.

“Pelaksanaan ekshumasi dilakukan secara maksimal, objektif, trasnparan, independen, dan tanpa intervensi dengan memegang teguh sumpah atau janji sebagai dokter, sebagaimana amanat pasal 1 Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012,” ungkap Wakil Direktur (Wadir) LBH Medan Irvan Sahputra, didampingi Martinu Jaya Halawa, dalam siaran pers yang diterima Sumut Pos di Kota Medan, Rabu (10/3).

Irvan menjelaskan, ekshumasi dilaksanakan karena adanya dugaan penyiksaan di Polsek Sunggal terhadap tersangka almarhum Joko. Hal ini, untuk membuat terang-benderang dugaan tindak pidana penyiksaan terhadap almarhum.

“Ini juga untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum terhadap masyarakat. Terkhusus pihak keluarga yang meyakini, almarhum Joko meninggal dunia bukan karena sakit, melainkan adanya dugaan penyiksaan,” jelasnya.

Tak hanya itu, dia juga menegaskan, LBH Medan mendesak Komnas HAM, LPSK RI, dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), untuk turun langsung melihat dan memantau jalannya ekshumasi dugaan tindak pidana penyiksaan a quo, yang tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM.

“Karena hal itu secara tegas merupakan komitmen dari Komnas HAM, LPSK, dan ORI, merupakan 3 dari 5 lembaga yang tergabung dalam National Preventive Mechanism (NPM), yang mengecam dan menolak tindakan penyiksaan dan perlakukan kejam serta merendahkan martabat di tempat-tempat penahanan di Indonesia,” tegas Irvan.

Menurut Irvan, LBH Medan menduga tindak pidana penyiksaan tersebut telah melanggar UUD 1945 pasal 28 A, 28 G dan I, UU 39/1999, tentang HAM, dan pasal 4, UU No 5/1998, tentang Pengesahan Covention Againt Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment on Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia).

“Juga melanggar Undang-Undang No 12/2005 pasal 7, tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 5,” pungkas Irvan. (mag-1/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/