26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Dugaan Korupsi Pembelian Surat Berharga Bank Sumut, Harus Tanggung Renteng

SIDANG EKSEPSI: Maulana Ahkyar Lubis (layar monitor) terdakwa kasus korupsi Bank Sumut, saat menjalani sidang eksepsi, Senin (13/7). AGUSMAN/SUMUT POS.
SIDANG EKSEPSI: Maulana Ahkyar Lubis (layar monitor) terdakwa kasus korupsi Bank Sumut, saat menjalani sidang eksepsi, Senin (13/7).
AGUSMAN/SUMUT POS.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direksi PT Bank Sumut harus bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi pembelian surat berharga, yang merugikan negara Rp202 miliar. Hal itu diungkapkan Eva Nora, selaku Kuasa Hukum Terdakwa Maulana Akhyar Lubis, dalam sidang dengan agenda keberatan atas surat dakwaan (eksepsi) di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (13/7).

“Karena ini kan sudah tanggung renteng. Mana mungkin biaya segitu besar tanpa diketahui oleh Direksi. Kalau lah ini salah, berarti Direksi harus salah juga,” tegas Eva.

Sebelumnya, dalam penyampaian eksepsinya, penerbitan MTN, pada prinsipnya adalah suatu surat berharga berupa surat utang, sebagai bukti penerbit telah meminjam uang ke pemegang MTN (perjanjian pinjam meminjam).

“Berarti ada hubungan hukum berupa utang piutang. Penerbit berutang kepada sejumlah pemegang MTN, yang menimbulkan kewajiban bagi penerbit untuk membayar kembali utang tersebut kepada pemegangnya saat jatuh tempo. Sehingga hubungan hukum antara PT SNP dan Bank Sumut, karena adanya perjanjian jual beli MTN, yang bersifat keperdataan, dan apabila terjadi gagal bayar, maka PT Bank Sumut selaku pemegang MTN, dapat mengajukan gugatan kepada PT SNP selaku penerbit MTN,” beber Eva di hadapan Hakim Ketua Sri Wahyuni Batubara.

Eva juga menegaskan, dakwaan penuntut umum tidak berdasarkan hukum sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2), dan (3), serta Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

“Maka dakwaan a quo, yakni dakwaan tidak cermat, tidak jelas/kabur (obscurlibel), sehingga menurut hukum harus dinyatakan batal demi hukum,” tegasnya lagi.

Maka, lebih lanjut Eva menjelaskan, apa yang didakwakan terhadap kliennya ini, bukanlah tindak pidana korupsi, melainkan tugas yang dijalankan selaku Pimpinan Divisi Tresuri PT Bank Sumut.

“Terdakwa Maulana Akhyar Lubis, selaku Pimpinan Divisi Tresuri Bank Sumut telah melakukan tugas dan kewenangannya sesuai jobdesk-nya. Sehingga apa yang dilakukan terdakwa Maulana Akhyar Lubis adalah sesuai dengan prosedur dan standar operasional prosedur (SOP) yang ada pada PT Bank Sumut,” jelasnya lagi.

Sementara penganalisisan PT SNP, bukanlah jadi tugas dan kewenangan Divisi Tresuri, tapi tugas dan kewenangan Divisi Kredit, yang hasil analisis oleh Divisi Kredit itu, disampaikan ke Dirut, dan Direktur Bisnis dan Syariah PT Bank Sumut.

Sementara dalam hal yang berkaitan dengan risiko kepatuhan dan juga manajemen risiko, merupakan tanggung jawab PT Bank Sumut, yang terdiri dari para direktur yakni Direktur Utama, Direktur Kepatuhan, Direktur Pemasaran, serta Direktur Bisnis dan Syariah, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 92 ayat (1) dan (2), Pasal 97 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, sehingga bukan pada diri terdakwa Maulana Akhyar Lubis, yang hanya selaku Pimpinan Divisi Treasuri, yang merupakan satu bagian (divisi) pada PT Bank Sumut.

“Dan terdakwa Maulana Akhyar Lubis telah melakukan tugas dan kewenangannya yang mengacu pada Surat Keputusan Direksi No. 531/DIR/DTS-TS/SK/2004, tentang Pedoman Tresury PT Bank Sumut, tertanggal 29 Desember 2004. Apa yang didakwakan di dalam uraian tentang kerugian PT Bank Sumut, tidak dapat disamakan dengan kerugian Negara, bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (6) UU PT BUMN Persero memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman, dan karakteristik dari suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan dan pengurusnya,” bebernya.

Dengan demikian kekayaan PT Bank Sumut adalah sebagai badan hukum bukanlah kekayaan negara, yang oleh karenanya, jika terjadi kerugian di suatu BUMN Persero, maka kerugian tersebut bukan merupakan kerugian keuangan negara, melainkan kerugian perusahaan atau lazim juga disebut sebagai risiko bisnis, sebagai badan hukum privat.

“Jadi yang didakwakan terhadap terdakwa Maulana Akhyar Lubis, bukanlah tindak pidana pencucian uang, tapi transaksi jual beli,” tutur Eva.

Bahwa terdakwa Maulana Akhyar Lubis menerima transfer dana dari Andri Irvandi sebesar Rp514.000.000, pada 10 November 2017, yang mana uang sebesar itu merupakan uang pembayaran dari Andri Irvandi untuk pembelian tanah milik Maulana Akhyar Lubis, yang terletak di Depok/Bogor.

“Karena itu, atas dakwaan berdasarkan Pasal 77 dan 78 Undang-Undang No 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, akan dibuktikan nantinya setelah pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum,” tegasnya.

Terakhir Eva menegaskan, dakwaan penuntut umum tidak cermat dalam menguraikan aliran dana dari Andri Irvandi kepada Nurul Aulia Nadhira (Pimpinan Bidang Global Market PT Bank Sumut) yang beberapa kali, yakni 15 Maret 2017, 16 Maret 2017, 3 November 2017, 9 Maret 2017, dan 13 April 2017, dengan demikian pula terdapat aliran dana dari Andri Irvandi ke Riza Pahlevi.

“Yang menguraikan pengaliran dana hanya dikutip dari rekening koran tanpa memberikan penjelasan lengkap, tentang aliran dana-dana dimulai dari Arif Efendi, Andri Irvandi, terdakwa Maulana Akhyar Lubis, Nurul Aulia Nadhira, dan Riza Fahlevi (Komisaris Utama Bank Sumut), sehingga tak dapat dikatakan sebagai uang berasal dari pencairan pembayaran Bank Sumut ke PT MNC atas MTN IV Tahun 2017, dan MTN VI Tahap I serta Tahap II 2018,” pungkasnya. (man/saz)

SIDANG EKSEPSI: Maulana Ahkyar Lubis (layar monitor) terdakwa kasus korupsi Bank Sumut, saat menjalani sidang eksepsi, Senin (13/7). AGUSMAN/SUMUT POS.
SIDANG EKSEPSI: Maulana Ahkyar Lubis (layar monitor) terdakwa kasus korupsi Bank Sumut, saat menjalani sidang eksepsi, Senin (13/7).
AGUSMAN/SUMUT POS.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direksi PT Bank Sumut harus bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi pembelian surat berharga, yang merugikan negara Rp202 miliar. Hal itu diungkapkan Eva Nora, selaku Kuasa Hukum Terdakwa Maulana Akhyar Lubis, dalam sidang dengan agenda keberatan atas surat dakwaan (eksepsi) di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (13/7).

“Karena ini kan sudah tanggung renteng. Mana mungkin biaya segitu besar tanpa diketahui oleh Direksi. Kalau lah ini salah, berarti Direksi harus salah juga,” tegas Eva.

Sebelumnya, dalam penyampaian eksepsinya, penerbitan MTN, pada prinsipnya adalah suatu surat berharga berupa surat utang, sebagai bukti penerbit telah meminjam uang ke pemegang MTN (perjanjian pinjam meminjam).

“Berarti ada hubungan hukum berupa utang piutang. Penerbit berutang kepada sejumlah pemegang MTN, yang menimbulkan kewajiban bagi penerbit untuk membayar kembali utang tersebut kepada pemegangnya saat jatuh tempo. Sehingga hubungan hukum antara PT SNP dan Bank Sumut, karena adanya perjanjian jual beli MTN, yang bersifat keperdataan, dan apabila terjadi gagal bayar, maka PT Bank Sumut selaku pemegang MTN, dapat mengajukan gugatan kepada PT SNP selaku penerbit MTN,” beber Eva di hadapan Hakim Ketua Sri Wahyuni Batubara.

Eva juga menegaskan, dakwaan penuntut umum tidak berdasarkan hukum sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2), dan (3), serta Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

“Maka dakwaan a quo, yakni dakwaan tidak cermat, tidak jelas/kabur (obscurlibel), sehingga menurut hukum harus dinyatakan batal demi hukum,” tegasnya lagi.

Maka, lebih lanjut Eva menjelaskan, apa yang didakwakan terhadap kliennya ini, bukanlah tindak pidana korupsi, melainkan tugas yang dijalankan selaku Pimpinan Divisi Tresuri PT Bank Sumut.

“Terdakwa Maulana Akhyar Lubis, selaku Pimpinan Divisi Tresuri Bank Sumut telah melakukan tugas dan kewenangannya sesuai jobdesk-nya. Sehingga apa yang dilakukan terdakwa Maulana Akhyar Lubis adalah sesuai dengan prosedur dan standar operasional prosedur (SOP) yang ada pada PT Bank Sumut,” jelasnya lagi.

Sementara penganalisisan PT SNP, bukanlah jadi tugas dan kewenangan Divisi Tresuri, tapi tugas dan kewenangan Divisi Kredit, yang hasil analisis oleh Divisi Kredit itu, disampaikan ke Dirut, dan Direktur Bisnis dan Syariah PT Bank Sumut.

Sementara dalam hal yang berkaitan dengan risiko kepatuhan dan juga manajemen risiko, merupakan tanggung jawab PT Bank Sumut, yang terdiri dari para direktur yakni Direktur Utama, Direktur Kepatuhan, Direktur Pemasaran, serta Direktur Bisnis dan Syariah, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 92 ayat (1) dan (2), Pasal 97 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, sehingga bukan pada diri terdakwa Maulana Akhyar Lubis, yang hanya selaku Pimpinan Divisi Treasuri, yang merupakan satu bagian (divisi) pada PT Bank Sumut.

“Dan terdakwa Maulana Akhyar Lubis telah melakukan tugas dan kewenangannya yang mengacu pada Surat Keputusan Direksi No. 531/DIR/DTS-TS/SK/2004, tentang Pedoman Tresury PT Bank Sumut, tertanggal 29 Desember 2004. Apa yang didakwakan di dalam uraian tentang kerugian PT Bank Sumut, tidak dapat disamakan dengan kerugian Negara, bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (6) UU PT BUMN Persero memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman, dan karakteristik dari suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan dan pengurusnya,” bebernya.

Dengan demikian kekayaan PT Bank Sumut adalah sebagai badan hukum bukanlah kekayaan negara, yang oleh karenanya, jika terjadi kerugian di suatu BUMN Persero, maka kerugian tersebut bukan merupakan kerugian keuangan negara, melainkan kerugian perusahaan atau lazim juga disebut sebagai risiko bisnis, sebagai badan hukum privat.

“Jadi yang didakwakan terhadap terdakwa Maulana Akhyar Lubis, bukanlah tindak pidana pencucian uang, tapi transaksi jual beli,” tutur Eva.

Bahwa terdakwa Maulana Akhyar Lubis menerima transfer dana dari Andri Irvandi sebesar Rp514.000.000, pada 10 November 2017, yang mana uang sebesar itu merupakan uang pembayaran dari Andri Irvandi untuk pembelian tanah milik Maulana Akhyar Lubis, yang terletak di Depok/Bogor.

“Karena itu, atas dakwaan berdasarkan Pasal 77 dan 78 Undang-Undang No 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, akan dibuktikan nantinya setelah pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum,” tegasnya.

Terakhir Eva menegaskan, dakwaan penuntut umum tidak cermat dalam menguraikan aliran dana dari Andri Irvandi kepada Nurul Aulia Nadhira (Pimpinan Bidang Global Market PT Bank Sumut) yang beberapa kali, yakni 15 Maret 2017, 16 Maret 2017, 3 November 2017, 9 Maret 2017, dan 13 April 2017, dengan demikian pula terdapat aliran dana dari Andri Irvandi ke Riza Pahlevi.

“Yang menguraikan pengaliran dana hanya dikutip dari rekening koran tanpa memberikan penjelasan lengkap, tentang aliran dana-dana dimulai dari Arif Efendi, Andri Irvandi, terdakwa Maulana Akhyar Lubis, Nurul Aulia Nadhira, dan Riza Fahlevi (Komisaris Utama Bank Sumut), sehingga tak dapat dikatakan sebagai uang berasal dari pencairan pembayaran Bank Sumut ke PT MNC atas MTN IV Tahun 2017, dan MTN VI Tahap I serta Tahap II 2018,” pungkasnya. (man/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/