28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Bocah Asal Nias Selamat dari Aksi Mutilasi Pasutri

Para tersangka pelaku mutilasi di Siak, Riau.
Para tersangka pelaku mutilasi di Siak, Riau.

SIAK, SUMUTPOS.CO – Tuhan masih memberikan umur panjang kepada dua bocah di Riau dari aksi biadap pembunuhan mutilasi. Mereka adalah, Daut Krisman Halawa (12) dan Mawa (11). Sedangkan temannya Opi anak laki usia 10 tahun menjadi korban mutilasi sekaligus sodomi.

Peristiwa ini terjadi pada 18 Juli 2014. Ketiga bocah itu, Daut, Mawa dan Opi lagi asyik memancing di sebuah parit kecil yang hanya berjarak 50 meter dari rumah mereka di Kelurahan Pinang Sebatang, RT03, RW04, Kecamatan Tualang, Kota Perawang, Kabupaten Siak, Riau.

Siang itu mereka bertiga memancing namun belum juga mendapatkan ikan. Tiba-tiba, mereka didatangi Muhamad Delfi (19) dan Sopiyan (26) dengan menggunakan sepeda motor. Dari ketiga bocah itu, Daut dan Opi sudah mengenal kedua tersangka.

Ini karena, kedua pelaku itu sering datang ke perumahan mereka. Kedua tersangka menghampiri ketiga bocah yang lagi mancing. Mereka membujuk bahwa ada tempat mancing yang ikan lebih banyak lagi.

Lantas atas bujukan itu, ketiga menurut ajakan kedua tersangka. Mereka dibawa ke kolam di sekitar SMA di Perawang. Jaraknya dari lokasi manding pertama sekita 200 meteran.

Di sini, ketiga bocah itu kembali disuruh mancing. Namun ada 30 menit anak-anak itu tak juga mendapatkan ikan. Kedua tersangka lantas mengajak kembali ketiganya untuk memancing di lokasi yang katanya lebih banyak ikannya. Namun saat itu, karena sepeda motor hanya satu, maka dua bocah yang diajak yakni Opi dan Mawa. Daut saat itu disuruh tinggal sebentar sambil mencari cacing untuk umpan pancing. Karena saat itu tak cukup jika ketiganya dibawa dengan satu sepeda motor.

Lantas, Daut pun mencari cacing untuk persiapan memancing di lokasi ke tiga tanpa jelas di mana letaknya. Karena kedua tersangka berjanji akan menjemput Daut bila kedua rekannya sudah diantarkan ke lokasi mancing.

Dalam perjalanan, ternyata Mawa memberontak. Ini karena Mawa bocah itu belum mengenal kedua tersangka. Maklum, Mawa saat kejadian itu baru tiga hari pindah ke Perawang dari kampung asalnya di Pulau Nias, Sumut.

Dalam perjalanan dengan sepeda motor, Mawa terus memberontak meminta turun. Lantas bocah itu melakukan aksi nekat melompat dari sepeda motor. Maka, hanya Opilah yang dibawa kedua tersangka.

Sedangkan Daut, masih terus menunggu kehadiran kedua tersangka. Dia masih berharap, jika dirinya akan dijemput kembali sesuai janji semula. Dua jam menunggu, siang itu, Daut merasa perutnya lapar. Jemputan yang ditunggunya tak kunjung datang.

Lantas bocah ini, meninggalkan lokasi memancing itu untuk pulang ke rumahnya. “Waktu om itu jemput kami, dia bawa parang. Parangnya diikat di pinggang sebelah kanan,” kata Daut, dalam perbincangan dengan wartawan di rumahnya, Rabu (13/8).

Sejak peristiwa itu, Mawa dan Daut selamat dari maut. Namun nasib temannya, Opi saat itu dibawa kedua tersangka ke lokasi kebun masih di kecamatan yang sama.

Rupanya Opi menjadi korban mutilasi. Jasad Opi berhasil ketemukan pada 23 Juli 2014. Ini karena saat kejadian penculikan itu, orangtuanya langsung melapor ke Polsek Tualang. Hilangnya Opi, merupakan rentetan dari 2 bocah sebelumnya. Kedua bocah masih bertetangga pernah hilang, yakni Rendy Hidayat (9) pada 14 Agustus 2013 dan Marjevan Gea (8) pada 30 Juni 2014.

Dari kehilangan Opi inilah, warga sekitar menaruh curiga. Jangan-jangan anak-anak 2 bocah sebelumnya juga korban penculikan. Mereka mendesak kepolisian untuk mengusutnya.

Akhirnya kebiadaban para tersangka terbongkar. Saksi kuncinya adalah kedua bocah itu tadi, yakni Daut dan Mawa. Kedua bocah ini akhirnya memberikan kesaksian bahwa keduanya melihat tersangka Delfi dan Sopiyan membawa Opi.

Sayangnya, Mawa tidak lagi bisa ditemui. Belum segenap sepekan ini, Mawa dan keluarganya sudah pindah ke tempat lain. Kepindahan Mawa karena orangtuanya yang bekerja serabutan.

Kedua tersangka ditangkap pihak kepolisian. Pada 22 Juli 2014. Dari sana polisi meminta menunjukan di mana lokasi jasadnya. Jasad korban Opi ternyata dikubur di sekitar perkeburan di wilayah desa itu. Anehnya, saat tulang belulangnya diketemukan, tak ada lagi dagingnya. Polisi hanya bisa menyita barang bukti tulangnya saja. Padahal jarak pembunuhan baru empat hari berlangsung. (net/bbs)

Para tersangka pelaku mutilasi di Siak, Riau.
Para tersangka pelaku mutilasi di Siak, Riau.

SIAK, SUMUTPOS.CO – Tuhan masih memberikan umur panjang kepada dua bocah di Riau dari aksi biadap pembunuhan mutilasi. Mereka adalah, Daut Krisman Halawa (12) dan Mawa (11). Sedangkan temannya Opi anak laki usia 10 tahun menjadi korban mutilasi sekaligus sodomi.

Peristiwa ini terjadi pada 18 Juli 2014. Ketiga bocah itu, Daut, Mawa dan Opi lagi asyik memancing di sebuah parit kecil yang hanya berjarak 50 meter dari rumah mereka di Kelurahan Pinang Sebatang, RT03, RW04, Kecamatan Tualang, Kota Perawang, Kabupaten Siak, Riau.

Siang itu mereka bertiga memancing namun belum juga mendapatkan ikan. Tiba-tiba, mereka didatangi Muhamad Delfi (19) dan Sopiyan (26) dengan menggunakan sepeda motor. Dari ketiga bocah itu, Daut dan Opi sudah mengenal kedua tersangka.

Ini karena, kedua pelaku itu sering datang ke perumahan mereka. Kedua tersangka menghampiri ketiga bocah yang lagi mancing. Mereka membujuk bahwa ada tempat mancing yang ikan lebih banyak lagi.

Lantas atas bujukan itu, ketiga menurut ajakan kedua tersangka. Mereka dibawa ke kolam di sekitar SMA di Perawang. Jaraknya dari lokasi manding pertama sekita 200 meteran.

Di sini, ketiga bocah itu kembali disuruh mancing. Namun ada 30 menit anak-anak itu tak juga mendapatkan ikan. Kedua tersangka lantas mengajak kembali ketiganya untuk memancing di lokasi yang katanya lebih banyak ikannya. Namun saat itu, karena sepeda motor hanya satu, maka dua bocah yang diajak yakni Opi dan Mawa. Daut saat itu disuruh tinggal sebentar sambil mencari cacing untuk umpan pancing. Karena saat itu tak cukup jika ketiganya dibawa dengan satu sepeda motor.

Lantas, Daut pun mencari cacing untuk persiapan memancing di lokasi ke tiga tanpa jelas di mana letaknya. Karena kedua tersangka berjanji akan menjemput Daut bila kedua rekannya sudah diantarkan ke lokasi mancing.

Dalam perjalanan, ternyata Mawa memberontak. Ini karena Mawa bocah itu belum mengenal kedua tersangka. Maklum, Mawa saat kejadian itu baru tiga hari pindah ke Perawang dari kampung asalnya di Pulau Nias, Sumut.

Dalam perjalanan dengan sepeda motor, Mawa terus memberontak meminta turun. Lantas bocah itu melakukan aksi nekat melompat dari sepeda motor. Maka, hanya Opilah yang dibawa kedua tersangka.

Sedangkan Daut, masih terus menunggu kehadiran kedua tersangka. Dia masih berharap, jika dirinya akan dijemput kembali sesuai janji semula. Dua jam menunggu, siang itu, Daut merasa perutnya lapar. Jemputan yang ditunggunya tak kunjung datang.

Lantas bocah ini, meninggalkan lokasi memancing itu untuk pulang ke rumahnya. “Waktu om itu jemput kami, dia bawa parang. Parangnya diikat di pinggang sebelah kanan,” kata Daut, dalam perbincangan dengan wartawan di rumahnya, Rabu (13/8).

Sejak peristiwa itu, Mawa dan Daut selamat dari maut. Namun nasib temannya, Opi saat itu dibawa kedua tersangka ke lokasi kebun masih di kecamatan yang sama.

Rupanya Opi menjadi korban mutilasi. Jasad Opi berhasil ketemukan pada 23 Juli 2014. Ini karena saat kejadian penculikan itu, orangtuanya langsung melapor ke Polsek Tualang. Hilangnya Opi, merupakan rentetan dari 2 bocah sebelumnya. Kedua bocah masih bertetangga pernah hilang, yakni Rendy Hidayat (9) pada 14 Agustus 2013 dan Marjevan Gea (8) pada 30 Juni 2014.

Dari kehilangan Opi inilah, warga sekitar menaruh curiga. Jangan-jangan anak-anak 2 bocah sebelumnya juga korban penculikan. Mereka mendesak kepolisian untuk mengusutnya.

Akhirnya kebiadaban para tersangka terbongkar. Saksi kuncinya adalah kedua bocah itu tadi, yakni Daut dan Mawa. Kedua bocah ini akhirnya memberikan kesaksian bahwa keduanya melihat tersangka Delfi dan Sopiyan membawa Opi.

Sayangnya, Mawa tidak lagi bisa ditemui. Belum segenap sepekan ini, Mawa dan keluarganya sudah pindah ke tempat lain. Kepindahan Mawa karena orangtuanya yang bekerja serabutan.

Kedua tersangka ditangkap pihak kepolisian. Pada 22 Juli 2014. Dari sana polisi meminta menunjukan di mana lokasi jasadnya. Jasad korban Opi ternyata dikubur di sekitar perkeburan di wilayah desa itu. Anehnya, saat tulang belulangnya diketemukan, tak ada lagi dagingnya. Polisi hanya bisa menyita barang bukti tulangnya saja. Padahal jarak pembunuhan baru empat hari berlangsung. (net/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/