MEDAN- Kasubag Keuangan Disdik (Dinas Pendidikan) Kota Medan, Zainuddin Adam mangkir tanpa alasan yang jelas dari panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.
Selain Zainuddin, tercatat tiga orang lainnya dari pihak Kepala Sekolah di Kota Medan yang juga mangkir dari panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi penyimpangan Dana Alokasi Khususn
(DAK) di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan senilai Rp40,4 miliar.
“Sebenarnya hari ini ada enam orang yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan. Akan tetapi, hanya dua orang yang memenuhi panggilan penyidik. Untuk Kasubag Keuangan Disdik juga mangkir dari pemeriksaan. Tidak tahu apa alas an mereka kenapa tidak hadir. Selain dia ada juga yang tidak hadir diantaranya Nurhalimah (KUPT TK dan SD), Abdullah Hakim (Kepsek SD Alwasliyah) dan Abdulatif Lubis (Kepala Sekolah SD Swasta Sasabila Medan),” kata Chandra Purnama, Kasi Penkum Kejatisu di ruang kerjanya, Rabu (13/11).
Dijelaskan Chandra, hanya dua orang yang hadir untuk dimintai keterangannya diantaranya Dra. Maruwina (Kepala Sekolah SMP Swasta Pulo Brayan) dan Rosita Willis (Kepala Sekolah SDN 085013).
Mengenai jadwal pemeriksaan Sekretaris Disdik kota Medan Murgap Harahap, Chandra pun mengaku belum mengetahui kapan akan diperiksa. Dalam kasus ini, mantan Kadis Pendidikan Pemprov Sumut, Syaiful Safri kabarnya juga akan dipanggil sebagai saksi tentang kucuran dana khusus alokasi ini. “Iya, terkait ini kan pendidikan, semua akan dipanggil begitu juga mantan Kadisdik Sumut karena saling berhubungan,” jelas Chandra.
Sebagaimana diketahui, dalam penyimpangan DAK pada proyek rehabilitasi sekolah se-Kota Medan, penyidik sudah menetapkan empat tersangka, yakni Zakaria Harahap selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), mantan Kadisdik Medan Rajab Lubis, serta Eva Yunismin selaku PPTK Rehabilitasi sekolah SD dan SMP Negeri/swasta/ serta PPTK pengadaan alat laboratorium SMP dan pengadaan alat peraga SD se-Kota Medan.
Sebelumnya, berdasarkan SK Walikota Medan No 420/1354.K/2012 tertanggal 9 Juli 2012 tentang penetapan sekolah penerima DAK pendidikan, ditunjuklah sebanyak 171 sekolah dengan perincian 123 Sekolah Dasar (SD) dan 48 Sekolah Menegah Pertama (SMP) menerima DAK tersebut. Dari 123 SD itu masing-masing 89 rehabilitasi dan 34 perpustakaan, sedangkan SMP 33 rehabilitasi dan 15 perpustakaan. Sedangkan sistem pengelolaannya, berdasarkan Petunjuk Pelaksana (Juklak) nasional dari Dirjen Kementrian Pendidikan Republik Indonesia, rehabilitasi ruang kelas rusak berat itu harus dilakukan secara swakelola murni.
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 pasal 49 ayat 3, swakelola itu bentuknya hibah dan harus sesuai dengan struktur pelayanan minimal sebagaimana tertuang pada pasal 51 ayat 1 dalam UU itu. Dan anggarannya langsung masuk ke rekening sekolah. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 itu, pihak sekolah membentuk TPR2K, yakni Kepsek selaku penanggungjawab, guru tetap sebagai panitia pelaksana, wakil wali murid selaku sekretaris dan bendahara serta penanggungjawab tekhnis yang faham dengan pelaksanaan proyek itu.
Fakta di lapangan bangunan sekolah dari DAK itu sekarang tidak tepat sasaran DAK, karena rehabilitasi sekolah itu seharusnya dilakukan terhadap bangunan yang rusak berat antara 45-60 persen kerusakan. Tapi, ada juga sekolah yang masih layak justru direhabilitasi. Seperti, di SMP 20, SMP 45 dan SMP 5 di wilayah Martubung dan SD Salsabilah di Medan Labuhan. Hal itu dikarenakan pihak sekolah diintimidasi oleh orang-orang tertentu agar proyek tersebut dilaksanakan oleh pihak ketiga.
Bahkan Kepsek diiming-imingi 5% fee proyek, makanya banyak sekolah itu dikerjakan oleh pihak ketiga. Tapi, ada juga satu atau dua sekolah yang mengerjakan sendiri. Ironisnya lagi, pelaksanaan proyek DAK itu juga terjadi manipulasi data anggaran, dimana anggaran diberikan tidak sesuai dengan yang seharusnya, bahkan pencairan anggaran juga tidak sesuai dengan yang sudah disepakati. (far)