26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Kerangkeng Manusia, LBH Medan: Ganti Rugi Tak Menghapus Pidana Pelaku

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Restitusi atau ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh terdakwa tindak pidana kasus kerangkeng manusia di Kabupaten Langkat, tidak akan menghapuskan pidana yang dilakukan para pelaku.

Demikian disampaikan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra. Dia mengatakan itu, menyikapi permohonan restitusi keluarga korban lewat LPSK melalui Kejaksaan Negeri Langkat kepada Pengadilan Negeri Stabat yang sudah dipenuhi oleh majelis hakim.

“LBH Medan menilai pemberian restitusi terhadap ahli waris korban sesungguhnya tidak menghapus pidana yang dilakukan para terdakwa. Restitusi tersebut merupakan salah satu alasan JPU maupun hakim untuk mempertimbangkan keringanan hukuman terhadap para terdakwa,” ujarnya, Senin (14/11).

Kata dia, sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia, LBH Medan mengecam keras tindak kekerasan/penyiksaan yang diduga dilakukan para terdakwa.

“Karena itu, secara tegas kita meminta kepada jaksa penuntut umum dan hakim yang menangani perkara tidak terpaku pada restitusi yang telah dilakukan para terdakwa, terkhusus kepada JPU Kejaksaan Negeri langkat,” katanya.

Dia berharap, agar JPU tidak ujuk-ujuk menuntut para terdakwa dengan tuntutan yang ringan/diskon hukuman meskipun telah dilakukannya restitusi.

“LBH Medan meminta JPU untuk tetap objektif dalam melakukan penuntutan, karena jika tuntutanya itu ringan atau bahkan sangat ringan maka secara tidak langsung telah menciderai keadilan bagi masyarakat yang notabenenya mengetahui perkara dan akan berdampak kepada kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Negeri Langkat dalam melakukan penegakan hukum,” ungkapnya.

Namun sebaliknya, tuntutan yang objektif dari JPU dapat memberikan efek jera kepada para terdakwa dan menunjukkan komitmen atau keseriusan negara dalam menindak tegas para pelaku tindak pidana kekerasan/penyiksaan di Indoneseia.

“Karena sesungguhnya praktik-praktik kekerasaan/penyiksaan dikecam seluruh lapisan masyarakat dunia. Serta begitu juga nantinya putusan pengadilan harus mengedepankan keadilan di masyarakat,” urainya.

LBH Medan menduga tindak pidana kekerasan/penyiksaan yang terjadi di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif TRP telah melanggar UUD RI tahun 1945 dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 28A UUD 1945 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) UU RI No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Pasal 6 ayat (1) UU No 12 Tahun 2005 tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Tindakan para pelaku, lanjut Irvan, juga diduga melanggar UU No 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torturead Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia).

Irvan menambahkan, dari informasi yang didapat pihaknya, tuntutan para terdakwa akan dibacakan pada Senin (14/11) di Pengadilan Negeri Stabat, Langkat.

Sebelumnya, kata dia, permohonan restitusi para terdakwa yakni, Dewa Peranginangin, Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring, dipenuhi majelis hakim diketuai Halida Rahardhini.

Restitusi tersebut diberikan para terdakwa melalui penasehat hukumnya sebesar Rp530.000.000, guna pemulihan/tunjangan kematian terhadap ahli waris para korban yang masing-masing mendapatkan uang sebesar Rp265.000.000. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Restitusi atau ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh terdakwa tindak pidana kasus kerangkeng manusia di Kabupaten Langkat, tidak akan menghapuskan pidana yang dilakukan para pelaku.

Demikian disampaikan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra. Dia mengatakan itu, menyikapi permohonan restitusi keluarga korban lewat LPSK melalui Kejaksaan Negeri Langkat kepada Pengadilan Negeri Stabat yang sudah dipenuhi oleh majelis hakim.

“LBH Medan menilai pemberian restitusi terhadap ahli waris korban sesungguhnya tidak menghapus pidana yang dilakukan para terdakwa. Restitusi tersebut merupakan salah satu alasan JPU maupun hakim untuk mempertimbangkan keringanan hukuman terhadap para terdakwa,” ujarnya, Senin (14/11).

Kata dia, sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia, LBH Medan mengecam keras tindak kekerasan/penyiksaan yang diduga dilakukan para terdakwa.

“Karena itu, secara tegas kita meminta kepada jaksa penuntut umum dan hakim yang menangani perkara tidak terpaku pada restitusi yang telah dilakukan para terdakwa, terkhusus kepada JPU Kejaksaan Negeri langkat,” katanya.

Dia berharap, agar JPU tidak ujuk-ujuk menuntut para terdakwa dengan tuntutan yang ringan/diskon hukuman meskipun telah dilakukannya restitusi.

“LBH Medan meminta JPU untuk tetap objektif dalam melakukan penuntutan, karena jika tuntutanya itu ringan atau bahkan sangat ringan maka secara tidak langsung telah menciderai keadilan bagi masyarakat yang notabenenya mengetahui perkara dan akan berdampak kepada kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Negeri Langkat dalam melakukan penegakan hukum,” ungkapnya.

Namun sebaliknya, tuntutan yang objektif dari JPU dapat memberikan efek jera kepada para terdakwa dan menunjukkan komitmen atau keseriusan negara dalam menindak tegas para pelaku tindak pidana kekerasan/penyiksaan di Indoneseia.

“Karena sesungguhnya praktik-praktik kekerasaan/penyiksaan dikecam seluruh lapisan masyarakat dunia. Serta begitu juga nantinya putusan pengadilan harus mengedepankan keadilan di masyarakat,” urainya.

LBH Medan menduga tindak pidana kekerasan/penyiksaan yang terjadi di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif TRP telah melanggar UUD RI tahun 1945 dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 28A UUD 1945 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) UU RI No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Pasal 6 ayat (1) UU No 12 Tahun 2005 tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Tindakan para pelaku, lanjut Irvan, juga diduga melanggar UU No 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torturead Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia).

Irvan menambahkan, dari informasi yang didapat pihaknya, tuntutan para terdakwa akan dibacakan pada Senin (14/11) di Pengadilan Negeri Stabat, Langkat.

Sebelumnya, kata dia, permohonan restitusi para terdakwa yakni, Dewa Peranginangin, Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring, dipenuhi majelis hakim diketuai Halida Rahardhini.

Restitusi tersebut diberikan para terdakwa melalui penasehat hukumnya sebesar Rp530.000.000, guna pemulihan/tunjangan kematian terhadap ahli waris para korban yang masing-masing mendapatkan uang sebesar Rp265.000.000. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/