31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Oknum TNI AU Diduga Cabuli Anak Kandung

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Oknum anggota TNI Angkatan Udara (AU) Kosek Hanudnas III Medan, Peltu MYK diduga mencabuli anaknya sendiri yang masih berusia 1 tahun sembilan bulan. Akibatnya, sang anak mengalami pendarahan karena selaput dara robek.

Berdasarkan penuturan istri pelaku, SH (36) yang diwawancarai Sumut Pos di kantor Komnas Perlindungan Anak Kota Medan, Jalan Sakti Lubis, Jumat (18/4), kejadian memalukan itu terjadi pada 22 Maret 2014 lalu sekira pukul 20.00. SH mengaku hubungannya dengan sang suami memang sedang dalam proses perceraian. “Saya menduga perbuatannya itu karena ingin mengambil alih hak asuh anak sematawayang kami,” katanya.

Ia menyebutkan, gugatan perceraian yang dilayangkan dirinya masih dalam proses persidangan. “Gugatan perceraian itu sudah saya layangkan sejak pertengahan Desember 2013. Sekarang sedang dalam proses siding pengakuan keterangan saksi dari pihak saya,” kata SH tanpa menyebutkan saksi tersebut.

SH mengungkapkan, pernikahannya dengan Peltu MYK itu sudah berlangsung kurang lebih 3 tahun dan menikah sejak November 2011. “Saya kenal dia karena satu kantor. Dari situ lah kami saling kenal dan akhirnya menikah,” jelasnya.

Ibu satu anak ini membeberkan, gugutan perceraian itu dilayangkan lantaran dirinya tidak tahan dengan suaminya yang tempramental. “Suami saya orangnya tempramen dan sering marah. Dia juga kasar dan saya pernah dipukulnya kalau dia marah,” sebutnya.

Sh lemudian menceritakan soal pencabulan tersebut. Pada Sabtu (22/3) sore, suaminya yang merupakan ayah kandung korban datang ke rumahnya di Jalan Mawar No 19, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Medan Polonia. Seperti biasa suaminya itu bermain-main dengan sang anak. “Tidak berapa lama, dia (pelaku) pergi keluar bersama anak saya. Setelah itu, sekira pukul 8 malam dia kembali. Namun, saya terkejut melihat celana yang dipakai anak saya berlumuran darah,” kata PNS di Kosek III Hanudnas Medan sembari memegang mata sebelah kanan karena tak sanggup menahan air matanya.

SH langsung menanyakan hal itu pada sang suami, namun bukan jawaban yang diterimanya, malah caci-maki. “Dia mengaku tidak tahu dan malah marah-marah. Sempat saya tanya, apa abang ‘congkel’? Dia gak jawab dan kemudian dia pergi,” ucapnya.

Melihat kondisi anaknya tersebut, SH kemudian membawanya ke kamar mandi untuk dibersihakan. “Pas lagi dibersihkan, anak saya itu meraung-raung kesakitan. Ia menolak untuk dibersihkan. Tapi, saya tetap membersihkannya,” sebut SH.

Karena penasaran, SH pun membawa anak semata wayang itu ke Klinik Bersalin Adinda, Jalan Antariksa (Pemilik Bidan Risma). Namun, di klinik itu dinyatakan bahwa anaknya baik-baik saja dan hanya mengalami luka lecet.  “Tapi saya gak percaya karena suami dari pemilik klinik itu rekan dari suami saya. Darahnya lain! Sudah gitu merah dan bengkak. Masa bidan itu nggak bisa membedakan dan dibilangnya luka lecet. Jadi, saya memutuskan keesokan harinya membawa anak saya ke RS Bhayangkara, Jalan KH Wahid Hasyim,” ungkapnya.

Hasil pemeriksaan dari RS Bhayangkara Medan, anak saya mengalami 3/6. Artinya, 3 selaput dara luar putus dan 6 selaput dara dalam. “Penyebabnya akibat benda tumpul,” ucapnya.

Dari hasil itu, dia langsung pun membicarakan kejadian yang dialami putrinya itu kepada keluarga. Setelah dibicarakan, keluarga menyarankan untuk membuat laporan polisi secara resmi. “Sudah saya buat laporan pengaduannya di Polsek Medan Baru, tetapi hingga sekarang (kemarin, Red) pelakunya belum ditangkap. Bahkan, saya juga sudah membicarakan ini kepada pimpinan saya di kantor, tetapi pimpinan kantor hanya menjadi pendengar yang baik dan tidak ada realisasinya,” jelas SH.

Laporan pengaduannya itu sesuai STTLP/ 642/ III/ 2014/ SPKT/ Sek Medan Baru, pada 24 Maret 2014 pukul 18.00, melanggar Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002, yang diterima dan ditandatangani Aiptu Sahrial, selaku Ka SPKT C Medan Baru.

Singkat cerita, masih kata SH, dia pun bersama keluarga dan kakak kandung suaminya, Nurleli (50) mendatangi kantor Komnas Perlindungan Anak Kota Medan. “Tujuan saya ke sini adalah untuk meminta keadilan dan perlindungan hukum. Saya sudah melapor ke mana-mana tapi diperlambat atau tidak ada realisasinya. Bagaimana masa depan anak saya kalau seperti ini? Aparat hukum hanya menerima tetapi tidak menangkap pelakunya,” tutur SH.

Karena itu, SH melanjutkan, dirinya berharap agar aparat penegak hukum bisa menegakkan keadilan. “Saya tidak ada maksud mempermalukan dirinya ataupun instansi. Saya hanya ingin keadilan ditegakkan dan jangan sampai terjadi kepada yang lainnya,” tukas ibu Bunga.

Sementara itu, Ketua Pokja Komnas Perlindungan Anak Kota Medan, dr T Amri Fadli mengatakan, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pihak Hanudnas III Medan untuk menindaklanjuti kasus ini. “Saat ini kita baru sebatas menerima laporan korban. Selanjutnya, kita akan sampaikan kepada Provost TNI AU agar menindaklanjutinya. Karena, dalam instansi tersebut ada sidang displin terlebih dahulu terhadap anggota jika melakukan pelanggaran. Setelah itu, kita akan mendampingi korban di kepolisian,” ujarnya.

Namun demikian, lanjut T Amri Fadli, dirinya masih mengedepankan praduga tak bersalah sebelum instansi terkait yang menyatakan pelaku bersalah. “Memang ini pidana murni yaitu pelecehan seksual, tetapi kita belum bisa memutuskan sebelum instansi berwenang yang memastikan,” pungkasnya. (mag-8/rbb)

 

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Oknum anggota TNI Angkatan Udara (AU) Kosek Hanudnas III Medan, Peltu MYK diduga mencabuli anaknya sendiri yang masih berusia 1 tahun sembilan bulan. Akibatnya, sang anak mengalami pendarahan karena selaput dara robek.

Berdasarkan penuturan istri pelaku, SH (36) yang diwawancarai Sumut Pos di kantor Komnas Perlindungan Anak Kota Medan, Jalan Sakti Lubis, Jumat (18/4), kejadian memalukan itu terjadi pada 22 Maret 2014 lalu sekira pukul 20.00. SH mengaku hubungannya dengan sang suami memang sedang dalam proses perceraian. “Saya menduga perbuatannya itu karena ingin mengambil alih hak asuh anak sematawayang kami,” katanya.

Ia menyebutkan, gugatan perceraian yang dilayangkan dirinya masih dalam proses persidangan. “Gugatan perceraian itu sudah saya layangkan sejak pertengahan Desember 2013. Sekarang sedang dalam proses siding pengakuan keterangan saksi dari pihak saya,” kata SH tanpa menyebutkan saksi tersebut.

SH mengungkapkan, pernikahannya dengan Peltu MYK itu sudah berlangsung kurang lebih 3 tahun dan menikah sejak November 2011. “Saya kenal dia karena satu kantor. Dari situ lah kami saling kenal dan akhirnya menikah,” jelasnya.

Ibu satu anak ini membeberkan, gugutan perceraian itu dilayangkan lantaran dirinya tidak tahan dengan suaminya yang tempramental. “Suami saya orangnya tempramen dan sering marah. Dia juga kasar dan saya pernah dipukulnya kalau dia marah,” sebutnya.

Sh lemudian menceritakan soal pencabulan tersebut. Pada Sabtu (22/3) sore, suaminya yang merupakan ayah kandung korban datang ke rumahnya di Jalan Mawar No 19, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Medan Polonia. Seperti biasa suaminya itu bermain-main dengan sang anak. “Tidak berapa lama, dia (pelaku) pergi keluar bersama anak saya. Setelah itu, sekira pukul 8 malam dia kembali. Namun, saya terkejut melihat celana yang dipakai anak saya berlumuran darah,” kata PNS di Kosek III Hanudnas Medan sembari memegang mata sebelah kanan karena tak sanggup menahan air matanya.

SH langsung menanyakan hal itu pada sang suami, namun bukan jawaban yang diterimanya, malah caci-maki. “Dia mengaku tidak tahu dan malah marah-marah. Sempat saya tanya, apa abang ‘congkel’? Dia gak jawab dan kemudian dia pergi,” ucapnya.

Melihat kondisi anaknya tersebut, SH kemudian membawanya ke kamar mandi untuk dibersihakan. “Pas lagi dibersihkan, anak saya itu meraung-raung kesakitan. Ia menolak untuk dibersihkan. Tapi, saya tetap membersihkannya,” sebut SH.

Karena penasaran, SH pun membawa anak semata wayang itu ke Klinik Bersalin Adinda, Jalan Antariksa (Pemilik Bidan Risma). Namun, di klinik itu dinyatakan bahwa anaknya baik-baik saja dan hanya mengalami luka lecet.  “Tapi saya gak percaya karena suami dari pemilik klinik itu rekan dari suami saya. Darahnya lain! Sudah gitu merah dan bengkak. Masa bidan itu nggak bisa membedakan dan dibilangnya luka lecet. Jadi, saya memutuskan keesokan harinya membawa anak saya ke RS Bhayangkara, Jalan KH Wahid Hasyim,” ungkapnya.

Hasil pemeriksaan dari RS Bhayangkara Medan, anak saya mengalami 3/6. Artinya, 3 selaput dara luar putus dan 6 selaput dara dalam. “Penyebabnya akibat benda tumpul,” ucapnya.

Dari hasil itu, dia langsung pun membicarakan kejadian yang dialami putrinya itu kepada keluarga. Setelah dibicarakan, keluarga menyarankan untuk membuat laporan polisi secara resmi. “Sudah saya buat laporan pengaduannya di Polsek Medan Baru, tetapi hingga sekarang (kemarin, Red) pelakunya belum ditangkap. Bahkan, saya juga sudah membicarakan ini kepada pimpinan saya di kantor, tetapi pimpinan kantor hanya menjadi pendengar yang baik dan tidak ada realisasinya,” jelas SH.

Laporan pengaduannya itu sesuai STTLP/ 642/ III/ 2014/ SPKT/ Sek Medan Baru, pada 24 Maret 2014 pukul 18.00, melanggar Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002, yang diterima dan ditandatangani Aiptu Sahrial, selaku Ka SPKT C Medan Baru.

Singkat cerita, masih kata SH, dia pun bersama keluarga dan kakak kandung suaminya, Nurleli (50) mendatangi kantor Komnas Perlindungan Anak Kota Medan. “Tujuan saya ke sini adalah untuk meminta keadilan dan perlindungan hukum. Saya sudah melapor ke mana-mana tapi diperlambat atau tidak ada realisasinya. Bagaimana masa depan anak saya kalau seperti ini? Aparat hukum hanya menerima tetapi tidak menangkap pelakunya,” tutur SH.

Karena itu, SH melanjutkan, dirinya berharap agar aparat penegak hukum bisa menegakkan keadilan. “Saya tidak ada maksud mempermalukan dirinya ataupun instansi. Saya hanya ingin keadilan ditegakkan dan jangan sampai terjadi kepada yang lainnya,” tukas ibu Bunga.

Sementara itu, Ketua Pokja Komnas Perlindungan Anak Kota Medan, dr T Amri Fadli mengatakan, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pihak Hanudnas III Medan untuk menindaklanjuti kasus ini. “Saat ini kita baru sebatas menerima laporan korban. Selanjutnya, kita akan sampaikan kepada Provost TNI AU agar menindaklanjutinya. Karena, dalam instansi tersebut ada sidang displin terlebih dahulu terhadap anggota jika melakukan pelanggaran. Setelah itu, kita akan mendampingi korban di kepolisian,” ujarnya.

Namun demikian, lanjut T Amri Fadli, dirinya masih mengedepankan praduga tak bersalah sebelum instansi terkait yang menyatakan pelaku bersalah. “Memang ini pidana murni yaitu pelecehan seksual, tetapi kita belum bisa memutuskan sebelum instansi berwenang yang memastikan,” pungkasnya. (mag-8/rbb)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/