26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Minder Karena Hanya Tamatan SMP

SUMUTPOS.CO – Umumnya orang tua bangga jika anaknya sukses. Anehnya, Butet (38) mengalami depresi setelah ketiga anaknya sukses. Dia seperti ketakutan dihina karena tamatan SMP atau ditinggal anak-anaknya.

Depresi berat membuat Butet sampai harus menggugat cerai suaminya, Tongat (55) awal Januari lalu. Butet sangat tersiksa hingga dirawat di rumah sakit jiwa. Kini dia masih dalam penanganan intensif dan masih harus menjalani proses sidang.

Bersama putri sulungnya sebut Memey (23), Butet tampak sangat frustasi. Ia berkali-kali tertawa sendirian sembari melihat sinis kepada Memey.

”Ibu itu tidak terima, seperti ketakutan kalau dihina anaknya atau takut sendirian,” kata Memey. Pegawai bank itu mulai menceritakan awal mula sampai ibunya frustasi.

Usia ibu dan ayahnya berbeda 16 tahunan. Ayahnya menikahi sang ibu saat usianya masih 14 tahun. Waktu itu, ibunya masih sangat lugu, sedangkan ayahnya sudah menjadi guru.

Ayahnya sangat baik dan sangat perhatian pada istri maupun anaknya. Terutama, untuk pendidikan sang ayah selalu mengutamakan meskipun terkadang harus menabung dan mengurangi jatah jajan.

Di situlah, Butet sering merasa tersiksa. Ia merasa iri dengan anak-anaknya yang mampu meraih pendidikan tinggi dan masih bisa bermain dengan teman-temannya.

Butet merasa sangat malu sampai akhirnya sering mengurung diri di kamar jika ada teman-temannya main ke rumahnya. Apalagi, ketika ada teman-teman kerja Tongat yang main ke rumahnya, Butet malu dan sampai tidak mau mengantarkan minum ke ruang tamu.

”Karena saya yang tua biasanya saya yang nganter dan nemani ayah kalau ada tamu. Ke sekolah ngambil rapot juga saya, ibu enggak mau sosialisasi dengan orang atau tetangga,” jelasnya.

Kondisi makin parah saat dia dan dua adiknya sudah diterima kerja di pabrik mie dan satunya sebagai marketing asuransi, Butet sering minggat dari rumah sampai berhari-hari.

Butet tidur di pinggir jalan dan kemudian pulang dalam kondisi luka-luka. ”Ayah sebenarnya mau mempertahankan, tapi ibu enggak mau dan bilang benci sama ayah. Meski sudah tidak cinta, tapi ibu masih tinggal di rumah ayah. Tidurnya ibu sama saya,” kata Memey dengan mata berkaca-kaca.

Sebagai anak pertama, Memey mengaku sangat mencintai ibunya meski sang ibu terkadang marah dan benci kepada mereka.

”Kalau ada rekreasi kantor kadang saya ajak. Dia hanya diam dan malu bila disapa teman kantor, tapi lumayan ibu mulai bisa senyum,” jelasnya. Memey dan adik-adiknya mulai ikhlas dengan perpisahan orang tuanya.

”Asal ibu tinggal sama kami itu sudah cukup. Doakan ya? Aku ingin ibu sehat lagi,” kata Memey yang kemudian menangis sembari mengusap air matanya dengan kerudung pinknya. (jpg/ras)

SUMUTPOS.CO – Umumnya orang tua bangga jika anaknya sukses. Anehnya, Butet (38) mengalami depresi setelah ketiga anaknya sukses. Dia seperti ketakutan dihina karena tamatan SMP atau ditinggal anak-anaknya.

Depresi berat membuat Butet sampai harus menggugat cerai suaminya, Tongat (55) awal Januari lalu. Butet sangat tersiksa hingga dirawat di rumah sakit jiwa. Kini dia masih dalam penanganan intensif dan masih harus menjalani proses sidang.

Bersama putri sulungnya sebut Memey (23), Butet tampak sangat frustasi. Ia berkali-kali tertawa sendirian sembari melihat sinis kepada Memey.

”Ibu itu tidak terima, seperti ketakutan kalau dihina anaknya atau takut sendirian,” kata Memey. Pegawai bank itu mulai menceritakan awal mula sampai ibunya frustasi.

Usia ibu dan ayahnya berbeda 16 tahunan. Ayahnya menikahi sang ibu saat usianya masih 14 tahun. Waktu itu, ibunya masih sangat lugu, sedangkan ayahnya sudah menjadi guru.

Ayahnya sangat baik dan sangat perhatian pada istri maupun anaknya. Terutama, untuk pendidikan sang ayah selalu mengutamakan meskipun terkadang harus menabung dan mengurangi jatah jajan.

Di situlah, Butet sering merasa tersiksa. Ia merasa iri dengan anak-anaknya yang mampu meraih pendidikan tinggi dan masih bisa bermain dengan teman-temannya.

Butet merasa sangat malu sampai akhirnya sering mengurung diri di kamar jika ada teman-temannya main ke rumahnya. Apalagi, ketika ada teman-teman kerja Tongat yang main ke rumahnya, Butet malu dan sampai tidak mau mengantarkan minum ke ruang tamu.

”Karena saya yang tua biasanya saya yang nganter dan nemani ayah kalau ada tamu. Ke sekolah ngambil rapot juga saya, ibu enggak mau sosialisasi dengan orang atau tetangga,” jelasnya.

Kondisi makin parah saat dia dan dua adiknya sudah diterima kerja di pabrik mie dan satunya sebagai marketing asuransi, Butet sering minggat dari rumah sampai berhari-hari.

Butet tidur di pinggir jalan dan kemudian pulang dalam kondisi luka-luka. ”Ayah sebenarnya mau mempertahankan, tapi ibu enggak mau dan bilang benci sama ayah. Meski sudah tidak cinta, tapi ibu masih tinggal di rumah ayah. Tidurnya ibu sama saya,” kata Memey dengan mata berkaca-kaca.

Sebagai anak pertama, Memey mengaku sangat mencintai ibunya meski sang ibu terkadang marah dan benci kepada mereka.

”Kalau ada rekreasi kantor kadang saya ajak. Dia hanya diam dan malu bila disapa teman kantor, tapi lumayan ibu mulai bisa senyum,” jelasnya. Memey dan adik-adiknya mulai ikhlas dengan perpisahan orang tuanya.

”Asal ibu tinggal sama kami itu sudah cukup. Doakan ya? Aku ingin ibu sehat lagi,” kata Memey yang kemudian menangis sembari mengusap air matanya dengan kerudung pinknya. (jpg/ras)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/