MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Medan nonaktif, T Dzulmi Eldin, resmi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan, setelah divonis 6 tahun pernjara dalam kasus menerima hadiah atau atau janji berupa uang sebesar Rp2,1 miliar dari sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemko Medan.
“Benar, kami telah mengajukan banding terhadap putusan PN Medan tersebut pada hari Rabu 17Juni 2020,” ujar penasihat hukum Eldin, Junaidi Matondang, melalui pesan Whatsapp, Jumat (19/6)n
Pihak Eldin mengajukan banding tanpa adanya salinan putusan yang telah dibacakan oleh hakim. “Kami belum dapat memastikan kapan akan menyerahkan memori banding, yang menjadi alasan hukum kami dalam mengajukan banding tersebut. Karena sampai sore ini, PN Medan belum memberikan salinan putusan atas nama terdakwa Dzulmi Eldin,” ujarnya.
Menurutnya, hakim sudah menyalahi UU Nomor 196 ayat 3 b tentang mempelajari putusan hakim. “Pasal 196 ayat 3 huruf b KUHAP memberikan stressing agar hakim yang bersangkutan sesegera mungkin memberikan salinan putusan, agar dapat secepatnya dipelajari oleh terdakwa dan penasihat hukumnya, guna kepentingan menentukan sikap apakah terdakwa menerima atau menolak putusan hakim,” ujarnya.
Ia menyesalkan sikap Majelis Hakim yang belum menyerahkan salinan putusan hingga batas waktu pengajuan banding. Menurutnya, jika Majelis Hakim belum siap membacakan putusan, sebaiknya ditunda terlebih dahulu, daripada merugikan hak terdakwa.
“Jika alasannya karena masih diperlukan koreksi, mengapa pembacaan putusan tidak ditunda saja hingga putusan benar sudah final untuk dibacakan,” tandasnya
Terpisah, Humas PN Medan, Erintuah Damanik, saat dikonfirmasi menyatakan, pengajuan banding dapat dilakukan tanpa adanya salinan putusan. “Banding saja dulu tanpa salinan putusan. Banding ‘kan tak perlu memori. Kalaupun mau pakai memori, bisa nyusul,” ujarnya saat dijumpai di PN Medan.
Erintuah menyatakan, pihaknya akan segera menyiapkan salinan putusan. “Hari ini disiapkan putusannya, lagi diprint,” tukasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Medan memvonis Eldin hukuman 6 tahun penjara, dan denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, serta pencabutan hak politik selama 4 tahun seusai menjalani hukuman pokok, karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Mejelis hakim berpendapat, hal yang memberatkan perbuatan terdakwa selaku kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. “Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan,” katanya.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang pada sidang sebelumnya, menuntut Eldin selama 7 tahun penjara, denda Rp500 juta dan subsider 6 bulan, serta penambahan pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Pada dakwaan jaksa sebelumnya dijelaskan, perbuatan korupsi Dzulmi Eldin dilakukan bersama Samsul Fitri selaku Kasubbag Protokoler Pemko Medan. Perkara bermula pada 15 Oktober 2019 lalu bersama-sama dengan Isa Ansyari selaku Kadis PU Pemko Medan. Dzulmi Eldin ikut terseret karena telah menerima uang Rp450 juta dari Isa Ansyari melalui Kasubbag Protokoler Pemko Medan Samsul Fitri.
Selain Isa, dalam sidang dakwaan, ada 20 nama Kadis lain yang disebutkan Jaksa KPK ikut memberikan uang ke Wali Kota melalui perantara Samsul Fitri.
Samsul Fitri selaku Kasubbag Protokol bertugas mengurusi agenda kegiatan Wali Kota Medan. Selain itu, sejak pertengahan bulan Juli 2018 mulai memberikan kepercayaan kepada Samsul Fitri untuk mengelola anggaran kegiatan Wali Kota yang sudah dianggarkan dalam APBD maupun anggaran kegiatan Wali Kota yang tidak ada dalam APBD (non budgeter).
Untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang tidak ada dalam APBD, Samsul Fitri ditunjuk untuk meminta uang kepada Kepala OPD di lingkungan Pemko Medan.
Pada Juli 2018, terdakwa Dzulmi Eldin menerima laporan dari Samsul Fitri tentang dana yang dibutuhkan untuk keberangkatan kegiatan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Tarakan Kalimantan Utara sejumlah Rp200 juta. Namun yang ditanggung oleh APBD tidak mencapai jumlah tersebut.
Terdakwa Dzulmi Eldin diduga memberikan arahan untuk meminta uang kepada para Kepala OPD, juga catatan daftar Kepala OPD yang akan dimintai uang dengan jumlah mencapai Rp240 juta. Namun dari yang diperkirakan Rp240 juta, hanya mampu terkumpul sejumlah Rp120 juta, Selanjutnya, uang Rp120 juta yang dikumpulkan oleh Samsul Fitri disebutkan habis dipergunakan untuk keperluan terdakwa di Tarakan Kalimantan Utara.
Menurut majelis hakim, perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a UU ndang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (man)