MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan langsung menyatakan banding, usai 3 oknum Pemilihan Kecamatan (PPK) Medan Timur divonis 3 bulan penjara, usai terbukti bersalah melakukan penggelembungan suara Pemilu pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Kepala Kejaksaan Negeri Medan (Kajari) Medan, Muttaqin Harahap mengatakan, vonis yang dijatuhkan terhadap 3 terdakwa, yakni Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut (25), Junaidi Machmud (48), dan Muhammad Rachwi Ritonga (28) dinilai jauh dari rasa keadilan.
“Jadi sebagaimana kita ketahui 3 terdakwa divonis 3 bulan penjara. Sementara dalam tuntutan kita (jaksa), ketiga terdakwa dituntut 1 tahun penjara dan denda Rp25 juta, subsider 4 bulan kurungan. Jadi terhadap putusan hakim masih jauh dari rasa keadilan,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (21/5/2024).
Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya akan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Medan. “Kami harapkan PT Medan bisa lebih meneliti perkara ini, sehingga memenuhi rasa keadilan masyarakat,” kata Muttaqin.
Iapun mewarning penyelenggara pemilu, agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara. “Ini sebagai pembelajaran lah, agar kedepan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugas karena perbuatan pidana apapun yang dilakukan pasti akan ada konsekuensi hukum yang diterima,” pungkasnya.
Sebelumnya, hakim ketua As’ad Rahim Lubis menghukum ketiga terdakwa oknum PPK Medan Timur masing-masing selama 1 tahun penjara, denda Rp25 juta subsider 1 bulan kurungan.
Ketiga terdakwa diyakini terbukti melanggar Pasal 532 Jo Pasal 554 UU RI No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana sebagaimana dakwaan primair.
Adapun pertimbangan majelis hakim pada hal yang memberatkan yakni, perbuatan 3 PPK itu bertentangan dengan pemilu yang jujur dan adil sebagaimana pada undang undang pemilu. Selain itu perbuatan mereka mencoreng nama baik pemilihan umum secara kelembagaan, dan ketiganya juga tidak mengakui perbuatannya.
Diketahui, dalam dakwaan JPU menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 14 Februari 2024, saat pelaksanaan pemilu 2024. Saat itu, ketiga terdakwa bertindak sebagai PPK.
Selanjutnya, pada 16 Februari 2024 hingga 1 Maret 2024 terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga selaku Ketua PPK Medan Timur bersama kedua terdakwa lainnya bertugas melakukan penghitungan rekapitulasi suara pemilu 2024.
Singkat cerita, ternyata hasil rekapitulasi suara yang dilakukan ketiga terdakwa terdapat perbedaan jumlah suara antara C Plano yang dibuat oleh KPPS dengan D Hasil yang dibuat oleh PPK Medan Timur.
Di mana hal tersebut dikarenakan adanya pemindahan suara dari PKN dan Partai Buruh ke PKB. Sehingga, PKB memperoleh tambahan suara dari kedua partai tersebut.
Pada 4 Maret 2024, PPK Medan Timur memberikan D Hasil kepada seluruh saksi partai yang ditandatangani oleh ketiga terdakwa dan para saksi peserta partai pemilu.
Kemudian, pada 5 Maret 2024, seluruh kotak dan surat suara beserta C Plano atau C Hasil dan juga D Hasil didistribusikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan dan pihak KPU Medan mengesahkan D Hasil yang dikeluarkan PPK Medan Timur dengan mekanisme Rapat Pleno.
Dihari yang sama, sekira pukul 05.00 WIB, saksi Sarmak Hasbi Sidqi Hasibuan sebagai Komisioner Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Medan Timur telah mengetahui adanya penggelembungan suara.
Keesokan harinya, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Medan menerima informasi awal secara tertulis dari Pengacara Netty Yuniati Siregar yang merupakan Calon Legislatif (Caleg) Kota Medan dari Partai Gerindra terkait adanya penggelembungan suara.
Selanjutnya, Bawaslu Medan membuat laporan atau temuan adanya penggelembungan suara yang dilakukan tingkat PPK ke KPU Medan, akan tetapi tidak diindahkan setelah sampai penetapan pada tanggal 12 Maret 2024.
Kemudian, dengan adanya penambahan suara ke PKB, Netty Yuniati Siregar pun merasa dirugikan atas hal tersebut. Sehingga, jumlah suara yang diperoleh Partai Gerindra tidak masuk untuk mendapatkan kursi ke-12 sesuai dengan pembagian dari KPU Kota Medan. (man)