MEDAN, SUMUTPOS.CO – Subdit II/Harda-Bangtah Direktorat (Dit) Reskrimum Polda Sumut, dikabarkan telah menetapkan tersangka kasus dugaan penipuan dan penempatan keterangan palsu dalam akta notaris yang dilaporkan Tansri Chandra, dengan terlapor Toni Harsono. Toni dilaporkan oleh Tansri karena diduga memberi keterangan palsu pada surat perjanjian bersama.
Dari informasi yang diperoleh, penyidik kasus tersebut telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kasus dugaan penempatan keterangan palsu. Ada 8 orang tersangka yang telah ditetapkan dari belasan orang diperiksa.
Adapun 8 terduga tersangka berinisial TH, AS, G, TS, ET, HT, JT, dan HS. Namun, meski berstatus tersangkam mereka hanya dikenakan wajib lapor, setelah penahanannya ditangguhkan.
Kasus itu disidik Polda Sumut berdasarkan laporan polisi, LP/1088/VI/2019/Sumut/SPKT-I, tertanggal 29 Juli 2019, atas nama pelapor Tansri Chandra, dengan penerapan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHPidana dan Pasal 373 KUHPidana.
Direktur Reskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Irwan Anwar mengakui, pihaknya tengah melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan penipuan dan penempatan keterangan palsu dengan terlapor Toni. Tapi, dia enggan berbicara secara gamblang.
“(Kasusnya) ditangani Subdit II/Harda-Bangtah,” ungkap Irwan singkat, saat dihubungi via telepon seluler, Jumat (18/9) lalu.
Sementara, Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan mengatakan, kasus dugaan penipuan dan penempatan keterangan palsu yang dilaporkan Tansri dengan terlapor Toni, telah masuk tahap penyidikan. Penyidik telah melakukan gelar perkara dan menyimpulkan kasus itu layak dilanjutkan ke pihak kejaksaan. Kini, penyidik tengah melengkapi berkas perkara tersebut.
“Kasus itu sudah pada tahap penyidikan. Kalau berkasnya sudah lengkap akan dilimpahkan ke kejaksaan,” bebernya.
Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Subdit II/Harda-Bangtah Dit Reskrimum Polda Sumut, menggeledah satu ruko di Komplek Cemara Asri, Jalan Boulevard Cemara, Blok A1, Nomor 36, untuk mencari barang bukti terkait kasus tersebut, pada 7 Januari 2020 lalu. Sayangnya, penggeledahan tak membuahkan hasil maksimal, karena polisi tidak menemukan barang bukti dari ruko yang disebut-sebut milik Toni. Toni dilaporkan oleh Tansri karena diduga memberi keterangan palsu pada surat perjanjian bersama.
Taufik Siregar selaku Kuasa Hukum Tansri, mengatakan, pihaknya sudah melaporkan kasus ini ke Polda Sumut sejak pertengahan 2019, dengan terlapor Toni dan kawan-kawan.
“Kami sudah laporkan ke Polda Sumut sekitar Juli 2019 lalu. Laporan pengaduan yang dibuat terkait keterangan palsu pada suatu akta (surat perjanjian) bersama,” tuturnya.
Dia menjelaskan, dalam surat pernyataan bersama tersebut, terlapor menyatakan ada menerima uang pinjaman dari Tansri berjumlah miliaran rupiah. Namun, ketika ditagih ternyata terlapor berkilah, uang yang diterima dari Tansri itu adalah uang yang dipinjamkan kepada yayasan.
“Keterangan terlapor tidak benar, yang menyatakan uang yang diterima dari klien kami itu adalah yang dipinjamkan dari yayasan. Sebab, yayasan tidak pernah mengeluarkan uang kepada mereka,” tegas Taufik.
Dengan kata lain, sambung Taufik, terlapor mengelak untuk membayar uang yang diterima dengan dalih uang tersebut adalah uang mereka yang dulu dipinjamkan kepada yayasan.
“Dalih mereka sama sekali tidak ada kaitan. Artinya, mereka mencari-cari alasan untuk tidak membayar pinjaman. Jadi, keterangan mereka itulah di dalam suatu surat perjanjian bersama yang dilaporkan ke Polda Sumut,” jelasnya.
Dia juga menyebutkan, keterangan palsu di dalam surat perjanjian bersama itu jelas sangat merugikan Tansri. Bahkan, surat pernyataan tersebut dijadikannya bukti di Pengadilan Negeri Medan untuk mengelak membayar dari pinjaman tersebut.
“Kami berharap penyidik Polda Sumut yang menangani kasus ini dapat bertindak profesional, karena negara kita negara hukum. Artinya, tidak ada yang kebal hukum dan tak pandang bulu,” pungkas Taufik. (ris/saz)