28.9 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Jual 50 Kg Sisik Trenggiling, Petani asal Taput Dituntut 2 Tahun Penjara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Petani asal Tapanuli Utara (Taput) Henri Donal Siregar (39) dituntut 2 tahun penjara. Dia dinilai terbukti menjual sisik trenggiling sebanyak 50 kilogram, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (22/11).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Liani Elisa Pinem dalam nota tuntutannya, perbuatan terdakwa dinilai terbukti dalam dakwaan tunggal Pasal 40 ayat (2) Junto (Jo) Pasal 21 ayat (2) huruf d UU RI No 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Peraturan Pemerintah RI No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Peraturan Menteri Kehutanan No : P.106/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/12/2018, tentang Perubahan kedua Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No : P.20/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi.

“Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Henri Donal dengan pidana penjara 2 tahun, denda Rp20 juta, subsider 3 bulan kurungan,” ujar JPU.

Menurut JPU, hal memberatkan bahwa perbuatan terdakwa merusak lingkungan dan ekosistem hutan. Sedangkan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Usai mendengarkan tuntutan, hakim ketua Sulhanuddin memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan (pledoi) pada sidang pekan depan.

Sebelumnya dalam keterangan saksi dari Polisi Kehutanan (Polhut), mengetahui dari Facebook, Henri memberikan komentar di kolom kalau dirinya memiliki barang sisik dan lidah trenggiling.

Mendapat informasi tersebut, para anggota Polhut itu langsung mendalami informasi terdakwa, dan melakukan undercover agar dapat mengamankan terdakwa. Ketika para saksi menghubungi terdakwa, Henri mengaku mempunyai 50 kg sisik dan 15 lidah trenggiling. “Dari Tarutung, dia mengatakan ada rencana ke Medan, dia juga menjanjikan akan membawa 19 kg sisik dan 8 lidah trenggiling,” ujar saksi Arianto.

Kemudian, saat Henri datang ke Medan, mereka bertemu pada siang hari di Jalan STM depan hotel OYO. Saat bertemu, belum sempat Henri memberikan sisik dan lidah tringgiling itu, para anggota Polhut langsung mengamankan terdakwa.

Ketika diinterogasi, terdakwa mengaku sebagai seorang pengepul trenggiling yang nantinya dikumpulkan oleh terdakwa untuk diperjualbelikkan. “Dia seorang pengepul, mengumpul trenggiling dari orang lain atau saat dia ke hutan menemukan trenggiling dikumpulkannya,” ujarnya.

Saat Hakim menanyakan kepada saksi mengenai berapa jumlah trenggiling yang sudah jadi korban dari terdakwa, ketiga saksi tidak mengetahui persis totalnya.

Ditambahkan Musriadi, perbuatan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal Undang Undang (UU) No 5 Tahun 1990 tanggal 10 Agustus 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Menurut Arianto, walaupun populasi trenggiling masih besar, namun hewan itu ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi karena sisiknya bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan narkotika jenis sabu.

“Sisiknya bisa digunakan untuk bahan baku pembuatan sabu, dan lidahnya biasa digunakan sebagai penglaris makanya harga jualnya yang tinggi dan ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi untuk mengurangi hal yang tidak diinginkan yang mulai,” pungkas Arianto. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Petani asal Tapanuli Utara (Taput) Henri Donal Siregar (39) dituntut 2 tahun penjara. Dia dinilai terbukti menjual sisik trenggiling sebanyak 50 kilogram, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (22/11).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Liani Elisa Pinem dalam nota tuntutannya, perbuatan terdakwa dinilai terbukti dalam dakwaan tunggal Pasal 40 ayat (2) Junto (Jo) Pasal 21 ayat (2) huruf d UU RI No 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Peraturan Pemerintah RI No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Peraturan Menteri Kehutanan No : P.106/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/12/2018, tentang Perubahan kedua Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No : P.20/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi.

“Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Henri Donal dengan pidana penjara 2 tahun, denda Rp20 juta, subsider 3 bulan kurungan,” ujar JPU.

Menurut JPU, hal memberatkan bahwa perbuatan terdakwa merusak lingkungan dan ekosistem hutan. Sedangkan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Usai mendengarkan tuntutan, hakim ketua Sulhanuddin memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan (pledoi) pada sidang pekan depan.

Sebelumnya dalam keterangan saksi dari Polisi Kehutanan (Polhut), mengetahui dari Facebook, Henri memberikan komentar di kolom kalau dirinya memiliki barang sisik dan lidah trenggiling.

Mendapat informasi tersebut, para anggota Polhut itu langsung mendalami informasi terdakwa, dan melakukan undercover agar dapat mengamankan terdakwa. Ketika para saksi menghubungi terdakwa, Henri mengaku mempunyai 50 kg sisik dan 15 lidah trenggiling. “Dari Tarutung, dia mengatakan ada rencana ke Medan, dia juga menjanjikan akan membawa 19 kg sisik dan 8 lidah trenggiling,” ujar saksi Arianto.

Kemudian, saat Henri datang ke Medan, mereka bertemu pada siang hari di Jalan STM depan hotel OYO. Saat bertemu, belum sempat Henri memberikan sisik dan lidah tringgiling itu, para anggota Polhut langsung mengamankan terdakwa.

Ketika diinterogasi, terdakwa mengaku sebagai seorang pengepul trenggiling yang nantinya dikumpulkan oleh terdakwa untuk diperjualbelikkan. “Dia seorang pengepul, mengumpul trenggiling dari orang lain atau saat dia ke hutan menemukan trenggiling dikumpulkannya,” ujarnya.

Saat Hakim menanyakan kepada saksi mengenai berapa jumlah trenggiling yang sudah jadi korban dari terdakwa, ketiga saksi tidak mengetahui persis totalnya.

Ditambahkan Musriadi, perbuatan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal Undang Undang (UU) No 5 Tahun 1990 tanggal 10 Agustus 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Menurut Arianto, walaupun populasi trenggiling masih besar, namun hewan itu ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi karena sisiknya bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan narkotika jenis sabu.

“Sisiknya bisa digunakan untuk bahan baku pembuatan sabu, dan lidahnya biasa digunakan sebagai penglaris makanya harga jualnya yang tinggi dan ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi untuk mengurangi hal yang tidak diinginkan yang mulai,” pungkas Arianto. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/