MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Ditreskrimum Polda Sumut) telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus karamnya kapal pembawa Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal di perairan Tanjungapi, Kabupaten Asahan, Sabtu (19/3) lalu. Kelimanya yakni H alias S yang berperan sebagai nakhoda, RD berperan sebagai ABK, S berperan sebagai mekanik, RD berperan sebagai juru masak dan RR berperan sebagai penampung.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumut Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak mengaku, saat ini masih mengejar tiga orang tersangka lainnya. Ketiganya adalah R yang mengorganisir sekaligus pemilik rumah penampungan, ST koordinator dan SF pemilik kapal.
“Ini akan kita kejar tiga orang lagi, termasuk pihak-pihak yang merekrut (PMI). Jadi kita nanti akan bekerjasama dengan Polda-Polda dari daerah asalnya,” ungkapnya dalam konferensi pers, di Mapolda Sumut, Kamis (24/3).
Selain itu, Panca juga mengaku, dalam mencegah upaya pengiriman PMI ilegal kembali terulang, pihaknya akan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat. Tak hanya jtu, dia juga menyampaikan, bersama Kajati Sumut akan menerapkan pasal seberat-beratnya bagi pelaku kejahatannya.
“Kejadian pengiriman WNI (Warga Negara Indonesia) selaku PMI ilegal khususnya di daerah pesisir barat sudah beberapa kali terjadi, kedepan ini tidak boleh lagi. Jadi kita akan bertindak tegas, tidak ada rasa kasihan. Kepada masyarakat, kita juga minta jangan mau memberi ruang kepada perekrut dengan iming-iming bekerja di luar negeri,” jelasnya.
Lebih lanjut Panca memaparkan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima atas kecelakaan kapal di Asahan. Dalam kejadian itu sebanyak 84 PMI ilegal yang diangkut dalam kapal dapat diselamatkan, sedangkan dua lainnya meninggal dunia.
“Dari dua korban meninggal ini, satu jenazah sudah dikirim kembali ke Sulawesi Selatan, sedangkan satu jenazah lagi sedang diproses untuk dikirim ke NTT,” terangnya.
Panca menuturkan, dari pemeriksaan yang sudah dilakukan kepada 84 PMI ilegal yang selamat, diketahui bahwa mereka direkrut oleh agen di wilayah mereka masing-masing, dan dimintai uang mulai dari Rp4,8 juta hingga Rp6 juta untuk keberangkatan mereka ke Malaysia. Dari keterangan mereka juga, diketahui bahwa mereka diberangkatkan pada Kamis (17/3) pada pukul 15.00 WIB, dengan kapal mesin dari Tanjungbalai oleh Nakhoda H alias S dan tersangka lainnya.
Namun dalam perjalanan, kapal terpaksa berhenti karena air laut sedang surut. Kemudian pada pukul 03.00 WIB kapal kembali berlayar.
“Setelah dekat di wilayah Malaysia mereka kembali menunggu di tengah perairan karena takut tertangkap. Selang waktu setelah itu, kapal tersebut pun karam,” terangnya. Panca menyebutkan, dari keterangan tersebut, maka pihaknya melakukan penangkapan terhadap kelima tersangka tersebut. Selanjutnya berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki, pihaknya yakin ada tindak pidana sebagaimana UU RI Tahun 2017 Pasal 81 subsider 83, dengan ancaman 10 tahun.
Panca menambahkan, dari hasil pendalaman dan penyidikan, bahwa diketahui penumpang yang berhasil diselamatkan sebanyak 84 orang, dan meninggal 2 orang. (dwi/azw)
Mereka berasal dari 8 provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 27 orang, Nusa Tenggara Barat (NTB) 10 orang, Jawa Barat (Jabar) 6 orang, Jawa Timur (Jatim) 19 orang, Lampung 1 orang, Sulawesi Selatan (Sulsel) 11 orang dan Banten 2 orang, Sumut 3 orang, Jawa Tengah (Jateng) 6 orang dan Jambi 1 orang.
Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Siti Rolijah menjelaskan, sejak Januari-Maret 2022 pihaknya sudah mengamankan 613 PMI ilegal yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Dari jumlah itu lebih 300 orang lebih sudah dipulangkan ke daerah asal. “Jumlah ini sudah termasuk 84 pekerja migran yang diamankan di Poldasu, baru-baru ini,” ujarnya.
Lebih lanjut Siti menyebutkan, seluruh PMI yang diamankan tersebut memang segera dipulangkan ke daerah asal masing-masing, namun dilakukan secara bertahap, mengingat anggaran pemerintah yang terbatas. “Pemulangannya dibiayai pemerintah, tetapi dilakukan bertahap karena anggaran juga terbatas,” sebutnya. Namun, sambungnya, sebagian PMI, ada juga yang memilih pulang menggunakan dana pribadi karena tidak mau menunggu lama. “Mereka yang mempunyai dana sendiri, biasanya pulang dengan anggaran sendiri. Jika menunggu pemerintah, tentu agak lama karena memang harus menunggu prosedur,” pungkasnya. (dwi/azw)