26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Aswas Kejatisu Bungkam

Foto: Bayu/PM Sidang Hagania di PN Medan, Senin (23/6/2014).
Foto: Bayu/PM
Sidang Hagania di PN Medan, Senin (23/6/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Asisten Pengawas (Aswas) Kejatisu, Tambok Nainggolan enggan berkomentar saat ditanya soal adanya dugaan ‘permainan’ di balik sidang terdakwa Hagania br Sinukaban. “Saya tidak dapat menanggapi komentar sepihak,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi via seluler, Selasa (24/6) siang. Seperti diketahui, sidang tabrakan maut putri kandung anggota DPRD Sumut Layari Sinukaban ini menuai sorot dan kritik publik.

Betapa tidak, selain pengalihan penahanannya diisukan berbau suap Rp300 juta, sidang perkara yang menewaskan seorang warga dan melukai 3 lainnya ini juga diduga telah diatur, karena ditangani jaksa yang disebut masih bersaudara dengan terdakwa. Setidaknya dugaan itu terbukti sesuai temuan Muslim dalam sidang perdana yang digelar, Senin (23/6) sore. Muslim menilai sidang Hagania terindikasi telah ‘dimainkan’ jaksa. Selain tak jelas membacakan dakwaan, jaksa Runggu Sitepu yang menyidangkan perkara ini juga terkesan membela terdakwa dengan melontarkan pertanyaan yang melemahkan dakwaannya.

“Pertama dalam sidang tersebut kita melihat JPU justru malah melemahkan dakwaannya. Dan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya pun terlihat seperti pengacara terdakwa. Seharusnya JPU membuktikan pasal tentang kelalaiannya ke terdakwa, bukan malah membelanya,” protes Muslim. Lebih lanjut ia mengatakan kalau sidangnya seperti sudah direncanakan yang dikhawatirkan akan membebaskan terdakwa akan bebas.

“Sidangnya ini terkesan sudah diskenariokan yang dibangun sejak awal, tidak ada satupun arah pertanyaan JPU menuju ke arah dakwaan. Seharusnya JPU menanyakan, apakah layak mobil itu digunakan, kenapa menelepon sambil berkendara, kenapa di jalan yang ramai mengemudi dengan kecepatan tinggi, seharusnya itu yang ditanyakan kepada terdakwanya,” ungkapnya.

Karena itu dirinya berharap majelis hakim lebih objektif dalam menetunkan sikapnya. “Disini kita berharap majelis hakim agar objektif dalam mengambil keputusannya. Sehingga terdakwa dihukum sesuai dengan perbuatannya, karena hal ini sebagai contoh bagi masyarakat untuk orang yang memiliki harta lebih dengan orang yang lemah,” harapnya. Bahkan sebelum sidang digelar, Muslim sudah menduga sidang kasus ini tidak akan objektif karena jaksa yang menanganinya punya hubungan keluarga dengan terdakwa.

“Kalau ada keterlibatan hubungan keluarga dengan jaksa, sudah jelas pasti hasil sidangnya tidak objektif. Karena pasti ada pembelaan pada tersangka. Padahal di sini statusnya jaksa itu sesuai dengan tugasnya,” tegas Muslim beberapa waktu lalu.

Muslim tak habis piker hal itu terjadi, karena larangan jaksa menangani perkara terdakwa yang masih punya hubungan keluarga dengannya sudah diatur dalam kode etik kejaksaan yang dikenal dengan istilah ‘konflik of interest’ (konflik kepentingan-red).

“Jelas hal ini sudah ada diatur dalam kode etik kejaksaan. Tidak boleh ada hubungan keluarga dalam hal ini, mulai dari jaksa hingga hakim. Kalau terjadi, segala sesuatu baik putusan atau pertimbangan, pasti membela tersangka. Padahal, jaksa dan hakim seharusnya bersikap netral,” jelasnya.

Hal senada juga dikatakan Humas Pengadilan Negeri (PN) Medan, Nelson J. Marbun, SH yang ditemui terpisah. Menurut Nelson, adanya hubungan keluarga antara tersangka dengan jaksa tidak dibenarkan dan dapat diajukan keberatan oleh pihak ketiga, misalnya hakim. “Kalau ada hubungan keluarga antara jaksa dengan tersangka atau dengan hakim, itu tidak dibenarkan dan dapat diajukan oleh pihak lain misalnya hakim,” ungkapnya.

Lebih lanjut Nelson mengatakan kalau didapati keterlibatan hubungan keluarga maka jaksa ataupun hakim tersebut harus mengundurkan diri, atau yang disebut hak ingkar dan diatur dalam Pasal 157 ayat 2 dan 3 KUHAP. “Kalau kedapatan adanya keterlibatan, itu jaksa ataupun hakimnya harus mengundurkan diri, atau istilahnya hak ingkar. Dan itu diatur dalam Pasal 157 ayat 2 dan 3 KUHAP, dan nggak bisa dilanjutkan,” jelasnya.

Lebih lanjut Nelson mengatakan, jika ditengah persidangan atau sesudah selesainya persidangan ditemukan adanya hubungan keluarga, maka majelis hakim dapat membatalkan putusan tersebut. “Kalau memang terbukti adanya hubungan keluarga pada saat persidangan atau usai persidangan, maka bisa dibatalkan putusannya. Itu hak majelis hakim, sejalan kalau tidak diketahui, kalau diketahui dari awal maka jaksa atau hakim yang memiliki hubungan keluarga itu harus mengundurkan diri lah, dan nanti majelis penggantinya itu tinggal melanjutkan perkaranya saja, dan tidak mengulang lagi dari awal,” jelasnya.

Diketahui, asas hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seseorang hakim yang mengadili perkaranya. Sebelumnya Hagania mengaku kecelakaan maut itu terjadi karena ia ngebut sambil menelpon. (bay/deo)

Foto: Bayu/PM Sidang Hagania di PN Medan, Senin (23/6/2014).
Foto: Bayu/PM
Sidang Hagania di PN Medan, Senin (23/6/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Asisten Pengawas (Aswas) Kejatisu, Tambok Nainggolan enggan berkomentar saat ditanya soal adanya dugaan ‘permainan’ di balik sidang terdakwa Hagania br Sinukaban. “Saya tidak dapat menanggapi komentar sepihak,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi via seluler, Selasa (24/6) siang. Seperti diketahui, sidang tabrakan maut putri kandung anggota DPRD Sumut Layari Sinukaban ini menuai sorot dan kritik publik.

Betapa tidak, selain pengalihan penahanannya diisukan berbau suap Rp300 juta, sidang perkara yang menewaskan seorang warga dan melukai 3 lainnya ini juga diduga telah diatur, karena ditangani jaksa yang disebut masih bersaudara dengan terdakwa. Setidaknya dugaan itu terbukti sesuai temuan Muslim dalam sidang perdana yang digelar, Senin (23/6) sore. Muslim menilai sidang Hagania terindikasi telah ‘dimainkan’ jaksa. Selain tak jelas membacakan dakwaan, jaksa Runggu Sitepu yang menyidangkan perkara ini juga terkesan membela terdakwa dengan melontarkan pertanyaan yang melemahkan dakwaannya.

“Pertama dalam sidang tersebut kita melihat JPU justru malah melemahkan dakwaannya. Dan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya pun terlihat seperti pengacara terdakwa. Seharusnya JPU membuktikan pasal tentang kelalaiannya ke terdakwa, bukan malah membelanya,” protes Muslim. Lebih lanjut ia mengatakan kalau sidangnya seperti sudah direncanakan yang dikhawatirkan akan membebaskan terdakwa akan bebas.

“Sidangnya ini terkesan sudah diskenariokan yang dibangun sejak awal, tidak ada satupun arah pertanyaan JPU menuju ke arah dakwaan. Seharusnya JPU menanyakan, apakah layak mobil itu digunakan, kenapa menelepon sambil berkendara, kenapa di jalan yang ramai mengemudi dengan kecepatan tinggi, seharusnya itu yang ditanyakan kepada terdakwanya,” ungkapnya.

Karena itu dirinya berharap majelis hakim lebih objektif dalam menetunkan sikapnya. “Disini kita berharap majelis hakim agar objektif dalam mengambil keputusannya. Sehingga terdakwa dihukum sesuai dengan perbuatannya, karena hal ini sebagai contoh bagi masyarakat untuk orang yang memiliki harta lebih dengan orang yang lemah,” harapnya. Bahkan sebelum sidang digelar, Muslim sudah menduga sidang kasus ini tidak akan objektif karena jaksa yang menanganinya punya hubungan keluarga dengan terdakwa.

“Kalau ada keterlibatan hubungan keluarga dengan jaksa, sudah jelas pasti hasil sidangnya tidak objektif. Karena pasti ada pembelaan pada tersangka. Padahal di sini statusnya jaksa itu sesuai dengan tugasnya,” tegas Muslim beberapa waktu lalu.

Muslim tak habis piker hal itu terjadi, karena larangan jaksa menangani perkara terdakwa yang masih punya hubungan keluarga dengannya sudah diatur dalam kode etik kejaksaan yang dikenal dengan istilah ‘konflik of interest’ (konflik kepentingan-red).

“Jelas hal ini sudah ada diatur dalam kode etik kejaksaan. Tidak boleh ada hubungan keluarga dalam hal ini, mulai dari jaksa hingga hakim. Kalau terjadi, segala sesuatu baik putusan atau pertimbangan, pasti membela tersangka. Padahal, jaksa dan hakim seharusnya bersikap netral,” jelasnya.

Hal senada juga dikatakan Humas Pengadilan Negeri (PN) Medan, Nelson J. Marbun, SH yang ditemui terpisah. Menurut Nelson, adanya hubungan keluarga antara tersangka dengan jaksa tidak dibenarkan dan dapat diajukan keberatan oleh pihak ketiga, misalnya hakim. “Kalau ada hubungan keluarga antara jaksa dengan tersangka atau dengan hakim, itu tidak dibenarkan dan dapat diajukan oleh pihak lain misalnya hakim,” ungkapnya.

Lebih lanjut Nelson mengatakan kalau didapati keterlibatan hubungan keluarga maka jaksa ataupun hakim tersebut harus mengundurkan diri, atau yang disebut hak ingkar dan diatur dalam Pasal 157 ayat 2 dan 3 KUHAP. “Kalau kedapatan adanya keterlibatan, itu jaksa ataupun hakimnya harus mengundurkan diri, atau istilahnya hak ingkar. Dan itu diatur dalam Pasal 157 ayat 2 dan 3 KUHAP, dan nggak bisa dilanjutkan,” jelasnya.

Lebih lanjut Nelson mengatakan, jika ditengah persidangan atau sesudah selesainya persidangan ditemukan adanya hubungan keluarga, maka majelis hakim dapat membatalkan putusan tersebut. “Kalau memang terbukti adanya hubungan keluarga pada saat persidangan atau usai persidangan, maka bisa dibatalkan putusannya. Itu hak majelis hakim, sejalan kalau tidak diketahui, kalau diketahui dari awal maka jaksa atau hakim yang memiliki hubungan keluarga itu harus mengundurkan diri lah, dan nanti majelis penggantinya itu tinggal melanjutkan perkaranya saja, dan tidak mengulang lagi dari awal,” jelasnya.

Diketahui, asas hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seseorang hakim yang mengadili perkaranya. Sebelumnya Hagania mengaku kecelakaan maut itu terjadi karena ia ngebut sambil menelpon. (bay/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/