23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Perkara Dugaan Penelantaran Istri Terkesan Dipaksakan, Terdakwa Minta Hakim Berlaku Adil

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perkara dugaan penelantaran istri dengan terdakwa Hendra Gunawan dinilai seperti dipaksakan. Pasalnya, perkara saksi korban Meli Isfenti yang telah berstatus mantan istri terdakwa, telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) berdasarkan Putusan Pengadilan Agama (PA) Medan Kelas I-A No 1360/Pdt/G/2019/PA.Mdn tertanggal 2 September 2019.

Ilustrasi.

Hal ini disampaikan Andy Rinaldy SH MH selaku kuasa hukum Hendra Gunawan, kepada Sumut Pos, Sabtu (25/9).

“Sudah ada putusan pengadilan (Agama) bahwasannya hak si Meli itu tidak bisa dipenuhi oleh Hendra sebagai suaminya. Kenapa masalah pidana itu dipersoalkan, dan klien kami duduk sebagai terdakwa,” ungkapnya, didampingi Wendy Meilanda SH, Erry Afrizal SH dari Kantor Hukum Bintang Abadi Law Firm.

Menurutnya, dalam putusan PA Medan, hak-hak Meli mengenai nafkah lampau tidak dikabulkan lantaran ia masuk dalam kategori istri yang nujus (durhaka) dalam kompilasi hukum islam.

“Pertimbangan hakim, dalam peraturan undang-undang, istri yang durhaka tidak berhak mendapatkan harta lampau dari suami. Makanya dari kompilasi hukum Islam, klien kami ini tidak ada kewajibannya,” jelasnya.

Andy heran, kenapa kemudian perkara ini bisa naik ke persidangan, dengan dugaan penelantaran istri. Pada hal, mantan istrinya ternyata tidak mengajukan banding atas putusan di PA Medan.

“Artinya dia (Meli) menerimakan. Inilah yang kami nilai perkaranya seperti dipaksakan. Dan yang membingungkan, apakah putusan yang terdahulu tidak dihormati. Dimana rasa keadilan untuk terdakwa?,” katanya. Dilihat dari laporan, penelantaran itu terhitung dari bulan Mei sampai September 2019.

“Berarti sama hitungannya, mantan istrinya juga tidak memberikan nafkah batin terhadap klien kami. Yang kami heran, kenapa perkara itu bisa naik, pada hal sudah pernah di uji di Pengadilan Agama.

Atas hal itulah, dia menduga perkara ini terkesan dipaksakan sewaktu menerima laporan mantan istri terdakwa di Polrestabes Medan. “Berarti penyidik tidak menghargai putusan pengadilan agama. Hargailah putusan itu, karena itukan juga langkah hukum yang ditempuh kedua belah pihak,” tuturnya.

Menurutnya, perkara ini dimajukan lantaran ada keraguan penyidik hingga dimintakan keterangan saksi ahli. Namun, katanya, setelah melihat dari berita acara pemeriksaan (BAP) saksi ahli tersebut hanya menceritakan keahliannya tanpa ada dasar-dasar hukum.

“Ini sangat membingungkan buat kami. Inilah yang kami uji tentang keahliannya, karna yang dia (saksi ahli) buat bertentangan dengan aturan-aturan hukum, sebagaimana putusan pengadilan agama,” terangnya.

Untuk itulah, tambahnya, dia meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Medan, yang menyidangkan perkara kliennya untuk berlaku adil.

Terpisah, Hendra Gunawan mengisahkan pada bulan Mei 2019, menggugat cerai Meli lantaran dinilai telah melakukan kekerasan terhadap anak semata wayang hasil perkawinan mereka. Ditambah lagi, mantan istrinya itu dinilai tidak mau lagi hidup bersamanya.

“Di bulan Mei 2019 saya ajukan gugatan cerai, di bulan September jatuhlah putusan pengadilan agama yang isinya memang hak asuh anak sama dia (Meli), tapi anak di saya. Yang kedua segala tuntutan dia, termasuk nafkah masa lampau itu digugurkan. Karena hakim sudah mengkaji dan menguji bahwa ini tergolong istri yang nujus (durhaka),” jelasnya.

Dari putusan itu, lanjutnya, Hendra hanya diperintahkan membayar kenang-kenangan berupa emas murni 3 gram. “Itu saya penuhi, sama biaya anak 700 ribu sebulan. Tapi karna anak sama saya, cuma sekali itu saja saya kasi,” bebernya.

Kemudian, lanjutnya, pada bulan Oktober 2019, mantan istrinya datang kerumah, lantas mengambil paksa anaknya. Namun pada saat itu, anaknya yang telah berusia 5 tahun, berontak dan meminta tolong.

“Sewaktu kejadian itu, ada orangtua perempuan saya, anak dan adik perempuan saya. Sewaktu pengambilan paksa itu, orangtua dan adik saya tidak bisa berbuat apa-apa. Waktu itu saya lagi diluar kota ada kerjaan,” urainya.

Tak senang dengan perbuatan mantan istrinya, setelah tiba di Medan Hendra langsung membuat laporan polisi, pada November 2019. Setelah laporan diterima, ia dimintakan untuk melakukan visum fisik dan psikis terhadap anaknya. Dari hasil visum psikis, katan Hendra, anaknya menderita stresor (trauma berat) atas tingkah laku ibunya.

“Di satu sisi dia membuat laporan tandingan, dia melaporkan saya dengan laporan saya tidak menafkahinya dari bulan Mei sampai September 2019. Sementara sudah jelas putusan pengadilan agama, hak dia itu gugur semua. Jadi saya sebagai warga yang baik menjalani apa yang diputuskan pengadilan agama,” pungkasnya seraya mengatakan, perkara kekerasan terhadap anak dengan terdakwa Meli, masih berlangsung di PN Medan. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perkara dugaan penelantaran istri dengan terdakwa Hendra Gunawan dinilai seperti dipaksakan. Pasalnya, perkara saksi korban Meli Isfenti yang telah berstatus mantan istri terdakwa, telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) berdasarkan Putusan Pengadilan Agama (PA) Medan Kelas I-A No 1360/Pdt/G/2019/PA.Mdn tertanggal 2 September 2019.

Ilustrasi.

Hal ini disampaikan Andy Rinaldy SH MH selaku kuasa hukum Hendra Gunawan, kepada Sumut Pos, Sabtu (25/9).

“Sudah ada putusan pengadilan (Agama) bahwasannya hak si Meli itu tidak bisa dipenuhi oleh Hendra sebagai suaminya. Kenapa masalah pidana itu dipersoalkan, dan klien kami duduk sebagai terdakwa,” ungkapnya, didampingi Wendy Meilanda SH, Erry Afrizal SH dari Kantor Hukum Bintang Abadi Law Firm.

Menurutnya, dalam putusan PA Medan, hak-hak Meli mengenai nafkah lampau tidak dikabulkan lantaran ia masuk dalam kategori istri yang nujus (durhaka) dalam kompilasi hukum islam.

“Pertimbangan hakim, dalam peraturan undang-undang, istri yang durhaka tidak berhak mendapatkan harta lampau dari suami. Makanya dari kompilasi hukum Islam, klien kami ini tidak ada kewajibannya,” jelasnya.

Andy heran, kenapa kemudian perkara ini bisa naik ke persidangan, dengan dugaan penelantaran istri. Pada hal, mantan istrinya ternyata tidak mengajukan banding atas putusan di PA Medan.

“Artinya dia (Meli) menerimakan. Inilah yang kami nilai perkaranya seperti dipaksakan. Dan yang membingungkan, apakah putusan yang terdahulu tidak dihormati. Dimana rasa keadilan untuk terdakwa?,” katanya. Dilihat dari laporan, penelantaran itu terhitung dari bulan Mei sampai September 2019.

“Berarti sama hitungannya, mantan istrinya juga tidak memberikan nafkah batin terhadap klien kami. Yang kami heran, kenapa perkara itu bisa naik, pada hal sudah pernah di uji di Pengadilan Agama.

Atas hal itulah, dia menduga perkara ini terkesan dipaksakan sewaktu menerima laporan mantan istri terdakwa di Polrestabes Medan. “Berarti penyidik tidak menghargai putusan pengadilan agama. Hargailah putusan itu, karena itukan juga langkah hukum yang ditempuh kedua belah pihak,” tuturnya.

Menurutnya, perkara ini dimajukan lantaran ada keraguan penyidik hingga dimintakan keterangan saksi ahli. Namun, katanya, setelah melihat dari berita acara pemeriksaan (BAP) saksi ahli tersebut hanya menceritakan keahliannya tanpa ada dasar-dasar hukum.

“Ini sangat membingungkan buat kami. Inilah yang kami uji tentang keahliannya, karna yang dia (saksi ahli) buat bertentangan dengan aturan-aturan hukum, sebagaimana putusan pengadilan agama,” terangnya.

Untuk itulah, tambahnya, dia meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Medan, yang menyidangkan perkara kliennya untuk berlaku adil.

Terpisah, Hendra Gunawan mengisahkan pada bulan Mei 2019, menggugat cerai Meli lantaran dinilai telah melakukan kekerasan terhadap anak semata wayang hasil perkawinan mereka. Ditambah lagi, mantan istrinya itu dinilai tidak mau lagi hidup bersamanya.

“Di bulan Mei 2019 saya ajukan gugatan cerai, di bulan September jatuhlah putusan pengadilan agama yang isinya memang hak asuh anak sama dia (Meli), tapi anak di saya. Yang kedua segala tuntutan dia, termasuk nafkah masa lampau itu digugurkan. Karena hakim sudah mengkaji dan menguji bahwa ini tergolong istri yang nujus (durhaka),” jelasnya.

Dari putusan itu, lanjutnya, Hendra hanya diperintahkan membayar kenang-kenangan berupa emas murni 3 gram. “Itu saya penuhi, sama biaya anak 700 ribu sebulan. Tapi karna anak sama saya, cuma sekali itu saja saya kasi,” bebernya.

Kemudian, lanjutnya, pada bulan Oktober 2019, mantan istrinya datang kerumah, lantas mengambil paksa anaknya. Namun pada saat itu, anaknya yang telah berusia 5 tahun, berontak dan meminta tolong.

“Sewaktu kejadian itu, ada orangtua perempuan saya, anak dan adik perempuan saya. Sewaktu pengambilan paksa itu, orangtua dan adik saya tidak bisa berbuat apa-apa. Waktu itu saya lagi diluar kota ada kerjaan,” urainya.

Tak senang dengan perbuatan mantan istrinya, setelah tiba di Medan Hendra langsung membuat laporan polisi, pada November 2019. Setelah laporan diterima, ia dimintakan untuk melakukan visum fisik dan psikis terhadap anaknya. Dari hasil visum psikis, katan Hendra, anaknya menderita stresor (trauma berat) atas tingkah laku ibunya.

“Di satu sisi dia membuat laporan tandingan, dia melaporkan saya dengan laporan saya tidak menafkahinya dari bulan Mei sampai September 2019. Sementara sudah jelas putusan pengadilan agama, hak dia itu gugur semua. Jadi saya sebagai warga yang baik menjalani apa yang diputuskan pengadilan agama,” pungkasnya seraya mengatakan, perkara kekerasan terhadap anak dengan terdakwa Meli, masih berlangsung di PN Medan. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/