MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan persekongkolan masih saja terjadi di pelaksanaan tender di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II. Pada tender BWSS II tahun anggaran 2019 yang tengah berlangsung saat ini, praktik persekongkolan itu dinilai semakin parah.
Oleh sejumlah kalangan, semakin parahnya praktik persekongkolan tersebut, diduga karena dibekingi oknum “orang kuat”, yakni yang berpengaruh untuk menentukan pemenang tendern
Seperti halnya dalam tender paket pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi perkotaan Kabupaten Batubara dengan nilai HPS Rp18.976.336.842,82, dituding kental dengan praktik persekongkolan.
PT Kalitra Bersinar Mandiri (KBM) keberatan dengan dikalahkannya dalam tender, di mana kekalahan itu menurut Pokja Tender karena alasan tidak memenuhi syarat pada evaluasi teknis. David Nababan dari PT KBM mengatakan, pihaknya bukan tak berdasar memprotes kekalahan itu.
“Antara lain, pertama karena harga penawaran kami Rp15,622 miliar sangat wajar. Kedua, karena kami heran, sebab perusahaan pemenang tender rehabilitasi jaringan irigasi Batubara itu adalah penawar tertinggi kedua dari 13 peserta yaitu Rp17,558 miliar,” sebutnya kepada wartawan di Medan, Rabu (27/2).
Terkait kalah pada evaluasi teknis yang menurut Pokja Tender karena Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) yang diajukan PT KBM tidak memenuhi syarat, menurut dia terkesan mengada-ada. Sebab PT KMB sudah menyampaikan RKK sebagaimana ketentuannya.
“Dan kalau mau jujur Pokja Tender BWSS, mengapa dalam pekerjaan tahun-tahun sebelumnya, yang meskipun suatu RKK perusahaan kurang sempurna, tetapi bisa dimenangkan? ‘Kan kekurangan RKK bisa disempurnakan dalam Pre Construction Meeting (PCM),” katanya.
Kemudian dalam kaitan RKK, terang David, pihaknya telah memiliki Sertifikat SMK3 dari Kementerian Tenaga Kerja yang teregister pada 30 Juli 2018. Di mana sebelum penerbitan sertifikat SMK3, telah terlebih dahulu dilakukan audit oleh auditor independen dari Jakarta dan ISO.
Lebih lanjut dikatakannya, keberatan atas kekalahan ini telah disampaikan PT KBM lewat surat sanggah ke Pokja Tender BWSS II pada 14 Februari 2019. “Dan karena dugaan kuatnya praktik persekongkolan ini, kami meminta agar Pokja melakukan tender ulang. Dan jika tidak dilakukan, maka kami akan membawa persoalan ini ke jalur hukum,” tambahnya.
Secara terpisah, M Rizki dari Divisi Investigasi Forum Jasa Konstruksi Sumatera Utara (Forjasi) juga menyebutkan dugaan kuatnya terjadi persekongkolan di setiap tender di BWSS II. “Jadi bukan di satu dua tender saja,” bebernya.
Bahkan ia mengungkapkan, pihaknya memiliki rekaman percakapan dari salah satu oknum rekanan yang mengaku mendapatkan arahan sebagai pemenang dengan membawa-bawa nama kepala BWSS II. Oleh karena itu, katanya, sudah seharusnya KPK melakukan penyelidikan atas kuatnya dugaan persekongkolan dan praktik suap menyuap di dalam pelaksanaan tender BWSS II.
“Apalagi bahwa oknum petinggi Ditjen SDA Kementerian PUPR, telah terjaring OTT KPK dalam kasus suap proyek air minum, akhir 2018. Artinya sangat kental dugaan kita bahwa praktik suap menyuap di BWSS II,” katanya.
Pokja Tender BWSS II tidak berhasil dikonfirmasi, kemarin. Demikian juga kepala BWSS II, tidak berada di kantor. Oleh petugas keamanan, baik Pokja maupun kepala BWSS II sedang bertugas ke luar kota.
Namun, Pokja Tender BWSS II dalam surat jawaban atas sanggahan PT KBM pada 18 Februari 2019, membantah tegas adanya praktik persekongkolan dalam tender paket pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi perkotaan Kabupaten Batubara itu.
Dalam surat jawaban atas sanggahan PT KBM itu, Ketua Pokja Tender Rahmad Danny menegaskan, kekalahan PT KBM adalah karena PT KBM tidak memenuhi syarat pada evaluasi teknis penawaran, yakni pada RKK yang tidak mencantumkan penjelasan manajemen risiko dan rencana tindakan.
Ia mengatakan Pokja telah melakukan evaluasi sesuai dokumen pemilihan. Pokja tidak melakukan rekayasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. (prn)