Site icon SumutPos

Penetapan Tersangka oleh KPK Dinilai Janggal

Sidang gugatan 4 anggota DPRD Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang praperadilan yang diajukan 4 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan periode 2014-2019 terkait penetapan mereka sebagai tersangka penerima suap dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, kembali digelar di Pengadilan Negeri Medan, Jumat (27/7). Persidangan praperadilan itu diawali dengan pembacaan permohonan oleh pemohon yakni Arifin Nainggolan, Washington Pane, Syafrida Fitri, dan Muhammad Faisal yang diwakili tim kuasa hukum mereka. Kemudian dilanjutkan jawaban oleh termohon dalam hal ini  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kuasa Hukum pemohon, Basuki dan rekan menilai, penetapan status tersangka terhadap kliennya oleh KPK sangat janggal. Dikatakannya, dua alat bukti tidak berkesesuaian antara satu dengan lainnya sehingga tidak memenuhi unsur hukum.

“Klien kami sama sekali belum pernah diperiksa. Mereka hanya dipanggil dan diperiksa sebagai saksi atas perkara orang lain. Lalu kenapa tiba-tiba mereka ditetapkan sebagai tersangka? ” ungkap Basuki.

Oleh karena itu, Basuki menilai, telah terjadi perlakuan yang tidak adil dan sewenang-wenang terhadap kliennya. Untuk itu, dia meminta hakim yang dapat mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya, menyatakan penetapan tersangka terhadap pemohon oleh termohon, tidak sah dan harus batal demi hukum. “Meminta kepada hakim yang memeriksa perkara ini agar menyatakan penetapan tersangka terhadap para pemohon oleh termohon adalah tidak sah dan harus batal demi hukum,” tegasnya.

Sementara, kuasa hukum KPK dalam nota jawabannya menguraikan bahwa penetapan tersangka terhadap para pemohon adalah telah sesuai hukum acara,( KUHAP). Karenanya KPK menilai, permohonan keempat anggota DPRD Sumut itu keliru. ” Penetapan tersangka terhadap pemohon sudah sesuai KUHAP, yakni telah ditemukannya dua alat bukti permulaan sehingga dinaikkan status hukum dari saksi menjadi tersangka, ” ungkap Kuasa Hukum KPK di hadapan hakim, Erintuah

Oleh karena itu, Kuasa Hukum KPK menegaskan, permintaan para pemohon kepada Majelis Hakim agar membatalkan penetapan tersangka, adalah tindakan yang keliru. Disebutkan juga, apa yang dilakukan termohon telah memenuhi unsur, 2 alat bukti adanya tindak pidana gratifikasi.

Setelah mendengarkan pembacaan pemohon yang dilanjutkan mendengar jawaban termohon, Hakim menunda sidang. Persidangan dilanjutkan Senin (30/7) dengan agenda pembacaan replik dari pemohon.

Sebelumnya, informasi dari situs Pengadilan Negeri Medan, petitum permohonan berisi, menerima dan mengabulkan permohonan pra-peradilan pemohon untuk seluruhnya. Kemudian menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang diduga melanggar Tindak Pidana Korupsi menerima hadiah atau janji dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumatera Utara terkait fungsi dan kewenangan Tersangka Selaku Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 sampai dengan 2014 dan atau periode 2014 sampai dengan 2019 sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi menerima hadiah atau janji dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumatera Utara terkait fungsi dan kewenangan Tersangka Selaku Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009 s/d 2014 dan/atau periode 2014 s/d 2019 sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, adalah tidak sah menurut Hukum.

Selanjutnya, petitum permohonan itu berisi menyatakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor B/214/DIK.00/23/03/2018 tanggal  29 Maret 2018 atas nama Washington Pane, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor B/214/DIK.00/23/03/2018 tanggal  29 Maret 2018 atas nama Arifin Nainggolan, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor B/226/DIK.00/23/03/2018 tanggal 29 Maret 2018 atas nama Muhammad Faizal dan atas nama Syafrida Fitri adalah tidak sah menurut hukum demikian juga dengan surat Pencekalan yang dilakukan Termohon terhadap para Pemohon adalah tidak sah menurut hukum. Kemudian, menyatakan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi No: LKTPK-23/KPK/02/2018 tanggal 28 Maret 2018 adalah laporan polisi yang tidak sah menurut hukum sebab merupakan rekayasa KPK, menyatakan, menghentikan penyidikan dan menyatakan tidak sah turunan suatu keputusan yang berkaitan atas perkara aquo serta membebankan semua biaya perkara yang timbul dalam perkara pra-peradilan kepada termohon.

Dari situs Pengadilan Negeri Medan, diketahui bahwa termohon dalam perkara tersebut adalah Negara RI Cq Presiden RI Cq Kepala Komisi Pemberantasan Korupsi. Gugatan tersebut didaftarkan pada Senin (21/5) dengan nomor perkara 35/Pid.Pra/2018/PN Mdn. Diketahui juga dari situs itu, sidang pertama digelar pada Kamis (7/6) di ruang Cakra VI, termohon tidak hadir. Kemudian Kamis (5/7) di ruang Cakra VII, termohon tidak hadir dengan agenda membacakan permohonan. (ain)

Exit mobile version