24 C
Medan
Saturday, February 22, 2025
spot_img

Berbelit, Peri Berdalih Sakit Hati karena Dimaki

TEDDY/sumut pos
SIDANG: Peri Ginting disidang karena telah membunuh pensiunan TNI AU, Pelda Purnawirawan Rusdianto Barus, Agustus 2018 lalu.

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Tiga prajurit dari Kesatuan Lanud Soewondo menduduki Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Binjai, Kamis (27/12). Kedatangan mereka bersama keluarga korban Rusdianto Barus ternyata sudah sejak awal persidangan dengan agenda mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Benny Surbakti.

Kali ini, mereka ingin mendengarkan keterangan terdakwa Peri Ginting (31) warga Jalan Samanhudi, Lingkungan IV, Kelurahan Tanahmerah, Binjai Selatan.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi Lubis didampingi David Sidik Simare-mare dan Tri Syahriawani, Peri memberikan keterangan yang berbelit.

Terdakwa gelap mata membunuh Pelda Purnawirawan Rusdianto Barus karena membayangkan uang Rp4 juta. Berdasarkan fakta persidangan, antara korban dan terdakwa diketahui baru kenal. Persisnya pada Mei 2018, keduanya berkenalan di Lapangan Merdeka Binjai.

“Saya waktu itu sedang menunggu kawan. Kemudian datang dia (korban) dengan menggunakan sepedamotor. Kami ngobrol sambil duduk-duduk. Saya tawari rokok, tapi tidak merokok jawabnya,” ujar Peri. Obrolan mengalir antara keduanya. Keduanya saling bertanya tinggal di mana dan suku apa.

“Waktu saya mau bayar, dibayarinnya. Saya bayangkan di situ banyak uangnya karena mau beli tupai. Tapi nggak saya tengok uangnya. Rp4 juta uangnya yang saya bayangkan,” ujar duda tidak punya anak ini.

Di tengah obrolan, korban bertanya di mana cari tupai daerah Kota Rambutan. Terdakwa kemudian mengaku tahu.

“Saya pun baru tahu kalau tupai itu bisa jadi obat kuat. Lalu dia (korban) minta nomor hp saya,” sambung pria pengangguran ini.

Empat hari kemudian, korban menghubungi terdakwa. Saat itu, korban ingin menemuinya. Selain ingin bertemu, korban juga bertanya kabar terdakwa dan begitu sebaliknya.

Dalam obrolan telepon selular itu, korban bertanya masalah tupai.

“Saya jawab ada, di daerah Kutalimbaru. Kalau masalah harga saya nggak tahu. Dia juga janji mau kasih saya (uang) kalau dapat tupai itu,” ujar terdakwa.

Singkat cerita, korban dan terdakwa sepakat bertemu tak jauh dari Binjai Supermall atau persisnya di Jalan Ikan Paus, Terminal Binjai.

Oleh terdakwa, kemudian mengajak Jeki yang saat ini berstatus DPO untuk mencari tupai. Sebelum menemui korban, terdakwa juga bertemu dengan Jeki di Pajak Kuala, Langkat. Peri yang memberikan keterangan berbelit mengaku, seruan merampok korban berasal dari Jeki. “Apa motif kau ajak Jeki?,” tanya majelis hakim.

“Untuk mencari tupai pak,” jawab Peri.

“(Hanya) bayangan kau itu uang dia banyak, timbul niat kau rencanakan. Kalian rencanakan apa?,” tanya majelis hakim lagi.

“Ambil barang dan duitnya lalu pukul,” ujar Peri.

Rencana semula merampok berbuntut pembunuhan yang dilakukan Peri. Pembunuhan ini direncanakan di Kuala.

“Parang dapat di pinggir jalan. Dapat dari tukang butut,” aku Peri.

“Mana mungkin di pinggir jalan,” bantah majelis hakim.

Terdakwa sendirian menemui korban. Sementara Jeki sudah standy by di perkebunan sawit daerah Kutalimbaru.

Saat bertemu dengan korban, terdakwa sudah membawa parang yang diselipkannya di bagian pinggang belakang. Keduanya yang berboncengan dengan sepedamotor kemudian menuju TKP.

“Korban yang bawa. Saya penunjuk jalan,” ucap Peri.

“Maaf keluarga. Kami bukan mau mengungkit-ungkit. Supaya terang persoalan hukumnya. Jangan terpancing,” seru majelis hakim.

Sesampai di daerah perkebunan sawit, korban dan terdakwa harus berjalan lagi ke dalam sekitar 100 meter. Oleh terdakwa meminta agar berjalan kaki saja menuju ke dalam.

Ketika berjalan kaki ini, terdakwa menaruh emosi terhadap korban. Pasalnya, menurut Peri, korban mengucap kata-kata caci makian yang membuatnya tersinggung. Bahkan, keduanya sempat adu mulut.

Kemudian muncul niat Peri untuk menghabisi nyawa korban. Tepat korban di depan Peri satu langkah dengan posisi kepala sedikit menunduk, ketika itu terdakwa mengeluarkan parang lalu menebas leher kiri korban. Terdakwa dua kali menebas korban.

“Pertama langsung tertunduk (korban). Lalu saya sempat melihatnya. Korban tidak melawan pak (saat ditebas pertama),” ujar Peri.

Karena korban belum tewas, Peri kemudian mengayunkan lagi parangnya ke arah kepala korban. Buntutnya, korban ditemukan tewas dalam keadaan kepala dan badan terpisah. “Kenapa sampai hati kali kau? Berapa banyak uangnya kau lihat? Kau kesulitan ekonomi? Ada utangmu? Nyawa manusia cuma Tuhan yang bisa mencabutnya,” ujar Fauzul.

Namun, terdakwa membantah kalau kepala dan badan korban terputus. Bahkan, terdakwa juga mengaku tidak tahu kalau korban yang dibunuhnya merupakan seorang pensiunan TNI.

“Nggak pisah kepalanya pak. Saya yang melakukan, saya yang tahu. Nggak sampai putus pak. Saya enggak berbohong pak, tidak terpisah,” aku terdakwa.

“Saksi bilang terpisah. Jadi kok bisa ditemukan terpisah,” ujar Fauzul.

Setelah korban dipastikan tewas, terdakwa dan Jeki melarikan sepedamotor jenis bebek milik korban. Bahkan, dompet dan telepon selularnya juga dilarikan terdakwa.

Sayang, bayangan Rp4 juta di pikiran terdakwa lenyap. Ketika dibuka, uang di dalam dompet korban hanya Rp70 ribu.

“Uangnya saya ambil. Dompet dan hp (korban) saya buang ke aliran sungai, jauh dari lokasi (pembunuhan). Parangnya yang sapu ke tanah lalu saya bawa pulang sampai rumah,” ujar Peri.

Puas membawa kabur barang berharga korban, terdakwa mengaku ada rasa ketakutan di benaknya. Bahkan, dia menyolok parangnya ke tanah agar tidak dihantui.

“Besoknya saya gadai sepedamotornya. Rp3,3 juta. Rp1 juta saya kasih bagian Jeki, dan yang urus gadai Rp200 ribu saya kasih,” ujar terdakwa.

Dalam persidangan, terdakwa sempat menangis memberikan keterangan. Namun, Hakim Tri Syahriawani melarang terdakwa untuk menangis.

“Enggak usah nangis, ngapain saudara (terdakwa) nangis. Nggak kembali dia,” ujar Tri.

“Sidang dengan agenda tuntutan pada 10 Januari 2019,” tutup Fauzul sembari mengetuk palu tiga kali.

Diketahui, korban ditemukan tewas mengenaskan dengan kepala dan badan terpisah di Perkebunan Desa Namorube Julu, Kutalimbaru, Deliserdang, Minggu (5/8) lalu.Posisinya telungkup dan kepala terpisah dari badan sejauh 15 meter. (ted/ala)

TEDDY/sumut pos
SIDANG: Peri Ginting disidang karena telah membunuh pensiunan TNI AU, Pelda Purnawirawan Rusdianto Barus, Agustus 2018 lalu.

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Tiga prajurit dari Kesatuan Lanud Soewondo menduduki Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Binjai, Kamis (27/12). Kedatangan mereka bersama keluarga korban Rusdianto Barus ternyata sudah sejak awal persidangan dengan agenda mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Benny Surbakti.

Kali ini, mereka ingin mendengarkan keterangan terdakwa Peri Ginting (31) warga Jalan Samanhudi, Lingkungan IV, Kelurahan Tanahmerah, Binjai Selatan.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi Lubis didampingi David Sidik Simare-mare dan Tri Syahriawani, Peri memberikan keterangan yang berbelit.

Terdakwa gelap mata membunuh Pelda Purnawirawan Rusdianto Barus karena membayangkan uang Rp4 juta. Berdasarkan fakta persidangan, antara korban dan terdakwa diketahui baru kenal. Persisnya pada Mei 2018, keduanya berkenalan di Lapangan Merdeka Binjai.

“Saya waktu itu sedang menunggu kawan. Kemudian datang dia (korban) dengan menggunakan sepedamotor. Kami ngobrol sambil duduk-duduk. Saya tawari rokok, tapi tidak merokok jawabnya,” ujar Peri. Obrolan mengalir antara keduanya. Keduanya saling bertanya tinggal di mana dan suku apa.

“Waktu saya mau bayar, dibayarinnya. Saya bayangkan di situ banyak uangnya karena mau beli tupai. Tapi nggak saya tengok uangnya. Rp4 juta uangnya yang saya bayangkan,” ujar duda tidak punya anak ini.

Di tengah obrolan, korban bertanya di mana cari tupai daerah Kota Rambutan. Terdakwa kemudian mengaku tahu.

“Saya pun baru tahu kalau tupai itu bisa jadi obat kuat. Lalu dia (korban) minta nomor hp saya,” sambung pria pengangguran ini.

Empat hari kemudian, korban menghubungi terdakwa. Saat itu, korban ingin menemuinya. Selain ingin bertemu, korban juga bertanya kabar terdakwa dan begitu sebaliknya.

Dalam obrolan telepon selular itu, korban bertanya masalah tupai.

“Saya jawab ada, di daerah Kutalimbaru. Kalau masalah harga saya nggak tahu. Dia juga janji mau kasih saya (uang) kalau dapat tupai itu,” ujar terdakwa.

Singkat cerita, korban dan terdakwa sepakat bertemu tak jauh dari Binjai Supermall atau persisnya di Jalan Ikan Paus, Terminal Binjai.

Oleh terdakwa, kemudian mengajak Jeki yang saat ini berstatus DPO untuk mencari tupai. Sebelum menemui korban, terdakwa juga bertemu dengan Jeki di Pajak Kuala, Langkat. Peri yang memberikan keterangan berbelit mengaku, seruan merampok korban berasal dari Jeki. “Apa motif kau ajak Jeki?,” tanya majelis hakim.

“Untuk mencari tupai pak,” jawab Peri.

“(Hanya) bayangan kau itu uang dia banyak, timbul niat kau rencanakan. Kalian rencanakan apa?,” tanya majelis hakim lagi.

“Ambil barang dan duitnya lalu pukul,” ujar Peri.

Rencana semula merampok berbuntut pembunuhan yang dilakukan Peri. Pembunuhan ini direncanakan di Kuala.

“Parang dapat di pinggir jalan. Dapat dari tukang butut,” aku Peri.

“Mana mungkin di pinggir jalan,” bantah majelis hakim.

Terdakwa sendirian menemui korban. Sementara Jeki sudah standy by di perkebunan sawit daerah Kutalimbaru.

Saat bertemu dengan korban, terdakwa sudah membawa parang yang diselipkannya di bagian pinggang belakang. Keduanya yang berboncengan dengan sepedamotor kemudian menuju TKP.

“Korban yang bawa. Saya penunjuk jalan,” ucap Peri.

“Maaf keluarga. Kami bukan mau mengungkit-ungkit. Supaya terang persoalan hukumnya. Jangan terpancing,” seru majelis hakim.

Sesampai di daerah perkebunan sawit, korban dan terdakwa harus berjalan lagi ke dalam sekitar 100 meter. Oleh terdakwa meminta agar berjalan kaki saja menuju ke dalam.

Ketika berjalan kaki ini, terdakwa menaruh emosi terhadap korban. Pasalnya, menurut Peri, korban mengucap kata-kata caci makian yang membuatnya tersinggung. Bahkan, keduanya sempat adu mulut.

Kemudian muncul niat Peri untuk menghabisi nyawa korban. Tepat korban di depan Peri satu langkah dengan posisi kepala sedikit menunduk, ketika itu terdakwa mengeluarkan parang lalu menebas leher kiri korban. Terdakwa dua kali menebas korban.

“Pertama langsung tertunduk (korban). Lalu saya sempat melihatnya. Korban tidak melawan pak (saat ditebas pertama),” ujar Peri.

Karena korban belum tewas, Peri kemudian mengayunkan lagi parangnya ke arah kepala korban. Buntutnya, korban ditemukan tewas dalam keadaan kepala dan badan terpisah. “Kenapa sampai hati kali kau? Berapa banyak uangnya kau lihat? Kau kesulitan ekonomi? Ada utangmu? Nyawa manusia cuma Tuhan yang bisa mencabutnya,” ujar Fauzul.

Namun, terdakwa membantah kalau kepala dan badan korban terputus. Bahkan, terdakwa juga mengaku tidak tahu kalau korban yang dibunuhnya merupakan seorang pensiunan TNI.

“Nggak pisah kepalanya pak. Saya yang melakukan, saya yang tahu. Nggak sampai putus pak. Saya enggak berbohong pak, tidak terpisah,” aku terdakwa.

“Saksi bilang terpisah. Jadi kok bisa ditemukan terpisah,” ujar Fauzul.

Setelah korban dipastikan tewas, terdakwa dan Jeki melarikan sepedamotor jenis bebek milik korban. Bahkan, dompet dan telepon selularnya juga dilarikan terdakwa.

Sayang, bayangan Rp4 juta di pikiran terdakwa lenyap. Ketika dibuka, uang di dalam dompet korban hanya Rp70 ribu.

“Uangnya saya ambil. Dompet dan hp (korban) saya buang ke aliran sungai, jauh dari lokasi (pembunuhan). Parangnya yang sapu ke tanah lalu saya bawa pulang sampai rumah,” ujar Peri.

Puas membawa kabur barang berharga korban, terdakwa mengaku ada rasa ketakutan di benaknya. Bahkan, dia menyolok parangnya ke tanah agar tidak dihantui.

“Besoknya saya gadai sepedamotornya. Rp3,3 juta. Rp1 juta saya kasih bagian Jeki, dan yang urus gadai Rp200 ribu saya kasih,” ujar terdakwa.

Dalam persidangan, terdakwa sempat menangis memberikan keterangan. Namun, Hakim Tri Syahriawani melarang terdakwa untuk menangis.

“Enggak usah nangis, ngapain saudara (terdakwa) nangis. Nggak kembali dia,” ujar Tri.

“Sidang dengan agenda tuntutan pada 10 Januari 2019,” tutup Fauzul sembari mengetuk palu tiga kali.

Diketahui, korban ditemukan tewas mengenaskan dengan kepala dan badan terpisah di Perkebunan Desa Namorube Julu, Kutalimbaru, Deliserdang, Minggu (5/8) lalu.Posisinya telungkup dan kepala terpisah dari badan sejauh 15 meter. (ted/ala)

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/