MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mempraperadilkan (prapid) Kepala Kepolisian Sumatera Utara (Kapolda Sumut) dan jajarannya. Pasalnya, Kepolisian dinilai tidak mampu menangkap daftar pencarain orang (DPO) dan menahan tersangka kasus dugaan penggelapan bantuan korban kebakaran.
Wakil Direktur LBH Medan Irvan Saputra, mengatakan, kasus ini bermula dari Rahmad Januardi yang merupakan Korban Bencana Kebakaran yang terjadi di Jalan Sentosa, Kecamatan Medan Perjuangan beberapa waktu lalu.
“Atas peristiwa itu banyak masyarakat yang membantu korban. Namun, BZZ dan IZH diduga melakukan penggelapan barang-barang bantuan tersebut,” ujarnya dalam pesan siaran, Jumat (28/5).
Karena itu, lanjutnya, korban membuat laporan ke Polsek Medan Timur dan sudah dilakukan gelar perkara. Akhirnya Polsek Medan Timur menetapkan BZZ dan IZH sebagai tersangka dugaan penipuan dan penggelapan, sedangkan BI sebagai penadah.
“Terkait telah ditetapkanya para tersangka, pihak Polsek Medan Timur tidak melakukan penangkapan dan penahanan. Terkhusus IZH yang tidak mengindahkan panggilan Polsek dan ditetapkan sebagai DPO,” jelasnya.
Untuk itulah, LBH Medan sudah meminta agar Polsek Medan Timur untuk menangkap dan menahan DPO. “Dengan gampangnya Polsek Medan Timur mengatakan DPO koperatif, jadi tidak melakukan penangkapan dan penahanan,” katanya.
Atas dasar itu pula, secara hukum LBH Medan melakukan upaya hukum dengan mengajukan prapid sebagaimana yang telah didaftarkan berdasarkan Nomor Register : 28/Pid.Pra/2021/PN.MDN tertanggal 28 Mei 2021.
“Guna menguji apakah perbuatan Polsek Medan Timur memang dapat dibenarkan secara hukum atau sebaliknya karena sebagaimana yang diketahui secara hukum ketika seorang Tersangka ditetapkan sebagai DPO maka sudah kewajiban dari pihak kepolisian untuk menangkapnya,” imbuhnya.
Dia juga menduga, perbuatan Polsek Medan Timur telah mencederai rasa keadilan korban dan menilai tindakan tersebut secara terang-terang menghancurkan hukum yang berlaku di negara ini.
“Diduga perbuatan Pihak Polsek Medan Timur tersebut telah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 3,” pungkasnya. (man/azw)